Menahan Malu

618 44 7
                                    

Beberapa hari berlalu, kini Gio sudah mulai terbiasa dengan keberadaan Novan. Anak kecil pastilah tahu, mana yang benar-benar menyayanginya dan mana yang hanya sekadar berpura-pura. Keduanya terlihat anteng duduk di sofa ruang tamu dengan Gio yang berada di pangkuan Novan.

"Om,"

"Iya, kenapa?"

Gio memajukan bibir bawahnya, "Boleh nggak kalau Gio pegang kumisnya Om?"

Novan tertawa, "Boleh, Sayang,"

Gio berseru senang dan mengangkat kedua tangan ke atas, "Asik!"

Kemudian ia melancarkan aksinya, setelah itu wajahnya murung. "Lho, kenapa kok murung gitu?" tanya Novan yang melihat perubahan pada ekspresi Gio.

"Kumis Om dikit, nggak kayak punyanya Ayah,"

"Memangnya kumis Ayahmu seberapa?"

Gio menegakkan tubuhnya, "Segini," ucapnya seraya membuka telunjuk dan ibu jarinya sepanjang 3 cm. "eh, bukan-bukan. Segini." imbuhnya menambah jarak kedua jarinya.

Novan tertawa keras kemudian menghujani Gio dengan ciumannya, anak itu mengadu kegelian. Kegiatan dua orang berbeda usia itu tak luput dari pandangan Rindi, ia tersenyum bahagia. Waktu itu ia takut kalau Novan tidak akan menerima keberadaan Gio, tetapi pemikirannya salah. Sekarang mereka malah sangat terlihat dekat dan nyaman satu sama lain.

Rindi datang membawa tiga gelas berisikan jus buah naga dan setoples biskuit. Melihat hal itu mata Gio berbinar. "Gio mau," serunya menghampiri Rindi.

Rindi sedikit menghindar dengan aksi tiba-tiba dari Gio agar apa yang ia bawa tidak terjatuh. "Sebentar, Sayang!"

Kemudian ia meletakkan barang bawaannya di atas meja dan Gio pun langsung menyambar jus buah naga dan mencomot tiga buah biskuit. "Satu-satu, Sayang!" titah Rindi.

"Ba-," tutur Novan terpotong saat hendak menasehati Gio agar berdoa dahulu sebelum makan. "berdoa dulu!" titahnya lembut seraya mengelus surai Gio dan anak itu mengehentikan kunyahannya seraya membekap mulutnya.

"Nggak papa, lain kali harus berdoa dulu sebelum...?" ucap Rindi diakhiri kalimat tanya agar Gio melanjutkan ucapannya. "makan," lanjut Gio.

"Oh, iya. Besok saya libur, gimana kalau kita pergi jalan-jalan?" celetuk Novan.

Gio menoleh dengan semangat dan senyum terpatri di wajahnya. "Ke mana, Om?"

"Kamu maunya ke mana?" Novan balik bertanya.

Gio nampak menimbang-nimbang jawaban yang akan ia lontarkan pada Novan. "Emm... Gio pengen ke kebun binatang. Mau lihat badak,"

"Gio suka lihat badak?" tanya Novan lagi. "kalau nanti disruduk gimana?" imbuhnya seraya meletakkan telunjuk tangan ke pangkal hidung dan mengambil ancang-ancang seolah ingin menyeruduk Gio.

"Aaa... takut!" teriaknya berlarian ke sana ke mari.

Sekarang mereka sedang bermain kejar-kejaran, Rindi menangkap Gio dari belakang. "Ketangkep, Om," cetus Rindi dan Novan pun mulai menyeruduk ke arah Gio. Ketiganya tertawa bersama.

🦭🦭🦭

"Jalan pelan-pelan aja, Sayang!" teriak Rindi kala Gio mulai berlari tak sabar ingin melihat badak.

"Ayo, Bunda, cepetan!" seru Gio bersemangat.

"Anak seusianya memang aktif, jadi kamu harus ekstra sabar!" ingat Novan dan Rindi pun mengangguk.

"Asik! Badaknya muncul, Bunda," seru Gio.

"Lihat di sini aja ya, jangan ke mana-mana!" titah Rindi dan Gio pun mengangguk patuh.

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang