Ch 179

115 30 0
                                    

Setelah membuka kotak itu, aku bisa melihat permata seukuran kepalan tangan bayi.

Benda itu memiliki warna merah yang dalam dan hidup yang terlihat seperti batu rubi. Aku tahu karena aku pernah tinggal di kuil dalam kehidupan pertama dan keduaku. Itu adalah spinel merah.

Itu biasanya ditambang di tambang spinel milik kuil, dan tidak memiliki fungsi lain seperti spinel biru yang bisa mengandung kekuatan suci.

Untuk alasan ini, para penambang menyebut spinel merah sebagai residu.

"Tunggu, Leblaine. Itu-"

Aku mendengar suara Adrian, tetapi aku sudah mengulurkan tangan untuk mengambil permata itu.

Itu adalah perasaan yang sama seperti ketika aku pertama kali memegang newt, pertama kali aku memanggil iblis. Tanganku bergerak sendiri, seperti ada yang mengendalikan tubuhku.

Saat jariku menyentuh permata...

Boom-!

Raungan besar terdengar dari segala arah seolah-olah itu adalah gempa bumi.

Cahaya menyilaukan terpancar dari permata, dan cahaya itu segera melilit tubuhku.

Kekuatan terkuras dari tubuhku dalam sekejap. Kekuatan yang telah diserap bahkan dalam jumlah kecil melalui batu mana juga ditelan dalam sekejap mata.

"Aduh...!"

Kepalaku rasanya mau pecah, dan aku tercekik. Darah mengalir ke kepalaku seolah-olah aku dicekik.

[Sesuatu seperti kastanye ... aku memakannya ...]

[Halo, Leblaine... tolong.]

[Anak itu ...... Gya!]

[Terlepas dari tujuanmu, aku... ...maksudku.]

[Panggil aku ...... nak.]

Suara terdistorsi dari keluargaku dan Lea melewati pikiranku satu demi satu.

Aku tahu perasaan ini. Masalahnya adalah aku sangat mengatahuinya.

Itu terjadi ketika regresi dimulai lagi.

(Regresi: pengulangan; peristiwa saat leblaine kembali ke masa lalu)

Raungan itu terus terngiang di kepalaku seolah-olah itu adalah peringatan.

'Berhenti, tidak...!'

Suara itu tidak bisa keluar dariku. Pada saat itu, air mata yang memenuhi mataku hampir jatuh.

"Leblaine!"

Adrian memelukku.

Begitu aku bisa merasakan pelukan hangat, suara yang memenuhi kepalaku tiba-tiba berhenti.

Saat napasku berangsur-angsur menjadi stabil kembali, cahaya yang menyelimuti tubuhku menghilang.

Dan kemudian aku merasa tubuhku melayang dan penglihatanku menjadi hitam.

---

Saat itu, Johann, putra tertua Dubblede, tiba di sebuah desa yang ditinggalkan.

Ini adalah rumah dari beberapa korban tirani kaisar, mereka yang kehilangan rumah karena perang melawan imigran, dan mereka yang melakukan kejahatan.

Mereka hidup secara diam-diam, oleh karena itu disebut desa terlantar.

Ksatria dari Dubblede, ditemani Johann, mengetuk pintu rumah yang terbuat dari papan.

Setelah beberapa saat, seorang pria dengan selimut lusuh mengangkat tenda sedikit dengan wajah waspada.

"Siapa itu?"

Leblaine DubbledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang