🔥 belum sempat revisi dan cerita ini termasuk cerita pertama saya. Mohon dimaklumi kalau ada banyak kesalahan dalam penulisan.
Air mata terus mengalir deras kala mengingat bagaimana dirinya difitnah dan dipermalukan. Ia telah mengecewakan papanya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hai Readers... Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon di ingatkan ya 😙
☘️☘️☘️
Sesampainya di dalam kamar, Liam memeluk Jillian dari belakang. Mereka berada di rumah saat ini, pelayan di rumah Anson yang bergantian berjaga di rumah sakit.
"Apa?" Jillian mengusap lengan Liam yang melingkari perutnya.
Liam meletakkan dagunya di pundak Jillian. "Kangen." Rengek Liam.
"Manja." Balas Jillian dengan tertawa kecil.
"Aku ada kabar baik untukmu." Ucap Liam kemudian.
"Apa?" Jawab Jillian penasaran.
"Kemarin Gabby resmi menjadi tersangka dan sudah di tahan." Liam menyampaikan informasi yang ia dapat tentang perkembangan kasus Gabby.
Jillian memutar tubuhnya menghadap Liam. "Kau serius?" Antara tidak percaya dan senang mendengar berita tersebut.
Liam menganggukkan kepalanya, "apa kau senang?"
"Gabby harus mempertanggung jawabkan perbuatannya." Jillian merasa lega karena perbuatan Gabby yang hampir menghilangkan nyawa Ana telah mendapatkan balasannya.
"Orang yang melakukan kejahatan akan lebih sial dari pada orang yang dia perlakukan dengan jahat." Celetuk Liam menanggapi.
"Itu karena ada dua jenis karma yaitu karma baik dan karma buruk. Tinggal orang itu sendiri ingin mendapatkan yang mana." Jawab Jillian menanggapi. Jika ingin mendapatkan karma baik, tentu saja seseorang harus berbuat baik, begitu pula sebaliknya.
Liam menyentuh pipi Jillian, mengusapnya dengan lembut. "Setuju." Jawab Liam seadanya dengan mata tertuju pada sosok cantik di depannya. Sosok yang mampu memporak-porandakan hatinya, sosok yang telah memenuhi pikirannya, sosok yang memberi warna di kehidupannya.
"Kenapa?" Tanya Jillian ketika Liam menatapnya dengan intens.
Liam tidak menghiraukan pertanyaan Jillian, terhipnotis oleh kecantikan wanita yang berstatus menjadi istrinya tersebut. Dengan sadar, Liam menarik tubuh Jillian, memiringkan wajahnya, kemudian mempertemukan bibirnya dengan bibir Jillian. Satu tangannya menekan tengkuk Jillian untuk memperdalam ciuman mereka, satu tangannya lagi mengusap lengan Jillian dengan gerakan seringan bulu.
Jillian memejamkan matanya, kedua tangannya memegang kerah kemeja Liam, tidak menolak perlakuan Liam karena ia sendiri juga terbuai oleh suasana. Keduanya berciuman dengan erotis, saling mencecap dan menyalurkan kenikmatan satu sama lain.