"Vampir?"
Hina menatap (Name) tak percaya. Lebih tepatnya, ia berpikir bahwa apa yang dikatakan temannya ini hanyalah omong kosong belaka. Bisa saja setelah tak sadarkan diri selama dua hari, kepala (Name) setengah konslet dan mengakibatkannya berbual hal yang tidak-tidak.
"Iya Hina! Vampir! Aku liat vampir!"
(Name) menekankan kalimatnya. Raut wajahnya terlihat serius, tidak ada kebohongan yang tersirat dibalik sepasang lautan merah.
"(Name)-chan... Mendingan (Name)-chan istirahat lagi ya... Aku tau kok, kondisi (Name)-chan belum sepenuhnya baik. Mangkanya, (Name)-chan sampai ngigau kayak itu,"
Mendengar ucapan sang teman yang nampak sama sekali tak percaya membuat (Name) mendengus kesal. Bisa-bisanya disaat ia tengah serius, gadis di depannya ini malah menganggapnya sedang melawak. Padahal semuanya memang asli. Dia memang melihat makhluk menyeramkan itu.
"Aku ga bohong Hina.. Suer deh! Aku liat bener. Dia vampir. Vampir beneran!"
Alih-alih benar percaya, Hina malah menggeleng pelan sembari menarik simpul manis seolah menyangkal ucapan (Name) dengan halus. Gadis itu langsung bangkit dari duduknya. Meraih ponsel di meja nakas lalu kembali menatap teman gadisnya itu lembut.
"(Name)-chan istirahat ya, Hina mau ke sekolah. Takemichi-kun udah nunggu di bawah.."
Mata (Name) membulat. Lalu dengan cepat menarik tangan Hina yang hendak pergi hingga membuat tubuh gadis itu terbalik dengan sangat paksa.
"Kok pergi si?!"
Ucap (Name) kesal.
"Hina mau sekolah, bentar lagi masuk kelas loh..."
"Lah? Aku ditinggal dong??"
"Ya gimana ya, Hina gamau bolos (Name)-chan... Hm, sebagai gantinya, nanti malam Hina nginep sini deh!"
Bukannya senang, gadis dengan permata merah itu malah memanyunkan bibirnya. Ia masih merasa kesal.
"Aku takut tau! Yakali disuruh nunggu sampe malem? Keburu aku pipis di celana ni!"
Hina geleng-geleng kepala tak percaya. Merasa konyol sendiri dengan tingkah laku gadis di depan mata. Sungguh kekanak-kanakan. Tapi juga menggemaskan.
"(Name)-chan..."
Sekali lagi, gadis itu mendengus.
"Iya deh iya! Gak lagi! Yaudah sana pergi. Hush hush."
"Ohh, ngusir nih?"
"Nggakkkk.."
Hina terkekeh pelan. Lalu berpamitan sekali lagi dan setelahnya ia pergi bersama Takemichi.
Melihat kepergian sang sahabat entah kenapa membuat (Name) merasa sangat sepi. Ia merebahkan diri di atas ranjang dan memejamkan mata dengan pelan.
Jujur saja, sedari dulu ia memang ingin memiliki teman yang dapat mengisi kekosongan di dalam diri maupun hatinya. Ia ingin memiliki teman yang selalu bisa menjaganya. Ia ingin memiliki teman yang bisa menggantikan kepergian kedua orangtuanya sebagai sosok pengisi rasa sepi.
Ia selalu sendirian. Tinggal di apartemen sendiri. Makan sendiri. Tidur sendiri. Bahkan apa-apapun sendiri. Untung saja paman dan bibinya yang berada di Yokohama dengan senang hati membiayai kebutuhan hidupnya. Jadi dia tidak perlu repot-repot untuk mencari uang dan menambah pikulan beban yang berat dalam kehidupannya.
Setidaknya ia masih bisa bersyukur.
Jika ada yang bertanya mengapa ia tidak memilih untuk tinggal bersama paman dan bibinya? Maka (Name) akan menjawab, "Yokohama nggak lebih dari kota asing. Jadi, lebih baik kalo aku tetep tinggal di kota ini. Walau resikonya aku bakal sendirian, tapi itu jauh lebih baik ketimbang harus tinggal di kota orang"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗜𝗥𝗜𝗗𝗘𝗦𝗖𝗘𝗡𝗧╵ʷ.ⁱᵐᵃᵘˢʰⁱ
Vampire❱ 𝗶𝗺𝗮𝘂𝘀𝗵𝗶 𝘄𝗮𝗸𝗮𝘀𝗮 ⩩ 𝗶𝗿𝗶𝗱𝗲𝘀𝗰𝗲𝗻𝘁 ──; ✰, bahwasanya dunia kita berbeda. lantas, salahkah jika aku ingin bersama? .... apapun keadaannya, aku mohon, jangan pergi, waka...