Part 41

133K 15.2K 1.5K
                                    

Hai Readers

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai Readers...
Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon di ingatkan ya 😙

☘️☘️☘️

Jillian dan Liam memasuki ruangan Intensive Care Unit (ICU). Dengan langkah beratnya Jillian mendekati papanya yang tidak sadarkan diri. Air matanya menetes, melihat tubuh papanya yang terhubung dengan berbagai peralatan medis melalui selang atau kabel.

Ingin tidak percaya namun inilah kenyataannya, dadanya berdenyut nyeri seakan tertimpa benda berat yang tak kasat mata melihat kondisi papanya.

Jillian mendekatkan wajahnya ke telinga Anson untuk berbicara. "Jill mohon, bangunlah, Pa. Hanya papa yang Jill miliki setelah mama meninggal, Jill tidak memperbolehkan papa meninggalkan Jill seperti mama, papa harus dengar baik-baik perkataan Jill!?" Jillian tahu jika Anson akan menuruti semua permintaan putrinya, Jillian berharap permintaannya untuk menyuruh bangun, di dengarkan oleh Anson. "Apa papa tidak ingat saat bercerita ingin memiliki cucu?" Bisik Jillian. "Bahkan Jill belum bisa mewujudkannya. Papa harus menagihnya, jadi papa harus bangun, ya Pa?" Ia terus mengajak papanya berbicara, berharap papanya mendengarkan semua perkatannya.

Tangisan Jillian begitu memilukan, menyayat hati siapun yang mendengarkannya. Ia menggenggam tangan papanya, menyalurkan kekuatan supaya papanya bertahan dan segera sadar.

Liam memencet-mencet hidungnya, menghalau air mata yang ingin tumpah ketika melihat keadaan mertua serta kesedihan istrinya. Ia mendekati Jillian, menarik tubuh Jillian masuk ke dalam pelukannya.

"Liam, papa akan sadar bukan?" Jillian terus terisak berada di dekapan Liam.

"Tentu. Papa tidak akan meninggalkan putri kesayangannya." Liam mengeratkan pelukannya. Melihat orang yang di cintai berurai air mata, hatinya seperti teriris. "Kita tunggu di depan ya?" Liam membimbing Jillian untuk keluar dari ruang ICU.

Keduanya duduk di depan ruangan Anson.

"Selama ini papa tidak terlalu memforsir fisiknya, papa juga mengontrol makanannya, aku juga selalu menyuruh papa untuk menjaga emosinya. Kejadian traumatis apa yang membuat keadaan papa seperti ini, Liam?" Jillian terus berceloteh, masih mengira-ngira apa yang membuat papanya terkena serangan jantung.

"Ketika memergoki mama tirimu, papa bisa mengontrol emosinya." Gumam Liam menimpali. "Aku sudah meminta rekaman cctv yang mengarah ke balkon. Sopir dan pelayanmu bilang, papa di temukan tidak sadarkan diri disana. Saat kejadian, mama tirimu sudah berada disana." Liam sempat bertanya pada pelayan dan sopir mengenai kejadian tersebut.

Jillian menoleh cepat, "apa papa bertengkar dengan Rosa?" Ia tidak sudi lagi menyebut Rosa mama. "Tapi sangat mustahil, Liam." Tambah Jillian.

"Kenapa mustahil?" Bertengkar sangat wajar menurut Liam, apa lagi mertuanya ingin menceraikan Rosa.

"Kalau hanya bertengkar, papa pasti bisa mengontrol emosinya, aku menduga Rosa mengatakan sesuatu yang membuat papa shock dan berakhir seperti sekarang." Jillian mengemukakan pendapatnya. Papanya adalah pribadi yang tenang, tidak mudah terpancing amarah, ia tidak mungkin keliru mengenali sifat papanya.

Second Life Changes EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang