Tak ada yang berubah di pagi ini. Semuanya nampak berjalan seperti yang sudah-sudah. Tak ada perubahan. Hanya raut wajah murung (Name) lah yang membuat Wakasa merasa cemas saat pria itu menurunkan tubuh si gadis tepat di belakang gedung sekolahan.
"Masih takut, hm?"
Wakasa mengawali obrollan sebelum pamit pulang. Pria itu membelai lembut pucuk kepala gadisnya dan dibalas anggukkan kecil oleh si puan.
"Waka, jangan tinggallin aku ya.. Aku gamau sendirian..."
Wakasa terdiam. Hatinya bergemuruh hebat. Tak kuasa melihat gadis yang ia cintai sampai seperti ini.
Wakasa tersenyum lembut. Berusaha sebaik mungkin menahan gejolak hati yang terasa sakit.
"Aku bakal terus ada di sampingmu. Walau kamu gak bisa liat, tapi aku bener-bener ada di sana. Percaya aja, aku gak pernah bohong."
(Name) termangu. Ucapan Wakasa memiliki arti. Namun ia terlalu bodoh untuk memahaminya. Lantas, ia pun tersenyum. Mencoba percaya setiap ucapan yang pria itu katakan.
"Aku percaya Waka! Makasih ya, aku dah gak takut lagi!"
Kemurungan di wajah itu lenyap. Tergantikan dengan senyum riang yang mana membuat Wakasa semakin tak tega untuk melangkah pergi.
Pria itu menarik tubuh si gadis. Memeluknya hangat. Mencoba menghapus perasaan bimbang dan takut dalam benaknya. Mengalirkan cinta kasih agar gadis ini percaya bahwa dia mencintainya. Sangat mencintainya.
Inilah jalan terbaik. Wakasa tau itu.
Pelukan berangsur lepas. Meninggalkan rona merah di kedua pipi si gadis.
Wakasa kembali tersenyum lembut. Membelai permukaan pipi gembil menggunakan ibu jari.
"Jaga diri baik-baik,"
Adalah ucapan terakhir Wakasa, sebelum tubuhnya menghilang dari jarak pandang (Name).
Senyuman gadis itu berangsur pudar. Entah kenapa hatinya masih bergejolak takut. Pikirannya berkelana bebas bahkan di saat gadis itu berada di tengah jam pelajaran.
(Name) memandang putihnya awan di luar sana seraya menopang dagu. Hatinya begitu kacau dan perasaannya tidak enak. Kejadian semalam membuat sekujur tubuhnya meremang takut dan juga hangat secara bersamaan.
Takut saat semua bercak darah yang entah dari mana berada di dalam kamarnya. Dan hangat saat Wakasa dengan penuh kekhawatiran mendekap tubuhnya hingga ia terlelap.
Kadang (Name) juga bingung. Bagaimana perasaan Wakasa yang sebenarnya padanya? Terlalu sukar untuk mengungkapkan rasa, namun juga terlalu hangat jika memang benar tidak cinta.
Cukup kecewa saat pria itu menolak untuk mengatakan perasaannya yang sebenarnya padanya. Namun ia juga merasa senang karena Wakasa telah menemaninya seharian penuh kemarin. Mereka menghabiskan banyak waktu berdua tanpa ada gangguan. Walau pria itu terkesan risih dan tidak ingin, tapi ia tetap menuruti semua pintaan (Name) hanya karena tak ingin melihat dirinya bersedih.
Sederhana, namun berhasil membuat (Name) merasa sangat bahagia.
Ia tak ingin pria itu pergi. Ia menginginkan si dia tetap tinggal. Menetap dalam lingkaran rasa. Tanpa adanya kata perpisahan.
Bisakah?
Bisakah sekalipun dunia mereka berbeda?
Dan nampaknya takdir telah menjawab semua pertanyaan gadis itu dengan cepat. Dimana sosok akan Wakasa tidak dapat ia temui disemua penjuru rumah. Dimanapun. Di tempat manapun.
Pria itu benar-benar menghilang bagai ditelan bumi. Tak ada tanda-tanda akan keberadaannya di sekitar sini. Di dalam apartemen, dimana pun itu.
Jantung (Name) berdegub kencang, bergemuruh hebat, terasa sesak. Sosok akan Wakasa benar-benar menghilang. Bahkan sudah menginjak tiga hari ini selepas pertemuan terakhirnya di gedung belakang sekolah pagi hari.
Kemanapun gadis itu mencarinya, Wakasa tetap tidak dapat ditemukan. Sampai di tempat-tempat yang sempat mereka kunjungi pun, Wakasa tetap tidak ada.
Gadis itu sampai meminta bantuan kepada Mikey the CS untuk mencari sosok itu. Dan sampai sekarang belum ada kabar tentang keberadaannya.
Gadis itu merasa frustasi dan tak tau harus berbuat apa. Ia ingin segera menemukan Wakasa dan kembali pada pria itu lagi. Ia tidak ingin sosok dirinya pergi. Sangat tidak ingin.
(Name) lelah. Sangat lelah. Kehangatan yang selalu ia nantikan kini telah pergi dan menghilang. Meninggalkannya tanpa kata permisi. Dan membuatnya kembali ditampar oleh kenyataan bahwa ia akan selalu sial hanya karena urusan percintaan.
(Name) lelah. Gadis itu lelah.
Lalu memutuskan untuk duduk meringkuk di bawah sofa. Menangis sejadi-jadinya. Merasa bahwa dunianya hancur hanya dalam sekali serang.
Ia terlihat begitu kacau. Begitu depresi karena sosok dirinya pergi. Merasa dikecewakan dan dibohongi oleh semua ucapan janji.
"Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Entah itu kapan, kita harus punya kesiapan. Dan aku janji, sampai saat itu tiba, aku bakal terus ada di sini buat nemenin kamu. Ngelindungi kamu. "
Mengingat ucapan Wakasa tempo lalu, membuatnya kembali tersadar, bahwa Wakasa memang tidak pernah ada niat untuk tetap menetap.
"Jadi emang bener ya Waka, kamu pacarin aku hanya karena kasihan. Kejam kamu Waka,"
Lirihnya dengan nada gemetar. Mencengkram kuat kulit kakinya dengan tangis yang makin menjadi-jadi.
"Disaat aku udah terlanjur suka dan nyaman sama kamu, kamu malah ninggalin aku Waka!! Kenapa Waka!!? Kenapa??!!"
ia memekik kencang. Menarik kuat rambutnya sendiri walau itu terasa sakit.
"Kamu risih sama aku? Aku berisik ya? Aku banyak mau ya? Maaf Waka.. Maaffin aku.. Aku janji bakal jadi anak baik! Aku gak bakal nyusahin kamu lagi!"
"Tapi tolong Waka, pulang ke sini... Temenin aku Waka, aku gamau sendirian.. Aku takut Waka..."
"Aku bakal terus ada di sampingmu. Walau kamu gak bisa liat, tapi aku bener-bener ada di sana. Percaya aja, aku gak pernah bohong."
"Tapi nyatanya kamu bohong Waka! Kamu bohongi aku! Kamu sekarang pergi bahkan tanpa pamit sama aku! Kamu kejam Waka! Kamu kejam!!"
"Kamu dimana Waka? Kamu dimana? Pulang Waka pulang, aku sendirian, aku takut..."
"Waka kumohon... Jangan pergi. Aku gamu kamu pergi Waka.. Akus sayang kamu,"
"Waka tolong... Pulang Waka. Kamu dimana? Aku pengen ketemu kamu, pengen dipeluk kamu..."
(Name) menenggelamkan wajah pada lipatan seraya menangis tersedu-sedu.
Tak dapat dipungkiri, hatinya begitu kacau. Begitu sakit dan terasa pedih.
Kesendirian menyelimutinya kembali. kehangatan yang baru saja ia dapatkan kini sudah tiada. Sirna ditelan asa.
Gadis itu tak menginginkan apapun selain Wakasa. Ia hanya ingin pria itu pulang dan menemaninya lagi. Ia tidak ingin pria itu pergi. Ia ingin pria itu tetap tinggal. Bersamanya sampai akhir walau ia tahu dunia mereka berbeda.
Terdengar egois? Iya memang.
Namun nyatanya yang (Name) ingingkan hanyalah sebuah kasih sayang dari seseorang yang ia cintai. Seseorang yang berhasil membuatnya nyaman sampai setengah mati.
Hanya itu. Bukan yang lain.
"Waka..."
Lirihnya lagi seraya menggenggam erat gelang pemberian Wakasa.
Nadanya terdengar pilu. Suaranya begitu pahit dan juga menyakitkan.
"Waka, jangan pergi.. Pulang Waka pulang... Aku mohon..."
"(Name),"
_TBC_
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗜𝗥𝗜𝗗𝗘𝗦𝗖𝗘𝗡𝗧╵ʷ.ⁱᵐᵃᵘˢʰⁱ
Vampiros❱ 𝗶𝗺𝗮𝘂𝘀𝗵𝗶 𝘄𝗮𝗸𝗮𝘀𝗮 ⩩ 𝗶𝗿𝗶𝗱𝗲𝘀𝗰𝗲𝗻𝘁 ──; ✰, bahwasanya dunia kita berbeda. lantas, salahkah jika aku ingin bersama? .... apapun keadaannya, aku mohon, jangan pergi, waka...