Jung Jaehyun rasa, tidurnya hari itu adalah tidur paling nyenyak dalam hidupnya setelah berbelas tahun lamanya. Mata yang membuka tak terasa berat, tubuh pun terasa segar sampai pria itu bisa meregangkan kebatas maksimalnya.
Bangkit dari tidurnya, ia yang sudah sepenuhnya sadar itu memandangi gorden transparan yang sengaja dibiarkan menutupi jendelanya yang sudah terbuka. Sepersekian detik terkejut; karena tidurnya bisa senyenyak itu, padahal sebelumnya ia mudah terjaga hanya dengan suara kecil yang terdengar.
Matanya mulai berkeliling, menjelajahi ruangan yang terasa asing baginya. Itu bukan kamar yang biasa ia tempati, bukan kamar tidur besar dengan interior minimalis yang terkesan sepi dengan kasur luas yang direbahinya sendiri. Tetapi sebuah kamar sederhana dengan berbagai perabotan yang membuatnya terlihat cukup penuh; ciri khas Kim Jiho sekali.
Perempuan yang terbiasa hidup sederhana itu jadi pribadi yang kurang suka membuang barang jika masih bisa dipakai. Termasuk meja rias di sana, yang Jaehyun ingat pernah dilihatnya berbelas tahun lalu; ternyata masih ia gunakan walau beberapa sisinya sudah terlihat sangat usang.
Memperhatikan benda yang bisa dibilang jadi saksi bisu kenangan mereka di tahun-tahun lalu, ada yang menarik perhatian Jaehyun sampai membuatnya berdiri. Mendekati meja rias itu, badannya sedikit ditundukkan untuk melihat deretan bingkai foto kecil yang Jiho taruh di sana, bersandingan dengan beberapa perawatan kulit serta alat make up seadanya.
Itu foto si kembar yang sepertinya diabadikan seiring dengan pertumbuhan mereka. Dengan berbagai macam pose, Jeno dan Jaemin terlihat begitu menggemaskan bahkan saat foto upacara penerimaan SMA mereka. Berdiri dengan senyum di depan gerbang sekolah, kedua anak itu diapit oleh Jiho juga Eunwoo.
Jung Jaehyun merasa matanya memanas; bukan karena iri melihat Cha Eunwoo yang berdiri di sana seperti seorang ayah, tapi menyesali ketidakmampuannya dalam menyaksikan pertumbuhan kedua anaknya, menyesali bagaimana ia sebagai Ayah biologis mereka tak pernah ada di banyak momen penting dan bahkan, setelah itu semua...
Jiho masih memajang potret dirinya diantara momen-momen penting itu. Menggunakan bingkai dengan warna yang lebih mencolok daripada yang lain; Jaehyun tahu itu cara perempuannya menandai sesuatu yang spesial baginya, Jung Jaehyun masih tak tergantikan dan itu membuat dada si pria jadi agak sesak, air matanya hampir saja menetes jika saja tak mencium bau harum yang menggugah selera dari luar sana.
Perut Jaehyun yang seketika terdengar bunyinya, seakan menghisap kembali air mata yang hendak mengalir. Mengarahkan pandang pada pintu kamar yang masih tertutup, ia kemudian melangkah sembari mengusap mata. Ditambah dengan uapan lebar; ia ingin membuat Jiho yang sedang memasak melihat merah matanya sebagai efek bangun tidur. Ini hari pertamanya menghabiskan waktu bersama yang terkasih, jadi tak seharusnya Jung Jaehyun terlihat melankolis begini.
"Oh, kau sudah bangun?"
Suara lembut yang masuk ketelinga Jaehyun bagai sebuah alunan suara kotak musik, begitu menenangkan sampai senyum tak bisa ditahan, begitu juga anggukkan kepala atas pertanyaannya.
"Kalau begitu duduklah, aku sudah membuat sarapan untukmu."
Usapan pada mata dihentikan, sejenak kalimat Jiho membuatnya tertegun sampai pandang beralih pada meja makan; kosong.
"Jeno dan Jaemin kemana?"
"Mereka sudah berangkat sekolah. Katanya harus datang pagi, karena mesti melakukan piket kelas."
Raut wajah Jaehyun kecewa, ia harap bisa sarapan bersama keluarganya hari ini. Tetapi nyatanya, si kembar malah meninggalkan mereka berdua dan bahkan sepertinya, hanya dia yang masih belum sarapan; tiga piring di wastafel sudah menjelaskan semuanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Uri Appa✔
FanficJaemin dan Jeno pikir keluarga yang mereka miliki sekarang sudah lebih dari cukup; keduanya sama sekali tak memerlukan sosok 'Ayah' dihidupnya. Sampai ketika Kota Seoul mempertemukan mereka dengan sosok yang bahkan tak pernah ada sejak sepasang kemb...