━╍ 32 🦇

161 25 4
                                    

Ini adalah seusatu yang berat bagi Wakasa.

Harus terpaksa menjauhi cinta pertamanya hanya karena tidak ingin melihat dirinya terluka dan juga tersiksa.

Selama tiga hari ini Wakasa terus-menerus memperhatikan gadis itu tanpa henti. Gadis yang tengah dilanda ketakutan akan hilangnya dirinya itu ia perhatikan secara lamat.

Terdapat rasa kasihan luar biasa di dalam hatinya yang bahkan ia sendiripun tak tahu harus bagaimana. Karena Wakasa sendiri yakin, bahwa hanya inilah satu-satunya cara agar gadis itu tetap baik-baik saja.

"Kejar dan tangkap aku dimanapun aku berada. Kalau kau berhasil, aku akan dengan senang hati menyerahkan diri dan menikahimu setelah itu. Tapi dengan satu syarat,"

"Lepaskan (Name), dan biarkan gadis itu hidup dengan tenang. Karena mulai sekarang, aku akan pergi dari kehidupannya dan menjadi buronan resmi kalian."

Sebuah kesepakatan konyol. Namun tetap Wakasa tempuh hanya demi keselamatan dan kehidupan gadis itu.

Jika ditanya siapa yang salah, maka jawabannya adalah Wakasa.

Karena pria itulah yang dari awal berusaha untuk masuk ke dalam kehidupan (Name) walaupun ia tahu bersatunya mereka adalah sebuah kata mustahil.

Dan berakhir iktana ini membuat dirinya sakit. Berusaha mati-matian menelan ego dan rasa hanya demi tak ingin melihat si dia terluka.

Wakasa memendam semuanya sendiri. Biarlah rasa ini ia pendam dan simpan sendiri. Maka dari itu di sinilah ia sekarang berada. Berdiri di depan hadapan seorang gadis yang tengah kacau atas perginya sosok Wakasa.

Pria itu tak bisa melihat tangisan gadis ini terus-terusan mengalir. Maka dari itu ia akan melakukan satu-satunya cara terakhir ini.

Dan semuanya usai.

"Waka, kamu pulang?? Kamu abis dari mana aja Waka?? Kok gak balik-balik. Aku nyariin kamu Waka.. Aku khawatir.. "

(Name) menghujani Wakasa dengan ribuan pertanyaan tanya. Memegang lengan si tuan kuat namun dibuat terkejut setelahnya karena Wakasa tiba-tiba menepis sentuhan itu.

"Aku mau pergi."

Nada dingin dan kata-kata pahit itu langsung membuat tubuh (Name) meremang dam wajahnya kembali memanas. Namun sebisa mungkin ia menahan tangis karena akan susah baginya jika harus berbicara sambil mengeluarkan air mata.

"M-maksud kamu apa Waka? Kamu mau pergi kemana? Aku mau ikut, boleh ya.."

"Silahkan. Aku mau pergi dari kehidupanmu."

Tubuh (Name) seketika mematung dan air matanya mengalir dengan tiba-tiba.

"N-nggak lucu Waka! Kamu mau prank aku ya? Aku lagi gak ulang tahun Wakaa, kurang sopan ih bercandanya!"

"Aku serius."

(Name) terdiam sejenak dengan raut wajah yang sangat kacau. Seperti tak percaya dengan apa yang diucapkan sosok ini. Sosok yang selama tiga hari ini ia cari-cari keberadaannya.

"K-kenapa Waka? Kok tiba-tiba bilang gitu? Kamu marah ya sama aku? Aku buat salah ya? Maaf Waka.. Aku minta maaf.. Tapi tolong jangan pergi..."

"Gak bisa. Aku harus pergi."

"W-waka.. Kenapa? Kenapa mau pergi? Apa alasannya?"

"Aku gak bisa bohong (Name). Aku gak suka kamu."

Bak disambar petir, hati (Name) bergemuruh hebat dengan dada yang luar biasa sesak.

"Kamu, gak suka aku?"

"Iya. Aku gak suka kamu."

(Name) tersenyum depresi. Wajahnya sembab karena air mata tak kunjung berhenti untuk mengalir deras. Gadis itu terlihat sangat kacau.

"Jadi bener ya Waka, kamu pacarin aku karena kasihan aja? Jadi semua ucapan manismu itu bohong?"

"Ya. Kau henar."

(Name) semakin dibuat kacau. Merasa tak habis pikir dengan pria ini. Reflek gadis itu langsung memukul-mukul dada bidang Wakasa lantaran geram. Sakit karena merasa dipermainkan oleh kenyataan.

"Tega kamu Waka tega kamu!! Kejam! Aku benci kamu Waka! Aku benci!!"

Wakasa diam. Tetap diam walaupun dadanya sesak bak ditimpa ribuan peti mati. Berusaha bersikap acuh walau raganya begitu ingin merengkuh tubuh yang tengah tak berdaya itu.

"Trus apa artinya semua ini Waka??!! Kenapa kamu slalu baik sama aku hah?!! Kenapa kamu selalu bersikap baik seolah kamu suka sama aku!! Kamu peduli, jagain aku, bikin aku nyaman, bahkan kamu ngasih aku gelang sama hadiah ini, itu semua apa artinya Waka!!"

"Gak lebih dari balas budi karena udah nampung aku di sini."

"Hhah. Gitu ya Waka? Jadi ini permainanmu? Trus kenapa sekarang pergi? Udah nemuin rumah baru yang lebih asik iya?"

"Cukup (Name). Aku gak ada waktu buat ladenin kamu. Aku harus pergi."

"Gak bisa Waka!! Gak semudah itu ngelepas kamu!! Jangan pergi kumohon, aku masih sayang kamu Waka!!"

"Cukup (Name). Hubungan ini bikin aku sakit. Tolong ngerti."

"Ya Waka! Aku tau!! Dan aku pengen bersikap egois dengan nahan kamu biar tetap ada di sini!! Aku gak peduli sama perasaan kamu Waka, aku pengen egois!!"

"Terserah (Name). Aku gak peduli."

"Gak Waka enggak!!"

"Lepas."

"Argh!!"

(Name) terjatuh saat mencoba menahan Wakasa yang hendak pergi menuju ke ambang jendela. Pria itu mendorong tubuh (Name) kuat dan terkejut saat gadis itu tiba-tiba merosot kuat ke tanah. Namun ia mencoba tetap acuh dengan tetap berjalan ke arah jendela.

Mendengar suara rintihan yang selalu berhasil membuat hatinya berdebar membuat langkahnya terhenti. Ia tidak bisa melakukan ini. Ini terlalu kelewatan.

Wakasa kemudian segera berbalik dan berlari menuju gadis itu. Memeluk tubuh lemahnya yang masih dalam posisi duduk. Dan (Name) pun yang terkejut langsung saja membalas pelukan itu dengan erat seolah tak ingin jika pelukan ini lepas lalu sosok itu pergi.

"Maaf (Name). Aku terpaksa lakuin ini."

Wakasa kemudian melepaskan pelukan itu sepihak. Menatap wajah kacau si gadis yang juga tengah menatapnya bingung.

"W-waka?"

Wakasa tersenyum lembut. Menahan rambat pahit yang begitu menjalar dalam diri. Ini terlalu berat. Semua ini terlalu menyakitkan baginya.

Dunia mereka berbeda. Mereka tidak akan bisa untuk bersama. Ini demi (Name). Demi kebaikan gadis itu. Wakasa sekali lagi menekankan kalimat itu pada dirinya sendiri.

Lalu satu tangannya bergerak naik, mengulurkan jari telunjuk dan jari tengah tepat ke arah kening si gadis sebelum menepuk permukaan halus itu dengan pelan.

"Sekali lagi, maaffin aku (Name). Aku terpaksa lakuin ini."

"Ini demi kamu. Demi keselamatanmu. Jaga dirimu baik-baik."

"Karena aku, aku sayang sama kamu."

Wakasa kembali tersenyum.

"Hasta lavista, baby."

"I love you.."



——————————


Terbangun di atas ranjang dengan tubuh yang luar biasa kaku, (Name) terduduk seraya memegang kepalanya yang terasa begitu nyeri dan juga sakit.

Hari sudah menjelang pagi. Matahari nampak bersinar terang. Burung-burung berkicauan dan (Name) teringat bahwa ia harus berangkat ke sekolah.

Saat ia hendak beranjak dari ranjang, tiba-tiba saja sebuah gelang yang melingkar di pergelangan tangan menyita seluruh atensi miliknya.

Lantas, keningnya berkerut. Merasa heran dan juga sedikit merasa familiar dengan gelang bermotif kuno tersebut.

"Perasaan, aku gak pernah punya gelang model ginian deh,"











_TBC_

𝗜𝗥𝗜𝗗𝗘𝗦𝗖𝗘𝗡𝗧╵ʷ.ⁱᵐᵃᵘˢʰⁱTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang