Part XIV

247 18 5
                                    

Nura kembali kekehidupan lamanya. Menjadi mahasiswa biasa setelah dia mengundurkan diri dari Ko-as di lab kimia fisika. Dia merasa menjauhi Nala adalah pilihan terbaik. Apalagi Nala tidak lagi mau berbicara dengannya. Mereka berdua kembali menjadi dua orang yang asing. Tapi bagaimanapun karena mereka berdua berada di jurusan yang sama, mereka tetap harus berinteraksi dan Nurapun harus menahan sakit tiap kali dia harus bertemu dengan Nala.

" Mas Nala, ini laporan sementara praktikum aku," Nala diam tanpa menoleh sedikitpun kearah Nura. Matanya masih fokus memandang layar laptop di depannya, dan menganggap ucapan Nura hanya angin lalu.

" Mas Nala, aku mau minta acc mas Nala," Ucap Nura lagi. Nala tetap diam bergeming dari layar laptopnya.

" Mas Nala_" Nura diam tercekat saat Nala menggebrak meja di depannya. Matanya mulai berkaca kaca.

" Kamu bisa gak jangan ganggu aku lagi," Ucap Nala dengan marah. Nala menarik napas panjang mencoba menahan emosi dalam dirinya.

" Pergi," Ucapnya lagi, masih dengan nada kasar.

" Aku harus dapat acc mas Nala untuk ngelanjutin laporanku," Ucap Nura sembari terisak perlahan. Dia sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya. Antara takut, sakit hati dan juga merasa tidak terima dengan sikap Nala. Nala meraih laporan Nura kemudian merobeknya dengan kasar, menuntaskan amarahnya pada kertas kertas tak bersalah itu, kemudian membuangnya kelantai. Nura menatap Nala tajam.

" Mas Nala, mas Nala tega banget sih, apa salah aku sama mas Nala," Ucap Nura yang kini juga mulai marah atas sikap Nala.

" Kesalahan kamu karena kamu lahir dari rahim perempuan tidak tahu malu yang sudah merebut suami orang dan membuat mama aku masuk rumah sakit, masih untung mama nggak menyebut kamu sebagai anak haram," Nura kembali tercekat, ucapan Nala sungguh diluar bayangannya selama ini.   Nura menatap Nala tajam. Buru buru dibereskannya kertas kertas yang tengah berserakan di lantai masih dengan menangis sesenggukan.

" Nur, kamu kenapa?" Tiba tiba Tara masuk ke dalam lab dan mendapati pemandangan yang tidak mengenakan itu. Buru buru Tara membantu Nura memunguti kertas kertas yang kini sudah tidak berbentuk lagi.

" Nura, kamu nggak pa pa?" Tanya Tara khawatir melihat Nura masih menangis tersedu sedu. Nura menggeleng perlahan.

" Mas Nala jahat," Ucap Nura sedikit kencang sebelum akhirnya keluar laboratorium dengan sedikit berlari. Hatinya sakit, dia tidak menyangka Nala tega mengatakan hal yang begitu menyakitkan. Dia tidak menyangka Nala begitu membencinya.

" Ada apa ini Na?" Tanya Tara yang tidak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi.

" Aku kelepasan, aku udah nggak tahan ngeliat Nura, setiap ngeliat dia aku jadi ingat mama yang sempat nge drop dan masuk rumah sakit gara gara ibunya yang tidak tahu malu itu," Tara memandang Nala dengan heran.

" Dia nggak salah Na, kertas kertas itu apa?" Tanya Tara lagi.

" Laporan praktikumnya, aku robek dan aku buang untuk melampiaskan emosiku,"

" What? Ya ampun Na, tega banget sih kamu, kalo kamu kayak gitu sama Nura bisa bisa dia nggak lulus, artinya kamu masih harus ketemu dia semester depan lagi, mikir dong pakai otak," Tara menoyor kepala Nala dengan kesal.

" Ya tadi udah terlanjur emosi mana bisa otakku dibuat mikir," Ucap Nala tanpa dosa. Tara menggelengkan kepalanya perlahan lalu mengambil tasnya dan melangkah keluar.

" Ra, mau kemana kamu?" Teriak Nala.

" Nyari Nura," Jawab Tara kemudian menghilang dari balik pintu.

***

Rina duduk di depan Rahma. Kedua perempuan itu hanya diam cukup lama. Seolah sama sama sibuk dengan pikiran mereka masing masing. Rina sendiri bingung kenapa dia terdampar di rumah Rahma. Sedangkan Rahma juga bingung harus mulai darimana untuk mengawali pembicaraan.

" Aku ingin tahu semuanya," Ucap Rina akhirnya. Rahma menatap perempuan berkerudung hitam itu kemudian menarik napas panjang.

" Antara aku dan bagas untuk saat ini? semua sudah jelas hubungan kami sudah berakhir, dan aku tidak berniat mengulang apapun," Ucap Rahma tegas.

" Bagaimana kalian bertemu?" Tanya Rina dengan suara bergetar, nyatanya dia tidak cukup kuat menghadapi Rahma yang terlihat lebih tenang dibandingkan dengan dia.

" Kami bertemu saat aku diterima bekerja di perusahaannya," Ucap Rahma secukupnya. Dia tidak ingin mengatakan apapun jika tidak ditanya karena dia ingin menyakiti wanita didepannya itu.

" Nura, dia_" Rina terdiam tak kuasa meneruskan pertanyaannya. Rahma menghela napas panjang.

" Aku hamil Nura saat usia pernikahan kami menginjak tahun ketiga, hari dimana aku meninggalkan Bagas, Nura lahir dari pernikahan yang sah antara kami, dia bukan anak haram, jika kamu berpikiran aku menikah dengan Bagas karena hamil duluan kamu salah," Rahma kembali menunjukan ketenangannya saat bicara. Dia bahkan bisa menebak apa yang ada dipikiran Rina.

" Sebaiknya kamu pulang dan menyelesaikan urusan kamu dengan Bagas, kalian lebih butuh bicara berdua dari hati ke hati daripada mendatangiku seperti ini, aku sudah bukan siapa siapa lagi buat Bagas, meskipun Nura tetaplah anaknya yang sah," Rahma bicara lagi.

" Dan saya mau minta tolong sama kamu, katakan pada Nala untuk memperlakukan Nura dengan lebih baik, Nura tidak bersalah apa apa dalam kondisi kita yang sekarang, dia tidak tahu apa apa, dia bahkan tidak bisa memilih akan jadi anak siapa, kalau Nala mau marah silahkan tumpahkan kemarahan dia pada saya, saya siap," Rina mengangguk perlahan. Dia membenarkan ucapan Rahma, seharusnya saat ini dia bicara pada Bagas, bukan malah mendatangi Rahma.

***

Tara duduk di samping Nura yang masih terisak sembari memandangi laporan praktikumnya yang sudah tidak berbentuk. Tara mengulurkan sekotak tissue ke arah Nura. Nura menerimanya sembari mengucap terima kasih. Tara mengulurkan beberapa lembaran kertas kearah Nura. Nura memandangnya sedikit bingung.

" Kamu tulis ulang aja, nanti biar aku yang mintain acc buat laporan kamu ke Nala," Nura kembali menunduk dan terisak pelan.

" Sabar yah Nur, Aku udah tahu semuanya, kamu jangan ambil hati semua omongan Nala, ntar kalo marahnya dah reda juga dia bakal balik baik lagi," Nura menggeleng perlahan.

" Mas Nala udah benci banget sama aku, aku nggak mau lagi deket deket sama dia," Tara memeluk bahu Nura seperti yang biasa dia lakukan.

" Ya udah sekarang kamu pikirin aja laporan kamu, jangan mikir aneh aneh dan macem macem lagi, ntar kalo selesai kamu kasih ke aku, oke," Nura mengangguk perlahan. Dalam hati dia sangat bersyukur ada Tara yang selalu membantunya.

" Makasih yah mbak Tara, sekarang aku tahu kenapa mbak Tara bisa tahan sama mas Nala," Tara menautkan kedua alisnya.

" Kesabaran mbak Tara udah tingkat dewa ngadepin mas Nala yang super nyebelin itu," Tara tergelak mendengar ucapan Nura.

" Ya ampun Nur, bisa aja kamu," Tara tertawa lagi, kali ini Nurapun ikutan tersenyum, dan tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka dari jauh.

Assalamualaikum

updatenya maratonan yah karena udah mepet waktunya. Terima kasih yang udah setia membaca kisah Nura dan Nala. Jangan lupa vote n komen, dan maaf kalo ada salah salah kata.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang