Suasana pagi ini terlihat sangat sejuk ketimbang hari kemarin. Kicauan burung dan udara segar begitu menyapa raga mengingat malam tadi belahan muka bumi ini baru saja diguyur badai lumayan dahsyat.
Kini (Name) sudah siap dengan perlengkapan sekolahnya. Seragam dan ransel punggung tak lupa ia pamerkan pada pria yang saat ini tengah menyantap bosan sarapan pagi di atas meja.
"Wakasa, mukamu kenapa si? Kok kusut gitu? Masakanku gak enak ya? Atau jangan-jangan vampir gak suka nasi goreng?"
(Name) berceloteh di samping tempat duduk Wakasa. Membuat pria itu risih sesaat dan menghela nafas sejenak. Tak dapat dipungkiri, mimpi singkat malam tadi membuat otaknya menerka-nerka akan sebuah arti yang tersembunyi.
"Iya, masakanmu hambar," bohong Wakasa akhirnya. Padahal aslinya masakan gadis itu hampir mendekati kata sempurna.
Berhasil ditipu, membuat (Name) gelagapan parah dan raut wajahnya berubah cemas.
"S-seriusan ya? Perasaan tadi enak kok! A-apa jangan-jangan selera vampir beda ya sama manusia? Duhh, kok baru ngomong si! Mau aku masakin lagi nggak?"
Kegelisahan (Name) membuat Wakasa tersenyum kecil. Lantas, bangkitlah si pria dari tempat duduk. Mengusap sejenak pucuk helaian merah kelabu sebelum berlenggang pergi meninggalkan si gadis.
"Nggak usah, udah kenyang." ucapnya kemudian.
Melihat kepergian Wakasa membuat (Name) langsung berbalik untuk melihatnya.
"E-eh? Kamu mau kemana?"
Wakasa berhenti berjalan. Menoleh, menatap wajah merah yang baginya cukup menggemaskan.
"Nganter kamu sekolah," balasnya enteng.
Dan (Name) pun seketika tercengang di tempat.
——————————
Yang benar saja, Wakasa benar-benar mengantarnya berangkat sekolah. Lihat, sekarang ia sedang berada di gendongan si pria vampir yang tengah melompat-lompat dari satu bangunan tinggi ke bangunan lain.
(Name) berdecak kagum karena ini baru kali pertamanya ia melihat hal semenakjubkan ini. Seru sekali pikirnya.
Ia tak segan-segan berteriak kegirangan lantaran Wakasa membawanya ke tempat yang sangat tinggi lebih tinggi dari gedung pencakar langit.
Wakasa harus ekstra sabar dan menulikan indra pendengaran karena tak tahan dengan pekikan unfaedan gadis pada gendongan. Namun walaupun begitu, tak dapat dipungkiri, hatinya merasa senang hanya dengan melihat belahan bibir itu tersenyum lebar dengan cerahnya.
"Nee Wakasa, kok kamu mau aja si repot-repot nganterin aku sekolah?"
Wakasa menoleh ke bawah. Menatap raut wajah yang juga tengah menatapnya.
"Gapapa, gada kerjaan aja,"
"Ohh. Dari pada itu, mending bersihin rumahku aja deh, itung-itung balas budi yakan?"
Alis Wakasa naik sebelah.
"Gak sudi banget. Kau pikir aku vampir apaan?"
"Hm, iya juga si. Mana ada vampir yang mau disuruh-suruh gitu."
Wakasa diam sejenak. Sebelum kembali menatap udara hampa di depan mata.
"Dimana sekolahmu?" Celetuknya tiba-tiba.
(Name) pun segera mengedarkan pandangan ke bawah sana. Meneliti setiap inci gedung yang terlihat megah dari atas sini. Mencari gedung manakah yang dapat ia sebut sebagai tempat penimba ilmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗜𝗥𝗜𝗗𝗘𝗦𝗖𝗘𝗡𝗧╵ʷ.ⁱᵐᵃᵘˢʰⁱ
Vampiro❱ 𝗶𝗺𝗮𝘂𝘀𝗵𝗶 𝘄𝗮𝗸𝗮𝘀𝗮 ⩩ 𝗶𝗿𝗶𝗱𝗲𝘀𝗰𝗲𝗻𝘁 ──; ✰, bahwasanya dunia kita berbeda. lantas, salahkah jika aku ingin bersama? .... apapun keadaannya, aku mohon, jangan pergi, waka...