- 30 -

450 69 17
                                    

"Eunwoo-ya, boleh kupinjam ponselmu?"

Itu yang Kim Jiho tanyakan saat ia menemukan sosok Cha Eunwoo yang baru keluar dari kamar mandi ketika pintu apartemen lelaki itu dia buka. Terlihat begitu ceria, sampai kening si teman berkerut dalam; penasaran apa yang membuat gadis itu senang ditengah keluhan soal mual trisemester pertama yang berusaha disembunyikan dari semuanya.

"Errr...." matanya Kim Jiho alihkan. "A-aku ingin menghubungi Dokyeom, menanyakan soal praktek hukum perdata lusa."

Tak langsung beranjak dari posisinya, Eunwoo yang tangannya masih diatas kepala dengan handuk di rambut setengah basah itu membeku. Diam memaku pandang pada Jiho, bahkan usapan yang terhenti itu tak berlajut seiring dengan tanya tanpa suara.

Ponsel adalah benda yang cukup langka bahkan dikalangan mahasiswa seperti mereka. Harga yang bisa dibilang selangit kala itu, membuat tak banyak orang bisa memilikinya termasuk Kim Jiho. Maka dari itu, jika ia ingin menghubungi teman-temannya atau membuat janji saat akan bekerja kelompok, Eunwoo-lah yang selalu ia andalkan.

Lelaki itu sendiri sebenarnya tak masalah, bahkan terkesan sudah biasa. Tetapi kali ini, gelagat Jiho terasa agak lain dari biasanya, seperti sedang menyembunyikan sesuatu, tapi Eunwoo tak tahu apa sampai tak bisa bertanya mengenai hal tersebut.

"Hei kenapa menatapku seperti itu?" Jiho bertanya seraya mendekat. Memukul punggung Eunwoo cukup keras, gadis itu terkekeh. "Itu si Lee Dokyeom, yang pernah aku ceritakan soal nilai hukum perdata paling bagus sekelas. Makanya karena sekelompok dengannya, aku jadi sangat bersemangat dan tak ingin melakukan kesalahan sedikit pun."

"Begitukah?"

Jiho mengangguk.

Senyumnya padahal lebar tapi bagi Eunwoo, itu lebih seperti cara untuk meyakinkannya jika memang alasan temannya meminjam ponsel adalah karena praktek hukum perdata yang selalu jadi mata kuliah favorit Kim Jiho.

"Jadi boleh kupinjam ponselmu?"

Walau masih ada ragu, Eunwoo akhirnya menuruti permintaan Jiho. Berjalan menuju kasurnya, sebuah ponsel yang terletak disana diambil. Disodorkannya pada si teman perempuan, tapi saat gadis itu meraihnya, benda tersebut tak lantas langsung si lelaki lepas.
Terdiam dengan mata yang memandang lurus pada kilat bingung Kim Jiho, sebelum kemudian beralih pada perut perempuan itu.

"Kau..." pegangannya sedikit melonggar seiring dengan tatap yang kembali melihat pada wajah si cantik. "Jangan beraktifitas terlalu banyak sampai jadi lelah, ya."

Menarik ponsel yang akhirnya dilepas Eunwoo, alis Jiho naik tinggi. "Kau baik-baik saja?"

"Aku yang seharusnya bertanya begitu, Jiho-ya."

Dibalasnya dengan tawa sahutan itu. "Tentu saja! Aku ini Kim Jiho, hal-hal seperti ini tidak akan membuatku--"

"Tapi sempat beberapa kali, karena menahan mual kau hampir pingsan di kelas! Maksudku, kalau terus seperti itu cepat atau lambat Jaehyun pasti akan--"

"Kau tidak perlu khawatir, Eunwoo-ya. Semua akan baik-baik saja..." sembari memutus omongan sang teman, Jiho sudah asyik dengan kegiatan mengetiknya. "Semua benar-benar akan baik-baik saja. Terimakasih untuk semuanya ya, Eunwoo-ya."

Eunwoo tak bisa menahan alisnya untuk tak berkerut saat melihat senyum Jiho saat itu. Mengembalikan ponsel padanya dan tanpa menunggu Eunwoo bergeming, Kim Jiho langsung saja berbalik. Meninggalkan lelaki itu dengan telepon genggamnya ditangan, barulah saat suara pintu unitnya terdengar di telinga, lelaki ini tersadar.

Kemudian dengan cepat mengecek ponselnya, Eunwoo bersyukur; Jiho yang tak punya ponsel itu bisa dibilang jadi orang yang tak terlalu mengerti kerja benda tersebut, selain menelepon dan mengirim pesan.

Uri Appa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang