Hari kejadian
Seumur hidupnya, Eric baru dua kali merasakan ketakutan. Pertama waktu Lucas narik tangannya dan ngebawa dia ke apartemen Guanlin di hari dia kehilangan sosok itu untuk selamanya. Hari itu benar-benar hari yang gak akan pernah Eric lupain. Hari dimana dia liat temennya— sahabatnya yang udah dia anggap adiknya mengambang di dalam bathtub dengan wajah yang super pucat dan bibir yang membiru.
Hari itu Eric ngerasa hancur, dia yang selalu bersikap tenang mendadak gak bisa berpikir apa-apa selain kenapa? Kenapa harus jalan ini yang diambil temennya? Kenapa gak bisa bertahan sedikit lagi? Dan kenapa harus temennya?
Itu adalah ketakutan pertama Eric. Ketakutan akan kehilangan. Dan ketakutan kedua Eric adalah waktu Jeno dan Renjun kecelakaan. Waktu ngeliat Jeno terbaring di ICU dengan semua alat-alat mengerikan yang menempel di tubuhnya Eric marah. Entah kenapa dia marah. Dan lagi-lagi pertanyaan itu muncul di kepalanya, kenapa harus temennya lagi?
Seumur hidupnya, Eric selalu dikenal dengan sosok periang dan santai. Pria itu tumbuh di negeri orang seorang diri menjadikannya pribadi yang lebih bisa mengontrol emosinya dengan baik. Eric selalu tersenyum, dia selalu berpikir realistis dan menghadapi masalah dengan tenang.
Tapi kali ini, ketika sekretarisnya menghubunginya dan berkata anaknya kecelakaan, Eric udah gak bisa mikir lagi. Bayangan-bayangan waktu Jeno dan Renjun kecelakaan dulu langsung memenuhi kepalanya. Eric keluar dari ruang rapat dan langsung melesat ke rumah sakit dengan bibir yang tak henti merapalkan doa selama perjalanan. Apalagi ketika membaca berita dan melihat kondisi mobil Maverick yang ringsek, Eric benar-benar merasakan ketakutan ketiga dalam hidupnya.
Namun ketika si pengusaha itu masuk ke dalam salah satu ruangan dan disambut oleh cengiran khas anaknya, Eric udah mau ngelempar Maverick dengan tablet yang dia bawa. Bisa-bisanya itu anak masih nyengir disaat tubuhnya masih terbaring di ranjang dengan sekantong cairan infus dan sekantong darah di sisi ranjangnya.
"Apaan sih lebay amat, Mave gak pa-pa, tuh liat udah bisa duduk— ADUH! PAPI IH LIAT NIH DADDY MUKUL AKU." Dan detik itu juga Eric bener-bener mukul anaknya pake pulpen.
"Kamu tuh ya, tau gak Daddy hampir aja jantungan pas denger kamu kecelakaan?"
"Ya kalo Daddy jantungan terus meninggal nanti aku punya Daddy baru—"
Pletak
"DADDY!"
"Anak kamu tuh kak." Eric mijit pangkal hidungnya terus noleh ke Jacob yang lagi benerin infusan Maverick bikin si dokter langsung noleh terus senyum.
"Udah, Mave juga jangan jail ah, nanti berdarah lagi tangannya." Jacob berkata lembut seraya ngusapin kepala anaknya. Maverick yang dapet pembelaan langsung ngejulurin lidahnya ke Daddy-nya.
"Kenapa sih bisa kecelakaan? Bener kamu mabuk?"
"Astaghfirullah nggak dad, suudzon terus."
"Ya lagian kalo mabuk pagi-pagi Papi sita semua aset kamu biarin aja ke lokasi syuting naik bus." Jacob liatin anaknya yang langsung diem. Tapi tadi setelah di periksa aman kok, di tubuh anaknya gak ada alkohol. Berarti bener-bener kecelakaannya bukan karena pengaruh alkohol.
"Tapi ini beneran gak kenapa-kenapa kak?" Eric noleh ke Jacob yang langsung dijawab anggukan.
"Gak pa-pa, cuma benturan dikit sama kekurangan darah dan untung stok masih ada— Jangan banyak gerak!" Jacob melotot ke anaknya yang membuat Mave langsung menyengir.
"Tadi perasaan ada Juno, kemana?" Kata Mave. Tadi waktu dia sadar di UGD iya kok dia liat Juno, ya walaupun samar-samar tapi dia yakin itu Juno.
"Udah pulang, mau ke tempat pacarnya katanya." Eric jalan ke ranjang, ngusapin kening anaknya yang ada goresan-goresan. Di pipinya juga ada. Mave yang dapet usapan itu memejamkan matanya, Eric tuh walaupun sebelas dua belas sama Hyunjin, tapi kalo anaknya lagi sakit pasti bakalan jadi ayah yang siaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetsalt
FanfictionDestiny 3rd book (disarankan baca destiny dan destiny 2.0 dulu biar nyambung) Yang Rengga inginkan hanyalah sekolah dengan tenang sampai hari kelulusannya nanti tapi semuanya berubah ketika seorang siswa paling berpengaruh di sekolah tiba-tiba mengh...