- 27 -

551 70 4
                                    

"Kkamjagiya-- Hyewon Noona?"

Bisa Cha Jaemin lihat, alis gadis itu naik. Mengangguk satu kali, tanpa berkata ia sodorkan satu buah kaleng kopi dingin pada si lelaki, yang nampak digunakan untuk mengejutkannya dengan menempelkan benda tersebut ke pipi.

"Kau akan terus membiarkanku seperti ini?"

Tersadar, Jaemin segera meraih apa yang diberi. Kemudian menatap Hyewon lagi, tatapannya lalu dengan refleks membuat lelaki itu menggeser diri; membiarkan si kakak pemilik rumah untuk duduk di sampingnya.

"Noona tidak kuliah?"

"Aku bukan orang yang suka bolos sepertimu, ya...."

Refleks, Jaemin menundukkan kepala untuk melihat apa yang ia pakai; kembali ke sekolah dengan alasan ulangan fisika tentu saja bohong. Di situasi 'genting' seperti tadi membuatnya tak tahu harus melakukan apa selain menghindar dan karena tak punya tujuan, ia yang sudah berjalan cukup lama itu akhirnya memilih duduk di sebuah bangku panjang yang ia jumpai --yang tanpa disadarinya berada tak jauh dari kampus Hyewon.

Jam bahkan belum menunjukkan pukul dua sore dan dengan seragam sekolahnya; siapapun yang melihat Cha Jaemin jelas akan mengira anak itu adalah siswa yang suka bolos.

"Saat di hotel waktu itu, Noona bertanya ada apa denganku 'kan?"

Namun hanya lelaki itu yang tahu, jika bolosnya kala itu bukanlah hal yang disengaja. Ia tak akan melakukannya jika Jeno tak kabur dari rumah, jika tak mendengar berita 'mengejutkan' dari sang Ayah. Bahkan disaat sakit pun; kalau ia masih bisa bangun, ia akan tetap pergi ke sekolah, tapi hari ini semuanya terlalu memusingkan dan ia perlu seseorang untuk 'mendengarkan' keluhannya.

"Saat itu aku mendengar sesuatu yang sangat mengejutkan..."

Dan entah mengapa, ia rasa Kang Hyewon adalah orang yang tepat.

"Apa yang kau bilang tentang Jaehyun Samchon adalah benar..."

Ekspresi Hyewon tak terlihat terkejut, bahkan ia masih bisa menegak minumannya dengan benar. Diam menyimak Jaemin yang sudah asyik bercerita; lelaki itu juga sepertinya tak masalah dengan respon si kakak pemilik rumah. Tetap mengeluarkan semua yang mengganjal dadanya, mulai dari menghela nafas, mengerutkan alis, mengacak-ngacak rambut, sampai gerak tangannya menunjukkan bahwa ia frustasi.

Cha Jaemin benar-benar benci menjadi orang yang tahu semuanya, tapi tak bisa memberitahu siapapun karena tak ingin membuat orang-orang yang terlibat jadi khawatir akan kondisinya.

"Ini sungguh diluar dugaan. Aku kira aku tak akan pernah melihat Ayah kandungku, tapi kenyataannya dia justru ada di dekatku..."

Tangan si lawan bicara yang terjulur padanya membuat kalimat itu mengambang. Jaemin makin tak bisa dibuat bicara, saat tengkuknya ditarik lembut menuju sisi lain wajah Hyewon. Tercium wangi manis menyegarkan, yang membuat kepalanya refleks melemas dan dagu itu tanpa diminta bersandar pada bahu dia yang memeluknya.

"Ternyata kau sudah melalui banyak kesulitan, ya. Maaf karena tak pernah sadar hal itu...."

Elusan pada punggungnya membuat mata Jaemin memanas sampai akhirnya tak bisa menahan tangis. Membalas pelukan Hyewon dengan mencengkram baju bagian punggung gadis itu erat, lelaki itu terisak sambil menenggelamkan wajah di bahu perempuan itu.

"Jadi ini yang kau bilang ulangan fisika? Bab menghitung gaya pendekatan?"

Dua orang yang saling berpelukan itu terkejut, mereka yang tertangkap basah sedang 'bermesraan' itu refleks melepas tautan tubuh masing-masing. Langsung menoleh ke arah sumber suara; Ada Jeno yang sedang menyilangkan tangan di belakang Jaemin. Nafasnya agak terengah dan keringat meluncur pelan menuruni pelipis, tak lupa juga ekspresi wajah kesal dengan kelopak mata yang merendah.

Uri Appa✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang