Suasana di kamar rawat Willona terkesan sunyi, hanya ada dentingan sendok disini karna yang punya kamar sedang makan.William menatap Willona dengan tatapan Serius, hendak bertanya hal yang serius juga.
"Kamu bilang kamu hamil anak aku, terus kenapa dokter bilang kamu nggak hamil?!"
Willona tersenyum manis. "A-aku emang nggak hamil. T-tapi aku bisa hamil da---"
"Kamu bohongin aku Willo?! Kamu kok tega sih!!!"
William menatap Willona tidak habis pikir, dua hari setelah kecelakaan yang menimpah Willona dan Serina, William baru berani mengutarakan isi hatinya dan bertanya tentang kehamilan Willona sekarang.
"Aku tega? Bukan Willie, aku cinta sama kamu itu adalah jawabannya. Makanya aku lakuin ini biar kamu tetep jadi milik aku."
William menutup mulut terkejut. "Waah, aku bener-bener nggak nyangka kamu bisa lakuin ini Willona. Kamu udah gila yaa?!"
"Aku nggak gila William, aku cinta sama kamu. Aku ngelakuin ini semua buat kamu. Aku sampe harus pura-pura jadi orang depresi biar kamu mau balik ke aku."
William terdiam, menatap Willona dengan tatapan tidak percaya. "Jadi k-kamu ngg---"
"Ya enggak lah! Aku nggak depresi, aku cuma cinta sama kamu. Bahkan saat aku tahu kamu udah punya Serina di hidup kamu, aku tetap cinta sama kamu. Sampe akhirnya aku berhasil singkirin Serina. Kamu itu terlalu memabukkan untuk aku Will, sayang banget kalau yang dapetin kamu cewek gampang di begoin kayak Serina."
"TUTUP MULUT KAMU WILLONA!!" teriak William kuat.
"Kenapa? Baru tahu yaa? Yahh, aku kira yang bego cuma Serina, ternyata kamu juga."
"Semuanya, cuma sandiwara aku biar bisa dapetin kamu sepenuhnya. Depresi, masalah orang tua, hahaha mohon maaf aja nih, aku udah nggak punya orang tua, orang tua aku udah meninggal karna aku bunuh, dan Kakakku? Ada sih cuma kayaknya gatau deh kemana."
"Oh iya, trauma? Aku nggak punya trauma sama indonesia. Anjirlah orang aku tiap libur juga balik ke sini."
"Aku nggak nyangka kamu segampang itu buat dibegoin ya Willie."
Setelah Willona berkata begitu, pintu ruangan rawatnya terbuka, menampilkan Mama William dan Wildan yang datang sambil membawa makanan.
"Daaan, maybe Mama sama adik kamu juga sama."
William menoleh ke belakang, muka Mamanya dan adiknya tampak kebingungan.
"Diem, nggak usah bilang apa-apa!" seru William tegas pada Willona.
"Kenapa? Kamu takut?"
William menatap Willona dengan tatapan tajam.
"Kenapa, William?" tanya Mama William segera.
Willona tertawa pelan. "Eeum, jadi gini Mama Mertua, menantumu yang ini sebenarnya nggak hamil."
"Maksud kamu apa?"
"Maksud aku tuh, ya aku emang lagi enggak hamil anak William. Aku cuma pura-pura hamil biar bisa nikah sama William," kata Willona tertawa kecil.
"Ah, awalnya aku kira ini bakal susah, apalagi aku tahu kalau William masih punya Mama sama Adeknya. Eh taunya malah gampang banget, soalnya Mama sama Adeknya juga gampang dibegoin."
Wildan berjalan mendekat ke arah Willona, lalu berusaha untuk menyakiti gadis itu, namun William menahan adiknya.
"DASAR PEREMPUAN MUNAFIK!!" teriak Wildan keras.
Willona menggeleng. "Ssssttt, nggak boleh teriak-teriak adik ipar, ini rumah sakit."
"Oh iya, aku juga mau bilang kalau pas aku sama Serina kecelakaan, aku sempet suntik Serina pakai racun. Doain aja semoga dia masih bisa selamat, katanya lagi koma yaa? Ya ampun kasian!!" ledek Willona.
Mama William maju dan menjambak rambut Willona. "DASAR PEREMPUAN TIDAK TAHU DIRI!! KAMU AKAN SAYA MASUKKAN KE PENJARA SEKARANG!!"
"Ma, udah ma berhenti." William memberhentikan aksi Mamanya, membuat Willona lagi-lagi tersenyum penuh kemenangan.
"Mau masukin ke penjara? Kayaknya nggak bisa deh, soalnya abis ini aku sama William bakal mati bareng."
Willona mengeluarkan pistol dari bawah bantalnya, mengarahkan pistol ke arah William.
"Willo, kamu mau ngapain? Willo, nggak lucu!" seru William tegang. Takut kalau Willona sampai benar-benar nekat.
Willona terkekeh. "Aku mau ngapain? Ya mau tembak kamu lah sayang, terus abis itu aku tembak diri aku sendiri. Biar kita bisa mati bareng. Gimana, seru 'kan?"
"Kamu gila yaa?!"
Tersenyum miring, Willona berteriak, "IYA WILLIAM, AKU GILA KARNA KAMU!!"
Willona terkekeh lagi. "Kalau nanti aku mati, kamu juga harus mati dong. Biar nggak ada yang bisa milikin kamu lagi selain aku."
Willona lagi-lagi mengarahkan pistol itu ke arah William, Mama William sudah sangat ketakutan, begitu juga Wildan.
"Wildan, cepet panggil Polisi!!" seru sang Mama.
Willona kali ini tertawa keras melihat wajah panik Mama William serta William.
"Oh iya, aku juga mau bilang kalau aku kesel sama Mama Mertua, soalnya Mama mertua lebih suka sama Serina daripada aku. Kenapa sih Ma? Istrinya William 'kan aku, kenapa Mama lebih sayang ke Serina?"
"Bahkan Mama selalu buatin makanan kesukaan Serina walau dia nggak makan bareng kita, mama selalu cerita semua hal tentang Serina pas kita ngumpul bareng. Aku benci banget dengernya deh, beneran."
Willona kembali menyambung ucapan. "Terus lagi, William kenapa selalu respon pas Mama ngomong tentang Serina? Kenapa nggak bela aku aja?"
William terus menggeleng, maju ke arah Willona namun, Willona berseru terlebih dulu."
"Jangan maju, atau aku tembak Mama kamu?" tanya Willona santai.
William kembali terdiam, membuat Willona mengangguk puas. "Pinter banget sih suami aku."
"Oke, waktunya siap-siap. Sekarang kasih kata-kata terakhir kamu ke Mama kamu sekarang," suruh Willona.
William menggeleng keras. "Enggak, kamu jangan bercanda Willona."
"Siapa yang berbicara sih sayang, humm? Aku serius nih, yuk buruan kata-kata terakhirnya. Aku kasih waktu 10 detik."
William berusaha maju dan mengambil pistol dari tangan Willona, tapi gadis itu terlalu waspada dan menyadari.
"Eits, aku nyuruhnya kamu ucapin kata-kata terakhir yaa, bukan buat maju dua langkah ayo mundur."
Mama William menatap Willona dengan tatapan tajam. "Dasar perempuan gila, saya nggak akan biarin kamu sakitin anak saya!!"
William menatap mamanya yang sekarang sudah berdiri di hadapanya, sementara Willona berdecak malas.
"Ckck, aku lagi nggak mau liat drama ibu sama anak ya Mama mertua, jadi minggir sana sebelum aku tembak." Willona berkata dengan senyum manis, tapi di situasi seperti ini, itu tergolong sebagai senyum iblis.
Mama William tidak beranjak, dia bahkan merentangkan tangannya. "Saya tidak takut, silahkan tembak saya sekarang tapi jangan sakiti anak saya!"
Willona menguap menanggapi. "Mama mau aku tembak beneran? Yaudah deh kalau Mama maksa, tapi jangan salahin aku yaa, 'kan Mama yang minta."
Pistol yang di pegang Willona kini terarah dengan lurus ke dada Mama William, membuat William langsung melototkan mata melihat aksi nekat Willona. Jari Willona mulai bersiap-siap untuk melepaskan peluru.
"Willona kamu jang---"
DOR!!
"WILLIAM?!!!!"
Heheheh aku putusin buat lanjut aja, gantung banget kalau nggak sampe tamat😭🤘
KAMU SEDANG MEMBACA
December to January [✓]
FanfictionMengapa Perpisahan yang terjadi di Desember, membawa dampak besar pada hari-hari di Januari? Start : 111221 Finish : 280122