Bertemu Dia Lagi

537 46 11
                                    

Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik

Happy reading☺️
.
.
.
.
.
.
.

Beberapa waktu berlalu dan di sinilah Rindi berada, di sebuah tempat di mana Ibuk dan Bapaknya berada. Seketika hatinya terasa perih kala mengingat penyebab kepergian keduanya, ia berusaha kuat, ia berusaha agar tak menangis di hadapan kedua orang yang ia sayangi ini.

"Perlahan Rindi mulai ikhlas, Buk, Pak. Rindi akan selalu doain Ibuk sama Bapak, kalian harus bahagia ya di sana!"

"Sebenarnya Rindi rindu banget sama Ibuk dan Bapak, Rindi kangen omelan Ibuk, Rindi kangen candaan Bapak," Rindi mengusap air mata yang menggenang di pelupuk matanya. "Rindi kuat kok, Rindi nggak mau terlihat lemah di hadapan kalian. Rindi kuat." imbuhnya disertai senyum yang ia paksa, hatinya benar-benar hancur.

"Rindi pergi ya, Ibuk sama Bapak yang tenang di sana. In syaa Allah, Rindi selalu kirim doa ke kalian. Assalamu'alaikum."

Jalanan kali ini sangat sepi, tidak ada lalu lalang orang seperti biasanya. Rindi berjalan menyusuri jalan ini untuk kembali ke rumahnya, tiba-tiba ada seseorang yang menghadang jalannya. Orang itu berpakaian serba hitam dilengkapi dengan penutup wajah yang membuat Rindi tak mengenalinya. Sontak, Rindi memundurkan langkahnya.

"Jangan mendekat!" tegas Rindi.

Orang itu tak melakukan aksi apa pun, ia hanya diam di tempat dan membuat Rindi binggung. "Siapa, Anda?" tanya Rindi tak mendapat jawaban dari sang empu. Tiba-tiba orang itu mendekat ke arahnya, Rindi langsung berbalik badan dan berlari secepat mungkin, tapi sayang, orang itu juga ikut berlari mengejar Rindi.

Rindi mengucap syukur berkali-kali karena di depan sana ada sebuah angkot, ia berlari dan masuk ke sana dengan tergopoh-gopoh. Tak berselang lama, angkot itu pun mulai berjalan membuat Rindi menghembuskan napas lega. Akan tetapi, orang tadi belum benar-benar melepaskan Rindi, ia mengikutinya dari belakang dengan menggunakan sepeda motor. Rindi menoleh ke kanan, ia kaget karena orang itu terus mengintainya.

"Astaghfirullah! Orang itu kenapa ngikutin aku?" cicit Rindi.

"Kenapa, Nak?" tanya Ibu-Ibu yang menenteng pete di tangan kirinya.

"Emm...., nggak papa, Buk." balas Rindi sopan dan Ibu itu mengangguk.

"Cepat sampai, cepat sampai!" Rindi berdoa terus menerus agar ia cepat sampai rumah. Entah mengapa angkot ini terasa lama sekali sampainya.

"Kiri, Bang!" titah Rindi saat sudah tiba di dekat rumahnya. "terima kasih." ucapnya seraya memberikan uang kepada sopir angkot itu dan bergegas pergi.

"Kembaliannya, Neng!" teriak sopir angkot itu namun Rindi sudah berlari menjauhinya.

"Assalamu'alaikum," salam Rindi yang langsung memasuki rumah.

Di sana terlihat Novan dan Gio sedang menonton televisi yang menayangkan kartun kesukaan Gio.

"Wa'alaikumussalam,"

"Kamu kenapa, Dik?" tanya Novan yang ikut panik melihat kepanikan Rindi.

"A-ada yang ngikutin aku tadi," jawab Rindi dengan napas yang terengah-engah.

"Apa!" pekik Novan. "mana? Mana orangnya?"

"Di depan, Mas," balas Rindi kemudian Novan bergegas ke depan rumah, sampai di sana, ia tak menemukan siapa pun.

"Nggak ada, Dik,"

"Lho, tadi dia ada di situ," tunjuk Rindi ke arah dekat pagar rumahnya.

Flashback on

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang