Part XVI

255 14 5
                                    

Rina memasuki kamar Nala setelah beberapa ketukan pintu dan panggilan darinya tidak berhasil membuat Nala keluar kamar.

" Na," Panggil Rina perlahan sembari mendekati ranjang Nala. Terlihat Nala masih tertidur dengan posisi menyamping menghadap tembok.

" Na, kamu gak kuliah?" Rina mengelus punggung Nala dengan lembut.

" Nala lagi males ma," Jawab Nala sembari menyembunyikan wajahnya dibalik selimut. Rina menghela napas panjang. Sudah seminggu ini Nala tidak pergi ke kampus, bahkan dia jarang keluar kamar. Menemui Tarapun dia tidak mau.

" Kok males terus sih, gimana kerjaan kamu di lab, trus skripsi kamu juga," Ucap Rina mencoba kembali memberi semangat pada anaknya.

" Udah ijin sama pak Yono ma, nanti deh kalo aku dah gak males aku pergi kuliah," Rina kembali menghela napas panjang.

" Mama mau suruh papa pulang,"

" Apa?" Nala dengan terkejut bangkit dari tidurnya.

" Mama serius?" Tanya Nala meyakinkan. Rina mengangguk perlahan.

" Mama rasa, sudah waktunya, mama harus ikhlas dengan apa yang sudah terjadi, karena semua itu di luar kendali mama," Nala menatap mamanya masih dengan penuh tanya.

" Artinya mama menerima kehadiran Nura sebagai anak papa?" Tanya Nala kembali memastikan dugaan dugaan dalam pikirannya.

" Entahlah, yang penting papa pulang dulu aja, kita kumpul lagi kayak dulu, kamu juga jangan marah terus sama papa," Nala memalingkan wajahnya.

" Aku benci sama papa,"

" Hush, gak boleh ngomong kayak gitu Na, dosa, gimanapun papa tetep orang tua kamu yang harus kamu hormati,"

" Tapi ma_" Rina menggeleng perlahan membuat Nala terdiam.

" Ikhlas Na, Ikhlas," Ucap Rina kemudian. Nala menundukan kepalanya. Mamanya benar, dia memang belum ikhlas menerima semua kejadian yang dia alami. Dia belum ikhlas menerima kenyataan bahwa Nura adalah adiknya. Dia belum ikhlas menerima kenyataan bahwa dia tidak bisa lagi mencintai Nura. Hal itu membuat dia membangun benteng yang tinggi, berusaha membenci Nura, dan membuat Nura membencinya.

" Kamu beneran gak mau kuliah?" Tanya Rina lagi membuat Nala tersadar dari lamunannya.

" Nala takut ma," Rina mengernyitkan keningnya.

" Takut? takut kenapa?" Nala menatap Rina dengan pandangan sendu.

" Nala takut bertemu Nura," Jawabnya kemudian sembari membenamkan kepala di lututnya. Rina mengelus kepala Nala dengan iba. Dia sadar memang semua ini tidak mudah untuk Nala. Mencintai seseorang pada titik yang terlalu sayang, kemudian mengetahui bahwa orang itu ternyata orang itu bukanlah orang yang bisa dicintai, pasti menyakitkan dan sulit. Tapi bukan tidak mungkin perasaan itu akan hilang seiring berjalannya waktu.

" Na, istigfar, minta sama Allah supaya kamu dikuatkan, udah berapa lama sholatmu jadi bolong bolong lagi," Rina menoyor kepala Nala.

" Mama ih, abis dielus elus sekarang malah ditoyor, gak konsisten banget," Nala pura pura merajuk. Rina tersenyum geli melihat tingkah laku anaknya.

" Mama yakin kamu pasti bisa, mama juga masih belajar buat ikhlas, kita bisa saling support kan Na," Rina menarik selimut Nala kemudian melipatnya.

" Ayuk bangun, mama sedih kalau kamu kayak gini terus, kamu nggak pingin kan bikin mama sedih lama lama,"

" ih, mama nih," Nala memeluk Rina dan menyandarkan kepalanya dibahu Rina.

" Mama pengen kamu bangkit, jadi Nala mama yang dulu, mama yakin kamu pasti bisa," Ucap Rina sembari menepuk pipi Nala pelan.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang