Sandiwara Terungkap

758 47 8
                                    

Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik

Happy reading☺️
.
.
.
.
.
.
.

"Kenapa?" tanya Rindi yang melihat Novan menatapnya lekat.

Novan mendekat dan melepaskan cadar yang dikenakan sang istri. Ia terus memandangi Rindi dengan tak henti-hentinya menyunggingkan senyum. Kemudian Novan menangkup kedua pipi Rindi.

"Anterin Mas ke rumah sakit!" celetuk Novan.

Rindi terkejut, "Hah! Mas sakit? Mana, mana yang sakit, Mas?"

Novan mengambil tangan Rindi dan meletakkannya pada dadanya yang sebelah kiri. "Jantung Mas berpacu lebih cepat saat berada di dekatmu. Kayaknya ini harus segera diperiksakan!"

Ekspresi Rindi yang tadinya panik menjadi datar, hal itu membuat Novan terkikik geli.

"Eh, kamu nggak muntah?" tanya Novan. "biasanya kalau Mas gombali, kamu langsung muntah." imbuhnya.

Rindi mengernyit bingung, "Iya ya? Aneh."

"Kok aneh? Harusnya kan bagus, jadi Mas bisa sepuasnya gombalin kamu,"

"Tak tutuk lho sampean, Mas!" emosi Rindi. "udah, pergi kerja sana!"

Bukannya segera pergi, Novan malah mendekat ke arah Rindi dan membuatnya mundur perlahan. "M-mau ngapain?"

Novan menoleh ke kanan dan kiri, "Aman. Di sini hanya ada kita berdua, Gio juga lagi sama Umma,"

"U-udah waktunya berangkat lho, Mas. Buruan berangkat kerja!" Rindi benar-benar gugup, entah mengapa ia takut melihat ekspresi Novan yang aneh itu.

Rindi memejamkan matanya kala Novan semakin dekat dengannya, "Mas, jangan macam-macam! Awas ya kalau bertingkah aneh kayak kemarin!"

"Memangnya Mas mau kamu apain kalau bertingkah kayak kemarin lagi?" tanya Novan yang menahan senyumnya.

"Emm...., ya, a-anu, aku ba-,"

Satu ciuman di pipi kiri Rindi berhasil Novan dapatkan.

"Mesum!" cetus Rindi seraya memukul lengan Novan.

"Bebas kalau sama istri sendiri," timpal Novan.

"Hih?" geram Rindi dan menggaruk wajah tampan sang suami.

Novan terkekeh dengan perlakuan Rindi padanya. "Ya sudah, Mas berangkat dulu ya, Istri."

"Hm," jawab Rindi kemudian menyalami tangan Novan. "hati-hati, Mas! Jangan lupa berdoa sebelum berangkat!"

"Siap, Sayangku. Assalamu'alaikum," pamit Novan.

"Wa'alaikumussalam," balas Rindi kemudian memasang kembali cadar yang sempat dibuka oleh Novan tadi.

Selang beberapa menit setelah kepergian Novan, datanglah seorang laki-laki dengan kaos polos berwarna hitam dan celana chargo berwarna cream, tak lupa dengan topi hitam berlambangkan huruf 'A'. Sedari tadi ia bersembunyi tak jauh dari rumah Novan untuk menunggu sang empu keluar dari rumah, baru ia akan melancarkan aksinya itu. Sekarang, dia telah berdiri di ambang pintu, tatapannya jatuh pada Rindi yang hendak keluar rumah sembari menenteng tas ranselnya.

1

2

3

Deg

Netra keduanya saling bertemu, tak berselang lama Rindi langsung memutus kontak mata itu, sedangkan laki-laki di depannya masih setia memandangnya.

"Ada perlu apa?" tanya Rindi yang tak mendapat jawaban dari laki-laki itu.

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang