Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!
Happy reading ☺️
.
.
.
.
.
.
."Mang, siomay lima ribuan dua, yang satu jangan terlalu pedas. Dibungkus, ya!" ucap seorang gadis pada penjual siomay di dekat kampusnya.
"Iya, Neng. Ditunggu sebentar, ya!" balas Mang siomay dan gadis itu mengangguk.
Sembari menunggu pesanan siomaynya, gadis itu mencoba menghubungi sahabatnya. "Hallo."
"..."
"Lama banget angkatnya."
"...?"
"Udah."
"..."
"APA?! Sekarang Lo di mana?"
"...,"
"Oke, gue ke sana." pungkasnya mengakhiri panggilan telepon.
"Udah, Mang?"
"Udah, Neng, ini." Ucap Mang siomay seraya memberikan pesanan sang gadis .
"Terima kasih, Mang. Ini uangnya," ucap gadis itu kemudian pergi meninggalkan Mang siomay.
"Jangan lari-lari, Neng!" tegur Mang siomay yang melihat Rindi berlari tergopoh-gopoh ke arah timur, namun Rindi tetap saja berlari.
Di perjalanan menuju taman kampus, Rindi berhenti berlari kala melihat seorang nenek tua yang duduk tak jauh dari taman kampusnya. Kemudian ia menghampiri nenek itu.
"Nek," tegurnya menyapa nenek itu dan sang nenek menoleh ke arahnya.
"Lagi nungguin siapa, Nek?"
"Haus... haus." Ucap sang nenek yang terus saja memegangi lehernya.
"Oh, haus?" Rindi berpikir sejenak kemudian mengambil air dan sebungkus roti dari dalam tasnya kemudian menyerahkannya pada nenek itu. "Ini, buat Nenek."
"Terima kasih, Cu," ucap Nenek dengan tangan bergetar menerima bungkusan itu dari tangan Rindi.
"Sama-sama. Saya pergi dulu, ya, Nek," pamitnya kemudian.
Di kejauhan nampak seorang laki-laki yang terus memperhatikan aktivitas Rindi, ia bergumam pelan lalu meninggalkan tempat itu.
"Hari terakhir saya bisa bertemu denganmu. Saya akan kembali dengan niat baik dan semoga tidak ada yang mendahului saya."
Rindi melihat sekelilingnya, ia merasa ada yang memperhatikannya sedari tadi. Setelah memastikan tidak ada yang aneh, ia berlari lagi ke taman kampus menemui sahabatnya.
"Rindi! Gue–" teriak sahabat Rindi ketika ia melihat Rindi berlari ke arahnya.
"Bentar, woy! Gue ambil napas dulu," kesal Rindi dengan napas yang tak beraturan.
"Hehe." Gadis itu tertawa tanpa dosa.
"Hehe." Rindi menirukan tawa sahabatnya.
"Ada apa?" tanya Rindi kemudian.
"Apa?"
"Lha, Lo nyuruh gue cepat-cepat ke sini buat apa?" ucap Rindi yang mulai emosi.
"Tenang, Rin! Lo emosi mulu, entar cepat tua lho."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)
Ficción General"Saya tidak akan memaksa, Dik. Cinta datang karena terbiasa, semoga saja kamu bisa merasakan apa yang saya rasakan sejak empat tahun dahulu hingga sekarang." . . . Sebuah kejadian tak terduga tengah dialami gadis yang kurang percaya akan cinta dan k...