Part XIII

249 12 6
                                    

Rahma menutup ceritanya dengan satu tarikan napas panjang.

" Hari itu ibu memutuskan untuk meninggalkan ayahmu," Ucapnya kemudian. Nura masih tercenung mendengar cerita ibunya.

" Ibu merasa percuma terus berada di samping ayahmu dengan status istri simpanan, ibu akhirnya pergi dari rumah dan memutuskan untuk tinggal disini karena ada teman ibu yang menawari pekerjaan,"

" Maafkan ibu yah Nur, semua ini terjadi karena keegoisan ibu, mungkin ibu tidak layak dimaafkan," Nura menggelengkan kepalanya perlahan.

" Ibu yang meninggalkan ayahmu, apapun yang terjadi diantara kami tidak bisa mengubah status hubungan kalian sebagai ayah dan anak," Ucap Rahma lagi.

" Ibu sudah tidak mengharapkan apa apa lagi dari hubungan kami, tapi sebagai anak kamu tetap wajib menghormati dia sebagai ayahmu Nur,"

" Nura, bingung harus bagaimana, tapi Nura tidak menyalahkan ibu atas semua kejadian ini," Rahma menatap anak gadisnya itu dengan penuh rasa haru.

" Nura sedih karena Nura tidak jadi menikah dengan mas Nala, tapi Nura juga bersyukur karena Nura tidak sampai melakukan dosa karena menikah dengan saudara Nura sendiri," Nura menutup wajahnya yang mulai tersedu. Rahma memeluk anak gadisnya itu dengan rasa iba. Seandainya dulu dia jujur pada Nura, mungkin semua ini tidak akan terjadi.

***

Bagas menyelesaikan ceritanya, sementara Nala hanya terdiam di hadapannya tanpa menunjukan reaksi apapun.

" Maafkan papa nak," Ucapnya sembari mencoba mengelus kepala Nala, tapi dengan cepat Nala menghindarinya.

" Waktu itu papa berusaha mencari Rahma dan Nura kesana kemari, tapi mereka seperti hilang ditelan bumi, papa juga sudah berusaha mengatakan hal ini sama mamamu, tapi papa tidak sanggup kehilangan kalian berdua," Nala mendengus kesal, kemudian bangkit dari duduknya.

" Na, kamu masih marah sama papa?" Tanya Bagas lagi melihat Nala beranjak dari duduknya. Nala masih terdiam, dia bahkan tidak tahu mau berkata apa.

" Na, tolong katakan papa harus gimana supaya kamu mau memaafkan papa," Ucap Bagas semakin putus asa. Akhirnya hari yang paling dia takuti datang juga.

***

Sudah hampir seminggu ini Nura tidak menginjakan kakinya di kampus. Kejadian malam itu membuat dia enggan untuk pergi kemanapun, setidaknya dia merasa belum siap bertemu siapapun. Mungkin lebih tepatnya dia belum siap bertemu Nala.

" Bruuukkk," Dan sialnya dihari pertama dia masuk, orang pertama yang ditemuinya adalah Nala. Buru buru Nura membereskan kertas kertas yang berserakan di lantai. Kemudian dengan sedikit canggung menyerahkannya pada Nala. Nala menarik kertas kertas itu dengan kasar. Tanpa sedikitpun menatap ke arah Nura, kemudian pergi tanpa mengatakan sepatah katapun. Mata Nura sudah berkaca kaca, rasanya dia ingin menangis saat itu juga. Tapi dengan sekuat tenaga ditahannya agar air mata itu tidak jatuh.

" Na," Tara memanggil Nala dengan sedikit berteriak, tapi Nala tak menghiraukannya.

" Nur, maaf yah," Ucapnya pada Nura yang masih bingung harus berbuat apa. Tara memeluk bahu Nura kemudian menuntunnya masuk kelas.

" Nur, kamu nggak pa pa kan?" Tanya Tara dengan raut khawatir. Nura menggelengkan kepalanya pelan. Dia hanya berbohong, jauh didalam hatinya dia sedang tidak baik baik saja.

" Nur, kalau butuh apa apa kamu telpon aku aja oke," Tara menggenggam tangan Nura erat, seolah ingin menguatkan gadis di depannya itu. Jujur Tara sangat iba dengan apa yang terjadi pada Nura. Apalagi karena saat ini Nala menjadi orang yang sangat membenci Nura.

" Iyah mbak, Nura gak pa pa kok," Ucap Nura sembari menutupi kesedihannya dengan senyum mengembang.

" Oke deh, aku pergi dulu yah, jangan lupa telpon aku kalo kamu butuh teman," Nura mengangguk pelan seraya mengucapkan terima kasih. Dia bersyukur setidaknya Tara tidak ikut memusuhinya.

***

Bagas duduk di depan Nura sembari menatap gadis itu lekat lekat. Dia tak menyangka Allah masih memberinya kesempatan bertemu dengan putrinya itu.

" Nur, maaf yah papa maksa kamu buat ikut, kamu mau makan apa?" Bagas menyerahkan sebuah menu kearah Nura.

" Nura nggak lapar," Tolak Nura pelan. Hatinya bingung, berbagai pikiran berkecamuk dalam otaknya. Entah kenapa dia memilih ikut Bagas saat lelaki yang kini dia tahu sebagai ayahnya itu meminta dia ikut dengannya selepas kuliah tadi.

" Gimana kuliah kamu, apa kamu butuh sesuatu?" Tanya Bagas memecah keheningan antara mereka.

" Ibu sudah mencukupi semua kebutuhan aku," Ucap Nura pelan, tapi bagi Bagas ucapan itu begitu menusuk dadanya.

" Nur, papa minta maaf, sejak ibumu memilih pergi papa langsung mencari kalian," Bagas diam sejenak menghela napas sembari menata kalimat yang akan dia ucapkan pada Nura.

" Maaf Nura, saat itu papa belum sesukses sekarang, kemampuan papa terbatas untuk mencari kalian, hingga akhirnya papa putus asa dan berhenti mencari tahu dimana kalian berada," Nura memelintir ujung bajunya. Perasaannya semakin resah mendengar pengakuan Bagas. Disisi lain Nura merasa bahagia karena tahu dia masih mempunyai ayah. Tapi disisi lain dia juga sakit hati karena merasa diterlantarkan selama 20 tahun ini.

" Nur, kamu mau kan kasih papa kesempatan, berikan papa kesempatan menebus kesalahan papa selama 20 tahun ini meninggalkan kalian,"

" Tolong papa Nur," Tambah Bagas lagi. Melihat Nura yang masih terdiam Bagaspun memutuskan untuk diam. Dia sudah tidak tahu harus berbuat apalagi. Dia sadar dengan kesalahannya sehingga dia memutuskan untuk tidak memaksa Nura maupun Nala untuk menerima permintaan maafnya. Nura menatap lelaki didepannya itu dengan sedikit iba. Pria di depannya itu terlihat putus asa.

" Nura, memaafkan papa," Ucapnya kemudian. Bagas menatap Nura dengan pandangan tidak percaya.

" Nur, kamu benar benar memaafkan papa?" Tanya Bagas mencoba meyakinkan. Nura mengangguk perlahan.

" Alkhamdulillah, terima kasih Nur, papa sangat senang mendengarnya," Bagas menggenggam tangan Nura dengan erat, ada perasaan haru dan bahagia yang membuncah memenuhi ruang hatinya.

" Nah sekarang kamu terima ini yah Nur," Bagas mengeluarkan sebuah kartu ATM dari dalam dompetnya, kemudian menyerahkannya pada Nura.

" Papa nggak perlu lakuin ini, lagipula Nura nggak memerlukannya, semua kebutuhan Nura sudah dipenuhi sama ibu," Tolak Nura dengan halus.

" Nggak Nur, ini adalah kewajiban papa yang tidak pernah papa lakuin selama 20 tahun ini, tolong Nur terima pemberian papa ini," Bagas memgambil jeda sejenak.

" Bantu papa menebus semua kesalahan papa, setiap bulan papa akan mengirimkan uang untuk keperluan kuliah kamu juga kebutuhan kebutuhan kamu yang lainnya," Nura memandang kartu di atas meja itu dengan penuh keraguan.

" Kamu bilang kamu sudah maafin papa kan Nur, jadi tolong bantu juga papa untuk melakukan kewajiban papa, agar papa terhindar dari dosa," Ucap Bagas lagi sembari menangkupkan tangannya di depan dada. Nura mengangguk perlahan, kemudian mengambil kartu ATM yang diberikan Bagas. Bagas tersenyum lega. Setidaknya satu orang telah menerima dia kembali.

Assalamuaalaikum.

Syukur Alkhamdulillah Nura udah mau menerima ayahnya kembali. Tapi Nala jadi membenci Nura. Sebel gak sih hehehe. Lanjut Next part yah.

Jangan lupa vote n komen biar makin semangat aku tuh, makasih.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang