━╍ 7 🦇

202 47 3
                                    

Wakasa beranjak dari posisinya. Membalikkan badan, lalu mulai melangkah pergi dengan perasaan kacau luar biasa. Namun sayang, (Name) lebih dulu mencengkram kecil ujung jaketnya, mencegahnya untuk pergi lebih jauh.

Wakasa kemudian menoleh. Menatap netra si gadis yang nampak masih gemetar. Datangkan perasaan bersalah lantaran diri sudah membuat si gadis berparas ayu merasa ketakutan.

"T-tolong jangan pergi. Di luar hujan,"

Manik lilac melebar. Suara penuh getaran itu berhasil mencubit kecil hatinya. Lantas, ditolehkannya pandangan keluar jendela. Menatap langit kelabu basah yang diselingi oleh banyaknya kilatan serta gemuruh petir.

Dan memang benar, di luar sedang hujan.



——————————



Hening menyelimuti. Tak ada tanda-tanda percakapan akan dimulai sejak 15 menit yang lalu. Gemerisik hujan masih terdengar jelas mengguyur permukaan tanah dan atap rumah. Kilatan petir menyambar-nyambar, bergemuruh memekakkan telinga.

Wakasa sedari tadi hanya memandang tak enak gadis kecil yang menempatkan diri duduk di sebelah sana. Sofa ini memanjang, jadi tidak ada alasan bagi mereka untuk duduk bersebelahan.

Kedua tangan terselip di antara lipatan paha. Nampak bergetar. Entah itu menahan dingin mengingat gadis itu hanya mengenakan kaos pendek. Ataukah masih merasa takut tentang perihal kejadian 30 menit yang lalu.

Entahlah. Yang jelas Wakasa tidak dapat memahami pemikiran gadis itu.

Tapi Mengingat (Name) sempat mencegahnya untuk pergi dengan alasan di luar sedang hujan, mungkinkan gadis ini benar-benar tidak takut lagi pada dirinya?

Lagi pula sebelum ini (Name) menjanjikan akan membicarakan sesuatu pada pria itu. Akankah Wakasa harus menagih janji itu sekarang? Tapi sayangnya, kondisi saat ini begitu tidak memungkinkan.

Ngomong-ngomong, Wakasa tadi sempat gemas dengan raut wajah (Name) yang takut-takut dan juga memelas. Membuatnya ingin sekali menikam dan memeluknya jika saja ia tidak diingatkan bahwa saat itu situasinya sedang tidak mendukung.

Sibuk dengan pemikirannya, Wakasa dikejutkan dengan suara gemuruh petir yang dahsyat diselingi dengan padamnya lampu di gedung apartemen.

Namun bukan itu yang membuat Wakasa terkejut. Melainkan teriakan seorang gadis yang disusul dengan sebuah pelukan penuh ketakutan mendarat diatas dada bidangnya.

Ya tentu saja. Siapa lagi kalau bukan (Name).

Wakasa hampir saja dibuat jantungan. Sebisa mungkin ia menahan rasa ini agar kejadian siang tadi tidak terulang kembali. Pria itu menghela nafas gundah. Tanpa membalas pelukan gadis di sana, ia mencoba menetralkan degub jantung yang nampak tiada kira.

"Kau baik?"

Sebuah pertanyaan singkat terdengar pelan. Lalu gelengan ragu-ragu jadikan jawaban.

"Udah aman. Kau bisa lepasin itu,"

Agak ketus, tapi ini juga demi kebaikan Wakasa dan keselamatan gadis itu. Ia tidak ingin berlama-lama terbuai dalam semerbak aroma manis yang diselingi dengan harumnya bau vanilla.

(Name) yang sadar akan tingkah lakunya reflek langsung melepaskan pelukan itu dan membenarkan posisi duduknya. Kali ini ia duduk tepat di sebelah Wakasa. Yang mana pria itu sedari tadi hanya bisa menahan sabar dan tetap berusaha bersikap biasa saja.

"M-maaf,"

Derasnya hujan tak memungkinkan Wakasa untuk tidak mendengar lirihan kecil gadis itu. Ia dengan satu alis miring menatap (Name) penuh dengan tanda tanya.

𝗜𝗥𝗜𝗗𝗘𝗦𝗖𝗘𝗡𝗧╵ʷ.ⁱᵐᵃᵘˢʰⁱTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang