"Eomma, kau tidak dipecat dari pekerjaanmu 'kan?"
Pertanyaan tajam Jeno kala itu, mengundang satu pukulan di kepala oleh Jaemin yang mengekor. Membuat si kakak kembar refleks menoleh, bagian belakang kepala dipegang dengan wajah masam yang terlihat bersiap mengomeli saudaranya.
"Yaish! Kau ini! Aku ini kakakmu Cha Jaemin! Sopanlah sedikit!"
Sesuai dugaan, bahkan ditambah dengan mengungkit-ungkit statusnya yang lahir dua puluh menit lebih awal itu.
"Aku masih belum menggunakan semua tenagaku," Jaemin menjawab santai dan Jeno melotot. "Lalu kau pikir apa sopan bertanya pada Eomma seperti itu?"
Mulut yang sempat terbuka itu bungkam, elusan kepala yang masih agak nyeri, berhenti. "Aku itu hanya penasaran, ya!" Namun bukan Jeno namanya jika tak membantah dengan kesal. "Maksudku biasanya Eomma..." ia menoleh pada Jiho, yang kini duduk di meja makan dengan ditemani segelas air putih. "Kenapa tersenyum begitu?"
Jaemin yang memang sedari tadi hanya fokus pada Jeno, akhirnya melihat sang ibu dari balik tubuh kakaknya. Mendapati Jiho melakukan apa yang ditanyakan Jeno, keningnya mengrenyit dalam. "Eomma?"
"Tidak, tidak. Hanya saja kalian sangat menggemaskan..."
Kedua anak itu saling tatap, saling bertanya dimana bagian dari anak remaja yang masih bisa terlihat menggemaskan.
"Maksud Eomma, wajar saja jika Jeno penasaran. Maka Jaemin jangan memarahinya begitu," kata Jiho, lalu alisnya diangkat. "Dan sayang sekali, tapi Eomma masih bekerja disana...." kepalanya lalu diangguk-anggukkan. "Hanya istrirahat sebentar, mungkin?"
Jeno dan Jaemin semakin tertarik. Keduanya secara bersamaan melangkah semakin dekat, bahkan kini mengambil tempat di depan sang Ibu.
"Apa ada masalah Eomma? / Apa ada masalah Eomma?"
Seirama, kata yang dipakai pun sama lagi; intuisi orang kembar memang luar biasa.
"Bukan sebuah masalah besar sebenarnya..." jelas itu bohong agar kedua anaknya tak terlalu khawatir. "Eomma sebenarnya merasa agak sedikit tak nyaman saja...."
"Apa ini menyangkut klien pertamamu?"
"Apa orang itu macam-macam padamu Eomma?"
Pertanyan itu diajukan bergantian dan Jiho tercengang; ia pikir Jeno dan Jaemin akan bertanya mengenai tempatnya bekerja, bukan langsung pada klien pertamanya begini.
"Menurut kalian, haruskah Eomma tolak saja kasus ini?"
"Astaga! Apa yang orang itu lakukan padamu Eomma?!"
"Klien sialan! Berani-beraninya melakukan sesuatu yang menyakiti Eomma-ku."
"Sepertinya orang itu tidak tahu kalau Eomma punya kau dan aku yang pemegang sabuk tertinggi bela diri ini..."
"Haruskah kita hajar orang itu, Jaemin-ah?"
"Hei, hei, ini bukan seperti yang kalian pikirkan..." wanita itu berusaha menenangkan anak-anak yang kini berwajah berang. "Klien itu tidak melakukan apa-apa, kami bahkan belum sempat menyapa. Eomma sungguh baik-baik saja..."
Kepala saling toleh lagi, wajah masing-masing dipandanginya. Jaemin tanpa suara menaikkan alis sebagai isyarat 'menyalahkan' Jeno atas insiden alerginya kemarin dan si kakak yang sadar jika itu memang salahnya menghela nafas, wajahnya tertunduk.
"Mianhaeyo Eomma. Ini semua salahku..." kata Jeno. "Kalau saja alergiku tidak separah itu sampai masuk rumah sakit, pasti Eomma dan orang itu sudah menjalin kerjasama..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Uri Appa✔
Hayran KurguJaemin dan Jeno pikir keluarga yang mereka miliki sekarang sudah lebih dari cukup; keduanya sama sekali tak memerlukan sosok 'Ayah' dihidupnya. Sampai ketika Kota Seoul mempertemukan mereka dengan sosok yang bahkan tak pernah ada sejak sepasang kemb...