Sukai sewajarnya dan bencilah sewajarnya, akan tetapi kalau bisa jangan terlalu membenci karena itu tidaklah baik!
Happy reading ☺️
.
.
.
.
.
.
.Rindi, Novita, dan Gio bersiap untuk pergi ke sekolah dengan pakaian senada karena hari ini merupakan hari penting di sekolah mereka. Hari ini merupakan hari jadi ketiga tahun sekolah yang Rindi bangun beserta rekan-rekannya. Novita sengaja ingin mengikuti acara tersebut lantaran dirinya merasa bosan di rumah Novan, ia pun memutuskan untuk pergi bersama Rindi dan Gio. Di sepanjang perjalanan, Vita asik bercerita mengenai hal ini dan itu sekaligus menuruti permintaan sang keponakan yang ingin sekali mendengar berbagai macam cerita darinya. Sedangkan Novan tidak bisa pergi bersama karena urusan pekerjaan yang tidak bisa ditunda, kemungkinan ia akan menyusul nanti siang.
Saat sudah dekat dengan area sekolah, Rindi melihat sekelebat bayangan seseorang yang sangat dikenali.
"Mauli!" pekik Rindi.
"Ada apa, Teh?" tanya Vita.
"Teteh lihat Mauli berlari ke arah situ." Jawab Rindi seraya menunjuk sisi kanan area taman.
"Sudahlah, Teh! Jangan pernah menyebutkan namanya lagi, dia itu adalah pembunuh anak Teteh!"
Novita masih belum mengetahui akan kebenaran di balik pembunuhan Zain karena waktu Izal dan Nanda datang ke rumah Novan, ia bersama Umma sedang pergi ke pasar.
"Tidak baik berkata demikian, Vita!" tegur Rindi.
"Memang kebenarannya seperti itu, Teh." sangkal Vita. "jika memang bukan dia yang membunuh Zain, lalu kenapa dia selalu melarikan diri saat bertemu dengan Vita? Dia juga seperti sedang menghindari Teteh."
"Bukan dia yang membunuh Zain, Vita. Teteh memang belum bercerita padamu tentang hal yang sebenarnya."
"Mauli! Tunggu!" teriak Rindi.
Mauli mencoba melarikan diri dari kejaran Rindi, akan tetapi kala ia sedang berlari kakinya tersandung batu.
Dugh
"Aww!"
"Hati-hati, Mauli!" Rindi berhasil menangkap Mauli kala ia hampir terjatuh.
"M-Mbak Rindi," ucap Mauli terbata.
"Kamu kenapa?"
Pertanyaan itu, tutur kata yang lembut itu, perhatian yang sudah lama tidak Mauli dapat dari Rindi membuatnya langsung menitikkan air matanya. Ia merindukan sosok Rindi dalam hidupnya, bahkan sangat merindukannya.
"Kenapa menangis?"
"Mauli,"
Mauli benar-benar tak kuasa menahan air matanya. Berbulan-bulan lamanya ia mencoba menghindari Rindi agar ia tidak berlaku seperti ini, tetapi nyatanya ia sangat tidak bisa melakukan hal itu. Pertahanannya runtuh, ia tidak bisa menghindari Rindi lagi.
"Bukan aku yang membunuh anak Mbak Rindi." Mauli berkata sambil terus menggelengkan kepalanya.
"Iya, memang bukan kamu, Mauli. Kenapa kamu berkata seperti itu?"
"Maafin aku, Mbak! Maaf karena di saat Mbak sedang terpuruk, aku tidak bisa menemani Mbak Rindi. Inilah yang aku takutkan jika aku bertemu dengan Mbak Rindi, aku nggak bisa kalau tidak menangis seperti ini. Aku takut jika kehadiranku, apalagi ditambah dengan tangisanku yang seperti ini akan membuat Mbak semakin terpuruk. Untuk itu aku selalu menghindar jika bertemu dengan Novita, aku tahu dia akan mengajakku untuk bertemu dengan Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA IMAMKU (End-Tahap Revisi)
General Fiction"Saya tidak akan memaksa, Dik. Cinta datang karena terbiasa, semoga saja kamu bisa merasakan apa yang saya rasakan sejak empat tahun dahulu hingga sekarang." . . . Sebuah kejadian tak terduga tengah dialami gadis yang kurang percaya akan cinta dan k...