Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!
Happy reading ☺️
.
.
.
.
.
.
.Novan berulang kali melantunkan sholawat seraya mengusap-usap pipi Rindi. Air matanya terus menetes melihat Rindi terbaring lemah dan kesakitan, napasnya memburu, wajahnya pun memerah. Jika bisa, ia ingin agar sakit yang dirasakan sang istri dipindahkan kepadanya.
"Dok, rasa sakitnya nggak bisa dipindahkan ke saya, ya?" celetuk Novan di tengah situasi yang menegangkan itu.
Dokter berkacamata itu menggelengkan kepala mendengar penuturan Novan. Di satu sisi ia terharu melihat kekhawatiran seorang suami kepada istrinya, di sisi lain ia tak kuasa menahan tawa karena penuturan Novan, ada saja pikirnya.
"Tarik napas! Ayo, Bu! Dorong!" Titah Dokter itu menuntun persalinan Rindi.
"Huft ... huft, enggh ...,"
"Ayo, Bu! Lagi!"
"Enggh, huft ... huft,"
"Sedikit lagi, Bu! Kepalanya sudah terlihat,"
"Enggh ....,"
Satu tangan Rindi mencengkeram kuat seprai rumah sakit, tangan satunya lagi ia gunakan untuk mencengkeram lengan Novan yang bergetar sedari tadi. Tak berselang lama, tubuh Rindi terkulai lemas diikuti dengan suara tangisan bayi.
"Alhamdulillah,"
Novan mengucap syukur berkali-kali, tak lupa ia mengucapkan terima kasih seraya menciumi sang istri.
"Alhamdulillah,"
"Selamat, Ibu, Bapak! Bayinya laki-laki. Tolong diazani dahulu!" Ucap Dokter itu seraya memberikan bayi yang baru lahir ke gendongan sang ayah.
Novan menerimanya dengan tangan yang masih bergetar dan air mata yang terus saja menetes dari kelopak matanya. Kemudian ia mulai melantunkan azan ke telinga sang anak. Tak henti-hentinya ia mengucapkan syukur kepada Ilahi Rabbi.
Beberapa saat kemudian, suster membawa bayi laki-laki itu setelah dibersihkan dan memberikannya kepada sang ibu.
"Terima kasih, Sus,"
"Sama-sama, Bu. Saya permisi dahulu." Ucap suster itu tersenyum manis. "Anaknya mirip sekali dengan ibunya."
Rindi membalas senyuman sang suster kemudian pandangannya beralih menatap bayi laki-laki tampan dalam gendongannya.
"Ahlaan bik fi aldunya yaa Aditya Zainal Affandi." Ucap Novan seraya mencium sang anak dalam gendongan Rindi.
Rindi mengerutkan keningnya.
"Kamu sangat suka dengan nama 'Zain', kan?" tanya Novan yang diangguki Rindi dengan cepat. "bagaimana? Kamu setuju dengan nama yang Mas sebutkan tadi?"
Lagi-lagi Rindi mengangguk bersemangat. "Bagus! Namanya bagus banget, Mas. Aku suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)
General Fiction"Saya tidak akan memaksa, Dik. Cinta datang karena terbiasa, semoga saja kamu bisa merasakan apa yang saya rasakan sejak empat tahun dahulu hingga sekarang." . . . Sebuah kejadian tak terduga tengah dialami gadis yang kurang percaya akan cinta dan k...