Disarankan untuk menenangkan pikiran sebelum baca biar bisa khusyuk sampai ke relung hati yang paling dalam, wkwkwk :)
Gimana puasanya, lancar jaya kan??
Happy Reading
Saat ini Nei sudah duduk di kursi roda yang diambilkan Fero beberapa menit lalu. Jika kalian bertanya, bagaimana Nei bisa duduk di sana? Tentu saja dengan bantuan dua orang yang kini berdiri di kedua sisi Nei. Key dan Fero. Mereka saat ini masih di dalam ruang rawat Nei.
Sebelumnya, Fero sudah bertanya pada dokter apakah Nei boleh dibawa keluar ruangan atau tidak dan dokter pun menjawab boleh, namun harus tetap dijaga keadaannya. Tidak boleh terlalu lama.
Infus perempuan itu pun masih terpasang di punggung tangannya dengan tiang penggantung yang berdiri tegak di samping kirinya. Sementara di pangkuan Nei, terdapat sebuah buku coklat yang merupakan buku hariannya. Buka yang di dalamnya tertulis banyak sekali curahan hati Nei selama ini.
Perempuan itu menatap Key dan Fero secara bergantian. "Makasih. Maaf, ya. Lagi-lagi aku ngerepotin kalian."
Key terkekeh. "Ya elah, Kak. Lo nggak pernah ngerepotin kita kali. Ya udah, sekarang ke tamannya?"
Nei mengangguk. "Iya."
"Kalian berdua aja nggak papa, 'kan? Gue mau ke toilet dulu," pamit Fero.
"Iya, nggak apa-apa kok, Fer," balas Nei seraya mencetak senyumnya.
"Ya, sana! Daripada lo ngompol nanti di sini, malu-maluin," canda Key dan langsung dihadiahi tamparan di bibirnya oleh Fero.
"Kurang ajar lo jadi adek!" sungut Fero lalu keluar.
Key menatap tajam punggung Fero yang kian menjauh dan menghilang. Ia berdecak kesal sambil mengelus-elus mulutnya. Banyak umpatan ia sematkan pada Abangnya saat ini.
"Key," panggil Nei.
"Eh, iya." Key menyengir lalu meraih pegangan pada kursi roda yang diduduki Nei.
"Ayo, Kak," ujar Key yang mulai mendorong kursi rodanya. Nei tersenyum tipis dan mengangguk.
Di pertengahan koridor, mereka melihat Puput yang berjalan dari arah berlawanan. Begitupun sebaliknya. Lantas Key menghentikan dorongannya hingga Puput benar-benar berdiri di hadapan mereka.
"Kalian mau ke mana? Nei, kamu kan baru siuman," ucap Puput disertai kernyitan di dahinya.
"Pengen cari angin, Bu, di taman," balas Nei.
"Emang dibolehin dokter?" tanya Puput.
"Boleh kok, Tan. Tadi Bang Fero udah tanya sama dokter." Bukan Nei yang menjawab, melainkan Key.
"Ya udah kalo gitu, hati-hati loh, ya. Jangan lama-lama, takut nggak baik buat kondisi kamu, Nei," ujar Puput sambil mengelus rambut putrinya.
Key dan Nei kompak mengangguk. "Iya, Ibu," balas Nei.
"Ibu ke mushola dulu kalo gitu. Hati-hati," pamit Puput yang lagi-lagi dibalas anggukan dua perempuan itu. Wanita paruh baya itu pun pergi.
Key kembali melanjutkan perjalanannya hingga tibalah mereka di taman rumah sakit yang terlihat sangat menyejukkan. Rerumputan hijau dengan air mancur di tengahnya. Keindahan itu bertambah ketika sinar matahari yang akan tenggelam menyorot membuat setiap mata menipis ketika melihatnya.
"Di sini aja, Key," pinta Nei. Lokasinya saat ini hanya beberapa meter dari air mancur.
Key mengangguk nurut. Ia melepas genggaman tangan pada pegangan lalu berdiri sedikit jongkok di samping kanan Nei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear You [END]
Ficção AdolescenteKalian di sana dikenal banyak orang, sementara aku di sini diacuhkan. Aku hanya bisa diam menyaksikan kalian dengan perantara layar. Mendukung kalian tanpa melakukan apapun. Ya, kita memang sangat berbeda dari banyak segi. Aku mengagumimu, dan aku i...