Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!
Happy reading ☺️
.
.
.
.
.
.
."Jangan munafik kamu, Rindi! Saya tahu sifat aslimu bagaimana!" bentak Nanda kemudian mendorong keras bahu Rindi.
Hampir saja Rindi terjatuh kalau Novan tidak menahan tubuhnya dari belakang, "Astaghfirullahaladzim."
"Kamu nggak papa, Dik?" tanya Novan panik.
"Nggak papa, Mas," jawab Rindi.
Novan memandang Nanda sekilas dengan kilatan amarah di matanya, "Kalau kamu laki-laki, saya pastikan sekarang tubuhmu sudah babak belur di tangan saya!"
"Sudah, Mas!" lerai Rindi.
Novan meraih tubuh Rindi agar bisa berhadapan dengannya, "Setelah perlakuan kasar yang kamu dapatkan dari perempuan itu, kamu masih berbaik hati padanya, Dik?"
"Apakah perbuatan jahat harus dibalas dengan kejahatan juga, Mas? Rasulullah tidak mengajarkan hal itu, bukan?" Rindi balik bertanya.
Novan menghembuskan napas pelan kemudian tersenyum pada Rindi, "Maa syaa Allah! Mas memang tidak salah memilih pendamping hidup. Bukan hanya parasmu yang elok, tetapi hatimu pun sangat lembut, Dik." puji Novan kemudian memeluk sang istri.
Nanda yang melihatnya pun tersulut emosi, niat buruknya selalu saja gagal. Dan sekarang, ia harus menyaksikan pemandangan yang sangat menjijikkan, bahkan seharusnya ia yang berada dalam pelukan Novan, bukan Rindi.
Tangan Nanda terkepal kuat kemudian ia menoleh ke kiri dan menemukan sebuah batu besar, senyum licik tercetak di bibirnya. Ia bergegas mengambil batu itu dan ia hendak menghantamkannya ke arah Rindi, saat ia mengangkat batu itu di udara, tiba-tiba ada yang merebut paksa batu itu dari tangannya.
"Istighfar, Teh!" pekik Vita yang merebut batu itu dari tangan Nanda.
Rindi dan Novan pun terlonjak kaget mendengar pekikan dari Vita, begitu pun dengan Nanda.
Vita membuang batu itu ke samping kiri, "Vita kecewa sama Teteh! Kenapa Teh Nanda jahat banget?" ucap Vita penuh emosi. "sadar, Teh! Sadar! Teh Rindi bahkan tidak ada niat buruk sama Teteh, tetapi kenapa Teh Nanda sejahat itu sama Teh Rindi?"
"Diam kamu, Vita!" bentak Nanda.
Vita mematung, selama ini Nanda tidak pernah membentaknya. Bahkan, ia selalu berkata lembut padanya dan selalu menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang Kakak yang baik, tetapi kenapa perilakunya sekarang begini?
"Sudah cukup kesabaran Teteh! Teteh udah nggak kuat dengan keharmonisan A' Novan dan perempuan perebut suami orang ini!" hardik Nanda sembari menunjuk ke arah Rindi dengan emosi di ubun-ubun, bahkan wajahnya pun memerah karena emosinya itu.
"DIAM!" bentak Vita. "Teh Rindi bukan perebut suami orang, justru Teteh yang pantas disebut begitu!"
"Berani kamu bentak Teteh?" sahut Nanda.
Vita menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan perilaku Nanda, "Sekarang Vita sudah tahu sifat asli Teteh. Vita benar-benar bodoh karena sudah termakan hasutan dan kelembutan palsu yang Teteh tunjukkan ke Vita. Vita kecewa sama Teh Nanda!"
"Pergi dari sini, Teh!" bentak Vita.
Nanda berdecih dan memandang remeh ke arah Vita, Novan, dan Rindi bergantian, kemudian ia bergegas pergi dari situ. Sebelum benar-benar pergi, ia mengatakan satu kalimat yang membuat ketiga orang itu mematung.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)
General Fiction"Saya tidak akan memaksa, Dik. Cinta datang karena terbiasa, semoga saja kamu bisa merasakan apa yang saya rasakan sejak empat tahun dahulu hingga sekarang." . . . Sebuah kejadian tak terduga tengah dialami gadis yang kurang percaya akan cinta dan k...