Happy Reading
*****
"Ma–maaf."
"Pfftt, hahahaha .... Bisa-bisanya."
Semburat merah di pipi Nei semakin terlihat jelas. Ia menunduk malu sambil menggigit bibir dalamnya. Sementara itu, laki-laki di depannya belum juga berhenti tertawa. Itulah yang membuat pipi Nei semakin memerah karena menahan malu.
"Fero, stop ketawa, plis .... Diliatin orang," mohon Nei. Ia menoleh ke kanan ke kiri. Ternyata benar yang ia katakan, banyak pasang mata yang mengarah ke mereka berdua. Lebih tepatnya ke arah Fero yang masih terbahak.
"Huh .... Lo, hahaha ... bisa-bisanya! Hahaha!" tawa Fero tak terbendungnya.
Nei terpejam kuat. Ia jadi malu sendiri karena Fero tak hentinya tertawa. Hujan sudah mulai mereda, jadi tawa Fero terdengar kencang hingga seberang jalan. Bahkan, orang-orang yang makan di warteg sebelah halte ikut menoleh menatap heran Fero. Rasanya Nei ingin menghilang saja sekarang.
"Fer, udah! Gak ada yang lucu tau. Aku cuma emm ... kurang fokus aja tadi," celetuk Nei.
Fero mulai menghentikan tawanya. "Jadi minta tanda tangan, nggak?" goda Fero.
"Ish! Enggak! Aku kira kamu tadi beneran Fenly," ketus Nei dilanjutkan menggerutu.
"Siapa itu Fenly?? Kenal aja enggak gue," balas Fero diakhiri tawa.
"Kamu mah nggak ngerti sama perUn1ty-Un1tyan!" sungut Nei kesal. "Ngapain nyamperin aku? Kamu dari mana emang? Tadi dicariin tante Fifah, loh."
"Lo nunggu angkot?" tanya Fero.
Nei menggeleng. "Enggak. Mau pulang."
"Jalan kaki?" Nei mengangguk.
"Bareng gue aja. Gue anterin. Masih agak deres ini, kalo badan lo gak tahan, bisa sakit nanti," ajak Fero.
"E–enggak usah, makasih. Aku jalan kaki aja gak papa," tolak Nei.
"Serius? Lo nggak inget Ibu lo kemarin masuk rumah sakit? Lo mau nambahin?" Fero menakut-nakuti.
Nei terdiam. Bener juga kata Fero.
"Udah, ayok gue anter!" Fero menarik tangan Nei untuk memasuki mobilnya. Nei lantas terkejut dengan gerakan tiba-tiba laki-laki itu. Dengan terpaksa, Nei pun menerima ajakan Fero.
Kini Fero sudah duduk di kursi kemudi — tepat di samping kanan Nei. Perempuan itu menoleh ke arah Fero, berniat untuk menatapnya sekilas saja. Namun, saat itu juga laki-laki itu melepas topi kemudian menyibakkan rambutnya ke belakang.
Deg
Sungguh, Nei berasa satu mobil dengan Fenly. Ya, Fenly Un1ty. Mengapa Fero bisa sangat mirip dengan idolanya yang satu itu. Ia tak bisa mengalihkan tatapannya. Nei terpaku. Model rambut, mata, bulu mata lentiknya, bibir, senyumnya kenapa bisa mirip sekali? Hanya saja, hidung Fero sedikit lebih mancung.
"Woy!"
"Eh." Nei sontak tersadar ketika diciduk Fero. Lagi dan lagi ia malu karena laki-laki di sampingnya ini. Ia beralih menatap ke luar untuk menutupi semburat malunya.
Diam-diam, Fero juga ikut salah tingkah karena sadar ditatap lama oleh Nei. Mengapa? Karena seperti yang dikatakan Key tempo lalu bahwa ia menyukai Nei. Ia jadi merasa percaya diri kalau Nei juga ada perasaan padanya. Tapi, jangan-jangan dia kayak gitu gara-gara gue mirip sama si Fenly Fenly itu tadi. Ah, gak jadilah! gerutu Fero dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear You [END]
Teen FictionKalian di sana dikenal banyak orang, sementara aku di sini diacuhkan. Aku hanya bisa diam menyaksikan kalian dengan perantara layar. Mendukung kalian tanpa melakukan apapun. Ya, kita memang sangat berbeda dari banyak segi. Aku mengagumimu, dan aku i...