Bagian -02. (Revisi).

28.1K 2.6K 144
                                    

Happy reading!!

_____________

katanya jika perjuangan belum menemukan hasil, hasilnya lagi main ntar balik.

-Elvano.
______________

Dunia mungkin El rasa cukup kejam, kalau saja bisa Elvano akan meminta kepada tuhan untuk mengubah alur hidup nya? tentu saja tidak bukan?

Hari ini sudah hari senin kembali, yang artinya ia akan kembali masuk sekolah setelah libur kemarin. El tidak nyaman di sekolah, jika bagi orang sekolah adalah tempat untuk bersenang-senang bersama teman-teman. El tak punya teman, entah karna apa, anak itu juga tidak tau.

Terkdang ia anak itu di bully, meski ada Arka, sang abang tak akan membelanya di sekolah. Saat dirinya di ejek Arka terkadang hanya menatap tak bergeming.

Lumayan sakit, meski sekolah ini milik sang ayah, tak banyak yang tau bahwa sekolah ini milik keluarga Pranaya, Ekvano tak pernah mengatakan apapun kepada orang tuanya, biarkan saja, abang nya tau. Elvano rasa memang dirinya yang terlalu lemah.

Dulu Elvano memiliki dua orang sahabat baik, anak kembar, namun beberapa bulan yang lalu mereka pindah sekolah ke luar negeri, dari situlah El di bully, karna selalu menyendiri dan tak mempunyai teman.

"Papa El takut sekolah," kata itu tak sengaja terlontar dari bilah bibirnya, dengan cepat ia menutup mulut dengan tangan.

Gustav dan Dina menyerengit heran, dan arka sendiri tau alasan mengapa El takut kesekolah.

"Terlalu penakut," Semua menoleh ke arah Arka.

"Apa yang penakut? apa yang terjadi di sekolah?" Pertanyaan Gustav tak di jawab siapapun. Hal itu membuatnya menoleh ke arah El, sementara Elvano, anak itu menunduk meremat gagang sendok erat.

"Adek kenapa takut sekolah nak?" tanya Gustav lembut.

Anak itu menggeleng, ia menghapus air mata yang tadi keluar begitu saja, lantas anak itu mengangkat kepalanya lalu tersenyum.

"Engga ada pa, di sekolah kemarin ada kecoa jadi adek takut." bohongnya. Elvano tersenyum manis membuat lesung pipi sebelah kanan nya terbentuk, sangat menggemaskan.

"Kalau ada yang jahatin adek bilang ke papa, mama ya?" El membalas perkataan papanya dengan anggukan mantap.

El tidak mau mengatakan yang sejujurnya kepada orang tuanya. Karna ia tidak ingin arka semakin membenci dirinya. Karna dirinya memang terlalu penakut.

Arka menatap Elvano yang sedang di suapi sarapan oleh Gustav, pipinya menggelembung lucu, bergerak seirama mengunyah makanan. Bibir tipis nya tak berhenti mengulun senyum, rasa bersalah hinggap di benaknya saat sang adik mengeluh takut pergi ke sekolah. Apakah dia salah membiarkan adiknya di sakiti?

__________

El berjalan sedikit cepat. Ia takut di cegat kakak seniornya lagi dan berakhir di bully.

Ia tadi ke-sekolah di antar Gustav. Arka mana mau berangkat bersama nya.

Seakan kesialan berpihak padanya hari ini, di ujung lorong kakak senior kelas dua belas yang terkenal tukang bully sudah menunggunya, bilah bibir orang itu terangkat seakan mendapatkan mainan untuk di mainkan.

El meneguk saliva nya pelan, perlahan anak itu berjalan mundur, namun komplotan pembully itu berlari mengejar nya.

"Lepasin!" teriak El, tak ada yang membantunya, karna sepagi ini sekolah masih cukup sepi.

Pemuda yang seumuran dengan abang nya itu mencengkram erat tangan kecil Elvano, seraya tersenyum puas.

"Mau kemana bocah? sebelum itu lebih baik kita main main dulu kan?" El terus meronta membuat senior itu emosi. dengan tidak berperasaan senior itu menendang dada Elvano kuat, membuat sang empu langsung terjatuh memegang dadanya.

ELVANO [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang