Wakasa menurunkan (Name) dengan perlahan di gedung belakang sekolah. Gadis itu akan menimba ilmu walaupun Wakasa sudah menyuruhnya untuk beristirahat dulu sejenak di rumah sampai Kondisinya membaik. Namun nampaknya gadis satu ini sangat keras kepala hingga mau tak mau Wakasa harus mengizinkannya.
(Name) menampilkan raut wajah gelisah membuat si tuan vampir jadi merasa heran sendiri. Sepanjang perjalanan ke sini pun ia lebih banyak diam ketimbang berceloteh ria.
"Kenapa?" Wakasa memutuskan untuk bertanya. Membuat si gadis tersentak kaget dan langsung memalingkan muka.
Sejujurnya saat ini (Name) tengah memikirkan perkataan Senju kemarin sore. Tentang bagaimana vampir dan manusia yang katanya tidak boleh sampai bersatu. Haruskah (Name) menanyakan itu kepada Wakasa? Ia tidak siap jika harus kehilangan pria itu. (Name) sudah terlanjur nyaman kepadanya.
"Mm, W-waka?"
"Ya?"
"Sampai kapan kita mau jalanin hubungan ini? "
Alis Wakasa terangkat. Merasa aneh dengan pertanyaan gadis itu. Tidak biasanya, pikirnya.
"Senju ngomong hal aneh sama kamu?"
"A-ah, nggak kok! Aku cuma kepikiran aja, soalnya kan dunia kita beda gitu, siapa tau kita-- mm, 👉👈"
(Name) ambigu dengan ucapannya sendiri.
Sedangkan si tuan vampir nampak bingung harus menjawab apa. Ia tahu betul apa yang sebenarnya dimaksud gadis ini. Tapi haruskah ia jujur sekarang? Ia tidak sanggup melihat netra indah itu memancarkan kesedihan. Wakasa tidak sanggup melihatnya menangis.
Kemudian tangan kekarnya terulur. Membelai lembut surai merah yang indah. Mendaratkan kecupan singkat di kening yang putih. Wakasa berusaha menenangkan si gadis dengan cara menyalurkan kehangatan.
Pipi gembil (Name) merona merah. Jantungnya berdegub kencang. Sentuhan Wakasa memang tidak main-main. Selalu berhasil membuatnya salah tingkah dan nyaman secara bersamaan.
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Entah itu kapan, kita harus punya kesiapan. Dan aku janji, sampai saat itu tiba, aku bakal terus ada di sini buat nemenin kamu. Ngelindungi kamu. "
Setelah mengucapkan itu Wakasa langsung bergegas pergi meninggalkan gadis pujaannya. Jujur saja ia juga malu karena mengatakan hal yang seharusnya seorang Imaushi Wakasa tidak katakan. Bukan tipikal dirinya saja.
Sedangkan itu di sisi lain (Name) nampak termangu di tempatnya berdiri. Entah puas atau tidak dengan jawaban yang Wakasa berikan, tapi tak dapat dipungkiri hatinya merasa bergetar dan pipinya lagi-lagi bersemu malu.
Sekali lagi, setiap sentuhan dan ucapan Wakasa memang tidak main-main.
***
"Kamu yakin udah enakan? Kalo masih sakit mending pulang aja deh, takutnya nanti malah parah.."
Emma menatap cemas sahabatnya yang juga tengah menatap riang dirinya.
Rutinitas pagi, Mikey the CS pasti selalu duduk bergerombol di bangku gadis ayu itu untuk membicarakan berbagai hal random.
"Aku baik kok! Waka yang udah rawat aku!"
"Beneran? Hee, enak banget ya ada pacar, Kenn, kamu kapan gituin aku?"
Emma merengek di pelukan kekasihnya, Draken. Dan pria itu reflek langsung memukul pelan kepala si gadis pirang sampai membuat sang korban mengaduh pelan.
"Aku bukan dokter dasar."
Mereka semua langsung tertawa pelan melihat interaksi keduanya yang terlihat begitu lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗜𝗥𝗜𝗗𝗘𝗦𝗖𝗘𝗡𝗧╵ʷ.ⁱᵐᵃᵘˢʰⁱ
Vampire❱ 𝗶𝗺𝗮𝘂𝘀𝗵𝗶 𝘄𝗮𝗸𝗮𝘀𝗮 ⩩ 𝗶𝗿𝗶𝗱𝗲𝘀𝗰𝗲𝗻𝘁 ──; ✰, bahwasanya dunia kita berbeda. lantas, salahkah jika aku ingin bersama? .... apapun keadaannya, aku mohon, jangan pergi, waka...