Aku bergegas maju dan berhasil mengejar Lea dan Adrian.
Aku bersembunyi di rerumputan dan mengepalkan tinjuku saat aku mencoba memanggil mereka.
Sungguh menakjubkan bahwa aku tidak menjadi gila atau mati meskipun aku tidak memiliki kekuatan suci yang tersisa.
Tapi aku tidak bisa membantu mereka.
Tubuhku juga tidak dalam kondisi terbaiknya.
Selain itu, aku tidak memiliki siapa pun di sini untuk membantu dan melindungiku.
Apa yang bisa aku lakukan sekarang?
Apakah ada sesuatu yang bisa kulakukan?
Bukankah aku hanya menjadi beban?
Aku menghela nafas dan menggigit bibirku.
'Bodoh, sejak kapan aku menjadi seperti ini?'
Sebelum aku menyentuh newt, aku tidak memiliki kekuatan suci. Aku juga tidak punya status, tidak punya uang, tidak punya keluarga. Aku telah hidup dengan risiko regresi. Bahkan ketika aku tidak bisa berpikir seperti orang dewasa ketika aku lapar atau sakit, aku masih bertahan.
'Aku tidak takut apa-apa saat itu.'
Aku telah mencapai banyak hal terlepas dari semua rintangan saat itu.
Aku tidak punya apa-apa, tetapi aku selalu berusaha keras untuk melindungi sesuatu. Entah itu aku sendiri atau orang lain.
'Pikirkan, pasti ada jalan.'
Kepalaku pusing, tapi aku dengan tenang melihat sekeliling dan mengingat detail di gunung ini.
Aku meraih bahu Lea.
"Kamu......!"
Lea, yang terkejut, melihat sekeliling dan merendahkan suaranya.
"Aku menyuruhmu untuk kembali. Kenapa kamu datang jauh-jauh ke sini?"
"Aku punya cara untuk mengalahkan musuh."
"Apa yang anak kecil tahu? Anak muda ini sudah membantuku. Ini berbahaya, jadi pergi-"
"Aku akan memancing mereka pergi."
"Tidak mungkin kamu bisa melakukan itu."
Aku menunjuk diriku sendiri dengan ekspresi percaya diri.
"Lihat aku, mereka tidak akan waspada jika bertemu gadis muda sepertiku. Jadi Lea dan Adrian..."
Saat aku membisikkan rencanaku, mata mereka melebar.
---
Aku meraih jubah berlumuran darah dan berlari di depan musuh. Dan begitu aku bertemu musuh, mereka terkejut melihatku.
Ksatria yang berlari ke arahku berkata.
"Itu seorang anak."
"Apa yang dia lakukan di jam ini?"
Seorang pria dengan armor berat yang sedang sibuk memberi perintah di antara para ksatria mendekatiku. Tatapannya beralih ke jubah yang kupegang.
(Armor: baju zirah; baju besi)
"Apa itu?"
"P, pakaian."
Aku berpura-pura ketakutan dan melangkah mundur, pria bersenjata berat itu meraih pergelangan tanganku dengan kasar.
"Ah!"
"Aku tahu itu pakaian. Aku punya mata. Tapi yang kutanyakan adalah siapa pemiliknya. Itu bukan milikmu, kan?"