Pesan Pembawa Petaka

542 41 11
                                    

"Jangan pernah membenci siapa pun yang menyakitimu, apalagi membalas kejahatannya. Jadikan dirimu lebih baik dan berikan maaf seluas-luasnya kepada mereka adalah cara terbaik membalas perbuatan jahat seseorang kepada kita!"

~Tasya Magnifera~

.
.
.
.
.
.
.

Waktu berlalu begitu cepat, keluarga Rindi dan Novan pun juga sudah mengetahui keputusan untuk mengangkat Gio sebagai anaknya. Keluarga Novan tidak masalah dengan hal itu, tetapi tidak dengan keluarga Rindi, awalnya mereka sempat menolak keputusan itu, tetapi akhirnya mereka mengizinkan juga. Tak jarang pula mereka meminta keduanya datang dengan membawa Gio sekalian, anak itu berhasil menarik perhatian orang sekitarnya dengan tingkah laku juga pipinya yang gembul.

"Tsa,"

"Sa,"

"Bukan, Sayang. Yang ada titiknya tiga itu bacanya 'tsa',"

"Sss, susah, Om." keluh Gio.

Novan mengusap lembut pipi Gio, "Dicoba dulu, kalau tidak mau mencoba, ya tidak akan bisa. Ayo!"

"Tsa, perhatikan lidahnya Om!"

"Tsa,"

Gio memperhatikan Novan dengan serius kemudian menirukan Novan. "Sss... tsa," ucapnya masih ragu.

"Maa syaa Allah, iya begitu. Ayo, lagi!"

"Tsa,"

"Kalau yang ini?" tanya Novan seraya menunjuk huruf hijaiyah yang lain.

"Ba,"

"Ta,"

"Kalau yang ada titik satu di bawah itu bacanya 'ba', nah kalau yang ini bacanya 'ta', mengerti?" jelas Novan dan Gio pun mengangguk. Tak lama anak itu menguap, "Gio ngantuk, Om."

Novan menutup iqro dan menyimpannya di tempat yang seharusnya, kemudian menghampiri Gio, "Ya sudah, kita pergi tidur!"

Tak butuh waktu lama untuk membuat Gio tertidur, baru lima belas menit anak itu sudah tertidur dan tak lupa Novan mengajarkan untuk berdoa dahulu sebelum tidur.

Dahi Novan mengerut kala melihat Rindi yang sedang mondar-mandir di ruang tamu sembari menggigit jarinya. "Kenapa, Dik?"

Rindi menoleh mendapati Novan yang sudah berdiri di dekatnya, "Ini, Mas." ucapnya seraya menyerahkan ponselnya kepada Novan.

"Nomor itu lagi, bahkan dia sudah berani vc aku sampai dua puluh lima kali,"

Novan berdecak kesal, "Kamu angkat?" tanya Novan dan Rindi menggeleng.

"Aku takut.... lihatlah, dia selalu ngirim kata-kata romantis!" lirih Rindi. "tapi tenang, Mas. Aku nggak ngerespon kok." imbuhnya cepat-cepat.

"Biar Mas vc dia," putus Novan menekan tombol telepon video di ponsel Rindi. Lama tak diangkat membuat Novan menggeram kesal.

"Vc berkali-kali, giliran di vc balik nggak diangkat, dasar pengecut umpatnya.

Pandangan Novan beralih ke Rindi, "Sudah berapa lama dia neror kamu?"

"Sudah lama, Mas," jawab Rindi jujur.

"Kok kamu nggak bilang sama Mas?"

"Awalnya aku pikir itu hanya nomor nyasar aja, tapi minggu lalu dia sudah nggak ngirim pesan lagi, baru akhir-akhir ini dia berulah lagi, Mas." jelas Rindi membuat Novan menghembuskan napas kesal.

Novan melihat ponsel kembali, "Anjir, diblokir, Dik!"

"Astaghfirullah, mulutnya, Mas!" tegur Rindi, Novan pun menyengir tanpa dosa, "kelepasan."

DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang