Setelah selesai dengan salah satu tugas sekolah miliknya, Jeno yang haus itu pun bangkit dari kursi belajarnya dan berjalan menuju kulkas untuk membasahi tenggorokan. Sesaat sebelum langkahnya benar-benar menyentuh dapur, kaki itu sejenak terhenti pada pintu kamar Ibunya yang terbuka.
Mengrenyit heran sesaat, keadaan yang tak biasa itu membuat kakinya gatal untuk mendekat dan ia menemukan Kim Jiho sedang menempelkan satu dari dua buah blouse ditangan dengan tubuh yang mengadap kaca; lelaki itu bisa merasakan antusias yang lebih dari si wanita, sampai Ibunya itu bahkan sama sekali tak menyadari kehadirannya.
"Eomma, Kau terlihat bersemangat sekali, apa ada hal baik yang terjadi?"
Suara Jaemin jadi yang pertama terdengar. Menyela milik Jeno yang sudah diujung tenggorokan, dia juga ikut mendekat sampai akhirnya menghentikan langkah di samping sang kakak.
"Oh, kalian..." yang disapa sebenarnya agak terkejut, tapi antusiasnya berhasil menutupi sampai yang terlihat hanyalah senyum lebar. "Apa itu terlihat?"
Jaemin tertawa. "Tentu saja," katanya. "Rasanya aku benar-benar bisa melihat api mengelilingimu, Eomma."
Perumpamaan itu membuat Jeno mendengus, sementara Ibunya menyahut dengan tingkah yang sama. "Yaaah, itu benar. Ini memang sebuah berita yang sangat, sangat, sangat baik."
"Hooo~" alis Jaemin terangkat tinggi. "Pantas saja tingkah Ayah juga jadi tak biasa hari ini..."
Megikuti si bungsu, Ibu dan kakaknya juga menaikkan alis, namun dengan mimik penasaran tentang apa maksud perlataan Jaemin.
"'kan biasanya setelah mengantar pulang, Ayah akan langsung kembali bekerja. Tapi tadi memasak makan siang untukku dan Jeno dulu..." kalimatnya dijeda. "Mungkin saja ini berarti kalian akhirnya resmi berkencan--"
Betis Jaemin ditendang Jeno dan si adik jadi merintih karenanya; sang kakak itu memang selalu jadi orang yang sensitif jika menyangkut topik berkencan ibunya, apalagi kalau itu berkaitan dengan hubungan Jiho dan Eunwoo yang siapapun tahu sudah sedekat itu untuk orang bisa mengira jika keduanya adalah sepasang suami-istri.
Tawa Jiho terdengar makin keras. "Tidak, tidak. Ini bukan soal itu..." ia terlebih dulu berusaha menenangkan si anak sulung. "Tapi..." sekarang wanita itu sengaja membiarkan kalimatnya mengambang. "Ibu akhirnya mendapat klien pertama! Klien pertama, Jaemin-ah, Jeno-ya! Ibu akhirnya akan menangani kasus sungguhan di Seoul!"
Seruan senang Ibunya membelalakkan mata Jaemin, bahkan Jeno yang biasanya hanya mengangkat alis itu. Secara bersamaan mendekati Jiho, kilatan berapi kini terlihat juga memenuhi mata keduanya.
"Benarkah, Eomma?!"
"Waaah! Akhirnya, akhirnya! Jalan untukmu jadi pengacara terkenal terbuka sudah!"
Jiho mengangguk antusias. "Dan sepertinya..." Sang ibu mendekat, dia juga ikut duduk di dekat keduanya. "Klien ini adalah orang yang sangat penting sampai identitasnya dirahasiakan, yang berarti--"
"Orang kaya?!"
Ketiga orang itu saling pandang, membiarkan pertanyaan Jaemin tak terjawab, sebelum kemudian tertawa dengan Kim Jiho yang merangkul kedua anaknya.
"Kalian ini... memang anak Ibu," ia elus surai si kembar. "Sampai apa yang kita pikirkan pun sama."
Jaemin mengangguk. "Sebuah apartemen mewah dengan pemandangan seluruh kota Seoul benar-benar sudah terbayang di depan mataku, Eomma."
"Tentu, tentu saja. Kalau Ibu berhasil memenangkan kasus pertama dengan klien kaya ini, pasti nama Kim Jiho akan jadi perbincangan dikalangan teman-temannya sampai Ibu akan kebanjiran tugas dan ya, ya, ayo kita beli apartemen mewah setelah itu..." kalimatnya mengambang, rangkulan Jiho pada Jaemin dan Jeno di lepas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Uri Appa✔
Hayran KurguJaemin dan Jeno pikir keluarga yang mereka miliki sekarang sudah lebih dari cukup; keduanya sama sekali tak memerlukan sosok 'Ayah' dihidupnya. Sampai ketika Kota Seoul mempertemukan mereka dengan sosok yang bahkan tak pernah ada sejak sepasang kemb...