Rumah mewah di tengah hiruk piruk kota, sedang berduka. Padahal hari ini merupakan hari istimewa untuk yang sedang merayakan. Benar, hari ini hari Natal. Hari yang seharusnya di sambut dengan suka cita, canda tawa, dan senyuman yang selalu menyapa. Bukan tangis pilu, tatapan kosong atau wajah sedih yang sedari tadi terpatri.
Mama William disini, bersama William, Wildan dan juga Willona. Ada juga beberapa rekan kerja dan orang-orang kepercayaan Ayah Serina, serta teman-teman Serina yang turut hadir menghibur.
Serina mengasihani mereka, harusnya saat Natal seperti ini mereka gunakan untuk berkumpul bersama keluarga, bukan menemani Serina mengantar Ayahnya ke peristirahatan terakhir.
Beliau memang punya wasiat, jika meninggal harus di kuburkan di samping sang istri. Serina mengabulkan hal itu, bahkan sedari dulu sudah terdapat tempat kosong di samping makam ibunya.
"Tabur bunga untuk Ayahmu," kata pria paruh baya yang merupakan manager di kantor Ayahnya sekaligus sahabat dekat sang Ayah.
Serina mengambil keranjang bunda itu, tersenyum pilu. Menaburi kuburan baru itu dengan bunga, tidak terlihat menyenangkan walau berwarna warni.
Proses pemakaman sudah selesai, orang-orang banyak yang menepuk bahkan mengusap bahu Serina sebagai tanda menguatkan. Serina tidak melihat siapa saja itu, matanya terus berfokus pada dua kuburan yang bersebelahan. Yang satu masih baru, yang satunya lagi sudah lama.
"Erin, anak Mama..."
Serina merasakan dirinya di rangkul, tentu dia tahu siapa itu. Rangkulan yang sebenarnya semakin ingin membuat Serina terus menangis.
"Erin, Erin masih punya Mama."
Sedari saat proses pemakaman, Serina tidak menangis. Dia menahan semuanya agar orang-orang tidak terlalu merasa kasihan padanya, setidaknya orang akan berpikir kalau Serina kuat.
Namun, di rangkulan ini, di pelukan hangat ini, Serina menumpahkan segalanya.
"Ma, Tuhan ambil semuanya dari Erinnn!" jerit Serina berlinang air mata.
Mama William ikut menangis melihat gadis kuat ini ternyata sangat rapuh di pelukannya.
"Tuhan ambil semuanya Ma! Tuhan ambil Ibu, Tuhan ambil Ayah, Tuhan ambil kebahagian Erin. Tuhan ambil semuanyaaaa!" Tangisan itu benar-benar pilu, menggema di setiap penjuru TPU.
"Tuhan kasih ujian buat Erin, karna Tuhan tau kalau Erin anaknya yang kuat."
"Erin nggak kuat Maaa!!!" Serina menjerit lagi. "Bahkan Erin nggak punya alasan buat senyum lagi sekarang!"
"Erin nggak tau, kenapa Tuhan kasih takdir Erin begini. Kenapa orang-orang bahagia dengan hidupnya sedangnkan Erin enggak?!"
Di belakang mereka, Willona juga terisak pelan tanpa suara. Melihat Serina yang begitu menderita karna kehilangan Ayahnya, membuat hati Willona ikut terluka. Tuhan membiarkan dia mengambil cinta yang Serina punya, sekarang Tuhan juga mengambil Ayah Serina. Untuk ini semua, Willona merasa dia juga bersalah.
Sama halnya dengan William, laki-laki yang pernah berjanji akan menjaga Serina. Sebenarnya malu William datang ke sini, makam Ibu Serina terasa mengawasi. Seolah sedang berteriak pada William kalau penderitaan Serina disebabkan oleh laki-laki itu.
"Pulang yuk," ajak Mama William pelan. Serina mulai berhenti meraung dengan tangisan, gadis itu kini menatap Batu Nisan Ayahnya dengan tatapan kosong.
Mama William mencoba sekali lagi. "Erin, pulang yuk."
Serina menggeleng lemah. "Erin mau disini Ma, rayain Natal bareng Ibu sama Ayah."
KAMU SEDANG MEMBACA
December to January [✓]
FanfictionMengapa Perpisahan yang terjadi di Desember, membawa dampak besar pada hari-hari di Januari? Start : 111221 Finish : 280122