Setelah adegan di depan kafe tadi, setelah Rengga menarik tangan Bintang untuk menjauh dari sana, kini dia duduk di jok belakang motor Bintang dengan cowok itu yang mengendarai motornya.
Selama perjalanan, kedua terdiam. Entah Bintang yang terlalu takut untuk mengeluarkan suara, atau justru Rengga yang menghindari segala obrolan karena sejak dia naik ke motor itu, air matanya gak berhenti mengalirkan.
Walaupun Rengga menangis tanpa suara, tapi hanya dengan melihat dari pantulan spion saja Bintang sudah tau kalau keadaan cowok manis itu gak baik-baik aja.
Entahlah, Rengga sendiri gak tau kenapa dia malah menangis. Bukan, bukan karena pipinya yang terasa sakit akibat pukulan keras Juno, bukan juga karena punggungnya yang nyut-nyutan. Tapi melihat Juno yang memukul Bintang dengan membabi buta, Rengga ngerasa kecewa. Padahal belum ada satu bulan Juno bilang akan berhenti berkelahi tapi lihat, cowok itu dengan gampang mengingkari. Apalagi ketika mengingat kejadian semalam, tingkat kekecewaan Rengga pada cowok itu meningkat.
"Ngga udah sampe." Ah bahkan Rengga gak sadar kalau motor Bintang sudah berhenti di depan gerbang kosan. Cowok itu mengusap pipinya yang basah lalu turun dari motor.
"Ayo kamu masuk dulu, aku obatin lukanya." Rengga memberikan senyum tipisnya. Senyum yang siapa saja tau kalau cowok itu tengah berusaha baik-baik aja. Dan karena tidak enak untuk menolak, akhirnya Bintang mengangguk. Dia memasukkan motornya ke dalam setelah tadi Rengga membukakan gerbang.
Walaupun ini bukan pertama kalinya Bintang bertamu ke kosan Rengga, namun tetap saja rasanya canggung. Mereka emang udah kenal lumayan lama, tapi ini pertama kalinya Bintang masuk ke dalam kamar Rengga yang terlihat rapi.
"Aku ambil obat dulu, kamu tunggu disini." Kata Rengga setelah menyimpan tasnya di atas meja belajar. Dan tanpa mendengar sahutan dari Bintang, cowok itu udah terlebih dahulu keluar kamar dan turun ke dapur untuk mengambil es batu.
Rengga mengambil mangkok kecil dan mulai mengambil beberapa es kecil. Cowok itu terdiam, merasa dejavu dengan kegiatannya itu. Dia ingat dulu juga pernah mengambil es batu untuk mengobati luka Juno ketika untuk pertama kalinya cowok itu datang ke kosan dengan wajah babak belur.
Rengga gak akan pernah lupa malam itu, malam yang sama dengan dia yang membuka hatinya dan membiarkan Juno masuk kesana.
Dan yang jadi pertanyaannya sekarang, kalo dulu Rengga gak bersikap seperti itu, apa hubungan mereka akan sejauh ini?
"Lo udah balik? Tadi Juno kesini nyariin." Suara dari belakang dan tepukan di pundak hampir saja membuat Rengga menjatuhkan mangkok yang sedang dia pegang. Dan ketika menoleh, Rengga langsung melihat wajah terkejutnya Yeda.
"Anjir itu muka lo kenapa?" Yeda maju satu langkah dan memegang sisi wajah Rengga membuat ringisan itu kembali terdengar.
"Siapa yang ngelakuin ini?"
"Apaan sih?" Rengga ngelepasin tangan Yeda dan kembali pada pekerjaannya.
"Rengga—"
"Apa sih Yeda? Udah ah aku mau ke kamar." Rengga mendorong pelan pundak cowok itu dan buru-buru naik sebelum Yeda menyerbunya dengan banyak pertanyaan. Rengga tau, Yeda itu bukan tipe orang yang puas dengan satu jawaban.
Makanya sebelum itu terjadi, dia langsung masuk ke kamarnya. Menguncinya dari dalam dan berjalan ke kasur, duduk di atas karpet dengan Bintang di sampingnya.
"Maaf ya lama." Rengga membungkus es batu dengan handuk kecil dan hendak menempelkan ke luka Bintang sebelum tangannya di tahan.
Bintang mengambil handuk itu dan dia usapin ke luka di sudut bibir Rengga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetsalt
FanficDestiny 3rd book (disarankan baca destiny dan destiny 2.0 dulu biar nyambung) Yang Rengga inginkan hanyalah sekolah dengan tenang sampai hari kelulusannya nanti tapi semuanya berubah ketika seorang siswa paling berpengaruh di sekolah tiba-tiba mengh...