5. Sebenarnya hatimu milik siapa?

162 43 18
                                    

Willona menatap William yang sudah bersiap-siap, sesuai yang mereka sepakati kemarin bahwa William akan kembali ke Indonesia hari ini. 

"Aku kayak nggak rela, tapi aku juga nggak bisa nahan kamu disini mulu." William menatap Willona ketika mendengar celetukan perempuan itu.

William mendekat ke arahnya, memegang kedua pundaknya dan berkata, "Willo, kalo kamu emang belum ngerasa sehat, aku bisa disini beberapa hari lagi kok."

Willona menggeleng. "Enggak, aku udah nggak papa kok. Kamu cuma harus terus telfon aku, biar nggak kumat. Kamu tau 'kan, aku tenangnya cuma pas denger suara kamu doang." William mengangguk mendengarnya.

Di tariknya Willona ke dalam pelukannya. "Bakal sering telfon kamu kok, tenang aja."

Puas berpelukan, Willona melepaskan pelukan mereka. Berlari memasuki kamar, lalu keluar lagi dengan membawa jaket tebal. Di luar dingin, mungkin sebentar lagi Amsterdam akan turun salju.

"Ayo, aku anter." Dengan senyum cerah, perempuan itu menyambar kunci mobilnya dan menarik William keluar apartemen.  

Mobil dikendarai Willona melaju dengan kecepatan normal, bahkan mungkin tergolong sangat lambat. William hanya mampu mengulum senyum, menyadari bahwa perempuan ini tidak rela dia pergi.

"Sehabis natal, aku balik ke sini deh," kata William tiba-tiba.

Willona yang sedang menyetir, langsung menoleh. "Nggak bisa pas natal aja yaa?"

"Nggak bisa sayang, aku harus natalan sama keluargaku." William seperti tidak enak hati ketika mengatakan ini.

Willona tersenyum hambar. "Ah iya juga yaa. Yaudah deh, kita masih bisa Video Call."

"Maaf yaa?" William mengusap rambut Willona, Willona tersenyum manis.

"Nggak Papa kok, bukan salah kamu juga."

Di menit-menit selanjutnya hanya ada hening yang menemani mereka. William merasakan kecanggungan ini karna jawabannya tadi. Sejujurnya, William 'pun tidak ingin berkata demikian karna William tahu yang berhubungan dengan keluarga amat sangat menyakitkan bagi Willona.

Ah, entah Willona trauma atau sudah terlalu muak. William tidak tahu, yang pasti Willona sangat tidak menyukai keluarganya.

Sampainya di bandara, keduanya turun dari Mobil dan berjalan beriringan.

Willona menatap William dengan tatapan berarti, membuat William rasanya tidak ingin kembali jika harus meninggalkan Willona disini.

"Kamu.... bakal balik 'kan?" tanya Willona ragu.

"Iya, sayang." William tersenyum menatap Willona yang sudah menunduk.

"Aku cuma takut kamu nggak bakal ke sini lagi."

William tertawa pelan. "Hei, aku masih kuliah disini. Dan kamu, kamu juga masih ada disini, orang yang aku sayang."

"Jangan lupa ngasih kabar aku yaa," kata Willona sambil memeluk William.

William tersenyum hangat. "Iya siap, tuan putri."

"Hati-hati, salam sama orang-orang di Indonesia."

"Aku sayang kamu, Willona."

Willona mengangguk pertanda setuju.  "Aku juga sayang kamu, William."

Pesawat yang membawa William mulai lepas landas, William menatap Kota Amsterdam yang padat dari atas sini, kota yang terlihat sangat sibuk. Kota yang sudah dia tinggali selama kurang lebih 3 tahun, bagaimana awalnya dia di beradaptasi dan saat-saat dimana dia bertemu Willona.

Senyum tipis miliknya terbit, sungguh dia sedang menertawakan kebodohannya sekarang. Tentang bagaimana dia bisa berada di situasi seperti ini, situasi yang membuat dirinya bisa saja menerima umpatan seluruh manusia di bumi.

William sadar dia salah, Meninggalkan yang istimewa untuk menemui yang istimewa lainnya.

William : Aku pulang hari ini, bawa oleh-oleh buat Kamu.
William : Sampai ketemu besok💛

***

Serina memekik senang ketika mendapatkan pesan dari William, akhirnya kekasihnya itu akan datang lagi. Kali ini Serina pastikan, tidak akan ada yang mengganggu kencannya satu bulan dengan Williamnya.

Bahkan kali ini perempuan itu mulai menulis list baru tentang bagaimana mereka menghabiskan hati, tempat-tempat atau hal-hal yang sekiranya tidak akan membuat William bosan. Kendati Serina bertanya tentang apa sekiranya yang seru akhir-akhir ini pada teman-temannya.

"Kalo menurut gue nih Rin, lakuin hal yang dia suka aja. Bisa jadi 'kan yang orang bilang itu seru, tapi malah William nggak suka."

Masuk akal, mengapa Serina tidak terpikir sampai disana. Dari pada membuat dirinya repot, mengapa tidak melakulan hal-hal yang di sukai William saja?

"William suka apa?"

Tanpa berpikir dua kali, Serina bisa langsung menjawab. "2B. Buku dan Bunga."

"Wah, langka." Serina tertawa mendengar celetukan itu. Ya, Williamnya memang kutu buku yang tampan.

"Saran gue, ajak dia ke taman bunga. Kan banyak tuh destinasi taman-taman bunga sekarang, atau bawa aja jalan-jalan ke hutan kota."

"Bener juga, kayaknya gue sama dia belum pernah tuh jalan-jalan ke hutan kota. Atau camping gitu 'kan, pasti seru."

Serina puas dengan idenya bersama teman-temannya, memikirkan bagaimana William akan bahagia nanti sudah membuatnya tidak berhenti senyum.

***

Dengan insiatif sendiri, Serina menjemput William di Bandara hari ini. Dengan suasana hati yang baik, Serina hampir menyapa semua orang yang dia temui.

"Kenapa gue seantusias ini yaa? Padahal minggu lalu juga ketemu William." Serina tertawa karna perkataannya sendiri.

Ketika mendapat pesan dari William bahwa dia sudah mendarat, Serina dengan segera merapihkan penampilannya. Memastikan tidak ada baju yang miring atau cabai di antara gigi, tidak juga dengan bau mulut. Semuanya harus sempurna ketika bertemu William nanti.

Serina berkata akan menunggu di dekat pintu masuk saja agar William tidak perlu mencari-carinya lagi, begitu melihat perawakan laki-laki itu, Serina tidak bisa membendung kebahagiaannya.

"Willie!" seru Serina, berlari dan memeluk William.

William membalas pelukannya. "Kangen Erin."

Serina tersenyum. "Kangen Willie juga."

William semakin mengeratkan pelukan mereka. "Maaf yaa, kemarin nggak bisa lama-lama bareng kamu."

"Nggak papa, lagian penelitian kamu penting 'kan? Aku nggak papa kok, lagian sekarang kamu udah disini lagi."

William masih merasa bersalah, Serina benar-benar percaya kepadanya tentang penelitian itu. Memikirkan bagaimana jika nanti Serina tahu apa yang sebenarnya terjadi, William rasa tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Maafin aku yaa?" Terus meminta maaf membuat Serina hanya menyatukan alis kebingungan.

"Aku gapapa, nggak usah minta maaf lagi.

William membuka tangannya. "Sini peluk lagi, aku masih kangen."

Serina masuk lagi ke dalam pelukan itu. Pelukan yang beberapa jam lalu juga menjadi pelukan favorit Willona.

"Aku sayang kamu, Serina."

Serina tertawa pelan. "Iya, aku juga sayang kamu. Pake banget!"

Sungguh William sangat jahat. Berpisah dengan Willona sembari mengucap kata sayang, bertemu Serina juga kembali dengan kata yang sama.

"Gue emang goblok, jahat, dan nggak pantes buat mereka berdua. Tapi gue bisa apa? Gue nggak bisa ninggalin salah satu buat hidup bahagia dengan salah satunya," kata William dalam hati.

William, sebenarnya hatimu milik siapa?

December to January [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang