Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!
Happy reading ☺️
.
.
.
.
.
.
."Assalamu'alaikum," salam seseorang dari balik pintu.
"I-Ibuk, kok ke sini, sih?"
"Eh– maksudnya kok pagi-pagi banget ke sini, bukannya nanti sore?" tanya Rindi gelagapan.
"Jawab dulu salamnya!" titah sang Ibu.
"Eh– wa'alaikumussalam, lupa, hehe." Jawab Rindi disertai cengiran.
"Dasar!"
"Siapa, Dik?" Tanya Novan seraya menuju ke depan.
"Ibuk Mertua, Bapak Mertua. Mari, ke dalam!" Titah Novan setelah menyalami kedua mertuanya itu.
"Kamu nggak berulah kan, Rin?" Tanya Ibuk Rindi seraya memicingkan mata ke arah Rindi.
"Ibuk apaan sih, nggak lah." Jawabnya sambil membawa tas orang tuanya. "Kalian mau pindah, bawa barang banyak banget?"
"Rencana mau menginap semalam di sini," jawab Ibuk.
"Hah!" kaget Rindi sedangkan Novan juga nampak kaget, namun masih ditahan.
"Hah, hoh, hah, hoh?" cibir Ibuk. "nggak papa kan, Nak Novan?" tanya Ibuk yang beralih menatap Novan.
"Enggih, Ibuk Mertua. Mau seminggu pun nggak papa kok." Ucapnya disertai senyuman.
"Enteng banget kalau ngomong," cibir Rindi.
"Kenapa, Nduk?" tanya Bapak.
"Nggak papa, Pak."
"Aku buatin minum dulu," pamit Rindi.
"Kalian baik-baik saja, kan? Apa Rindi menyusahkanmu, Nak Novan?" tanya Bapak.
"Hehe, tidak Bapak Mertua. Alhamdulillah, kami baik-baik saja." Jelas Novan seraya tersenyum.
Setibanya mereka di rumah Rindi dan Novan, kemudian Ibuk menghampiri Rindi yang berada di dapur. Karena kedatangan mereka yang mendadak, Rindi tak sempat membereskan semuanya. Alhasil, ketakutan Rindi pun terjadi juga.
"Apa ini Rindi, kenapa dapur kalian ada sekat?" Tanya Ibuk yang memperhatikan dapur dan sekeliling.
"Ini juga, kenapa masaknya sendiri-sendiri?"
"Rindi, jelasin semuanya sama Ibuk!" Titah sang ibu menghampiri anaknya itu.
"Buk–"
"Buk apa? Jelasin sekarang juga!" tegasnya.
Rindi tak berani menatap sang ibu, ia merasa tak enak, akan tetapi di sisi lain ia juga tak berdaya.
"Kenapa Rindi? Kamu belum bisa menerima Novan? Ibuk paham akan hal itu, tetapi mau sampai kapan kamu seperti ini, kasihan Novan."
Ibuk menarik napas panjang dan menghembuskannya. "Rindi ... semua memang berat, menikah dengan tidak adanya cinta di dalamnya memang sangat berat. Tetapi, kamu percaya kan dengan pepatah Jawa, 'Witing tresna jalaran saka kulina'. Seiring berjalannya waktu, Ibuk yakin kalau kamu bisa menerima Novan sebagai suamimu. Novan sangat mencintaimu, Nak. Terlihat dari sorot matanya, Ibuk yakin bahwa dia adalah imam yang baik untukmu, yang akan membimbing dan membawamu ke jalan yang benar."
Rindi tak kuasa menahan tangisnya, dan ia berhambur ke pelukan Ibunya. "Maaf Ibuk, maaf. Rindi sudah mengecewakan Ibuk, Rindi nggak bisa janji akan hal itu, tapi Rindi akan berusaha menerima dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)
General Fiction"Saya tidak akan memaksa, Dik. Cinta datang karena terbiasa, semoga saja kamu bisa merasakan apa yang saya rasakan sejak empat tahun dahulu hingga sekarang." . . . Sebuah kejadian tak terduga tengah dialami gadis yang kurang percaya akan cinta dan k...