Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!
Happy reading ☺️
.
.
.
.
.
.
.Hachim
"Alhamdulillah."
Hachim
"Alhamdulillah."
Hachim
"Alhamdulillah." Ucap Novan seraya mengelap ingusnya yang keluar.
"Yarhamukallah." Ucap Rindi yang mendengarnya dari dapur kemudian pergi ke depan menghampiri Novan.
"Om." Tegurnya menghampiri Novan yang berdiri membelakanginya.
Novan berbalik badan. "Iya, Dik. Ada apa?"
Rindi menempelkan telapak tangannya ke dahi Novan membuat Novan mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Kenapa, Dik?" tanya Novan namun Rindi tak menjawab.
"Sebentar! Saya buatkan teh hangat."
"Saya nggak mau teh."
"Om lagi sakit, saya buatkan teh dulu biar lebih enakkan."
Baru saja Rindi ingin berbalik badan namun Novan mencekal lengannya. "Jangan pergi!"
Tanpa aba-aba kemudian Novan langsung memeluk Rindi dan ia pun terkejut dengan aksi Novan yang tiba-tiba memeluknya.
"Ini baru enakkan," tutur Novan.
"Bisa aja modusnya, Om," sindir Rindi dalam pelukan Novan.
"Sudah, saya mau ngajar."
"Sebentar!" pinta Novan yang semakin mengeratkan pelukannya.
"Anak-anak sudah menunggu saya, Om," jelas Rindi.
Novan pun melepas pelukannya dan menatap lekat ke manik mata Rindi.
"Kamu lebih mementingkan mereka daripada suami kamu? Kamu lebih peduli ke mereka dibandingkan dengan saya? Saya sedang sakit lho, Dik."
"Bukan begitu, tapi kan ini sudah menjadi rutinitas saya, Om," jelas Rindi.
"Ya berarti sekarang saya bisa dong menggantikan mereka, kan saya suami kamu."
"Iya-iya, nanti saya akan temani Om, tapi sekarang saya harus pergi dulu."
"Ck." Decak Novan mengalihkan pandangannya.
"Jangan begitu! Nanti siang saya akan segera pulang." Papar Rindi seraya memegang lengan Novan dan mengayunkannya.
Novan menatap Rindi dengan matanya yang mengisyaratkan pertanyaan apakah Rindi sungguh berkata benar.
"Iya, Om. Sekarang saya pergi dulu, ya?" pamit Rindi.
"Assalamu'alaikum."
Jauh sudah Rindi melangkahkan kaki dari posisinya tadi lalu Novan berteriak memanggilnya. "Rindi!"
Rindi berbalik badan. "Iya, Om?"
"Main aapase pyaar karatee hoon." ucap Novan seraya tersenyum manis.
Rindi menggelengkan kepala mendengar penuturan Novan. "Sepertinya ini efek dari manjat pohon sambil bawa payung kemarin."
"Mulai," kesal Novan.
"Hahaha, istirahat yang cukup, Om!" tuturnya kemudian hendak pergi tetapi Novan kembali memanggilnya.
"Rindi."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)
Fiksi Umum"Saya tidak akan memaksa, Dik. Cinta datang karena terbiasa, semoga saja kamu bisa merasakan apa yang saya rasakan sejak empat tahun dahulu hingga sekarang." . . . Sebuah kejadian tak terduga tengah dialami gadis yang kurang percaya akan cinta dan k...