Nura memandangi layar ponselnya miris.
" Nur, aku sama Nala bertunangan sabtu depan, kamu mau nggak datang "
Bunyi pesan dari Tara. Dalam hati Nura sangat senang dengan berita itu tapi disisi lain dia juga sedih. Dia memang anak dari papanya Nala tapi dia bukan siapa siapa bagi Nala.
Nura mengintip dari balik pintu kamarnya. Ibunya sedang berbincang dengan pengacara Bagas yang mengurus perceraian antara keduanya. Nura merasa iba dengan ibunya, selama ini membesarkan dia tanpa sosok seorang suami. Dan saat bertemu lagi dengan suaminya, sekarang mereka malah harus berpisah. Terkadang Nura merasa semua hal yang terjadi sangat tidak adil bagi mereka berdua, terlebih bagi ibunya. Setelah berbincang cukup lama pengacara Bagaspun berpamitan. Nura keluar dari kamarnya dan duduk di samping Rahma, yang sedang memandangi lembaran kertas dalam sebuah map.
" Eh, Nur ibu pikir kamu tidur," Nura menggeleng perlahan.
" Ada apa? kamu lagi mikirin sesuatu?" Tanya Rahma melihat wajah anaknya yang tampak bete. Nura menggeleng perlahan.
" Kenapa papa milih menceraikan ibu?" Tanya Nura kemudian. Rahma tersenyum lembut.
" Sebenarnya secara tidak langsung ibu yang minta," Jelas Rahma.
" Ini semua nggak adil buat ibu, ibu besarin aku sendirian tanpa suami, papa sama sekali nggak bertanggung jawab, aku jadi sebel sama papa," Rahma menghela napasnya pelan.
" Sudah takdir ibu seperti ini Nur, ibu nggak nyesel kok besarin kamu sendirian, ibu juga gak pernah menyesal pernah menikah sama papamu, dan sekarang ibu juga gak menyesal karena sudah berpisah dari dia, ibu ikhlas menjalani semua ini," Nura memeluk pinggang ibunya.
" Tapi keluarga papa nggak mungkin nerima Nura sebagai anak papa, itu bikin Nura sedih karena merasa tidak diinginkan," Nura mendengus kesal.
" Yang penting papa ngakuin kamu sebagai anak, itu sudah lebih dari cukup, lagipula sekarang ibu punya status yang jelas, jadi ibu nggak akan ragu lagi buat nerima Hannan sebagai menantu," Rahma tersenyum kecil sembari menyentil hidung Nura.
" Hah? Mas Hannan, ih ibu ngomong apa sih," Nura menekuk mukanya dengan bete.
" Masak kamu nggak sadar kalo Hannan suka sama kamu," Nura mengerucutkan bibirnya, dan itu membuat Rahma tergelak. Meski sudah hampir 20 tahun, bagi Rahma gadis itu tetap seperti anak kecil yang manja.
" Memang kalian sudah sedekat apa Nur?" Nura terdiam mendengar pertanyaan ibunya. Dia tidak merasa punya hubungan yang spesial dengan Hannan. Apa mungkin dia yang tidak peka?
" Tahu ah buk, Nura tidur aja deh," Rahma kembali tergelak melihat tingkah laku Nura, yang tiba tiba ngeloyor pergi masuk kamar dengan pipi memerah.
***
Nala mendengus kesal melihat jalanan didepannya yang hanya berjalan merambat. Tarapun sepertinya sudah cukup jengah karena sedari tadi mobil yang mereka tumpangi hanya beranjak beberapa meter saja.
" Ada apa sih? kok tumben macet banget," Ucap Tara sembari mecoba melihat lebih jauh kedepan.
" Sepertinya kecelakaan," Ucap Nala yang sudah mulai bosan. Mobil Nala perlahan mulai merangkak maju.
" Tuh kan bener kecelakaan," Ucap Nala saat melihat sebuah motor jatuh terguling dibahu jalan, sementara banyak orang berkerumun sepertinya mengerumuni korban yang belum dievakuasi.
" Na, kok bajunya mirip bajunya Nura," Nala menatap sekilas dari celah kerumunan seorang gadis sedang tergolek tak sadarkan diri. Jantung Nala berdegup kencang saat melihat baju yang dipakai gadis itu sama seperti baju yang pernah dibelikan olehnya kepada Nura. Buru buru Nala meminggirkan mobilnya.
" Lihat dulu Ra," Ujar Nala cemas sembari keluar dari mobilnya diikuti Tara dibelakangnya. Nala mencoba menyeruak kerumunan orang yang sedang mengelilingi korban kecelakaan itu. Seorang lelaki setengah baya menahan langkah Nala untuk mendekat.
" Itu Nura," Pekik Nala melihat Nura tergolek tak sadarkan diri penuh darah.
" Dek, jangan mendekat polisi dan ambulan belum datang,"
" Aku mau bawa dia kerumah sakit," Nala memberontak membuat beberapa orang ikut menahannya.
" Lepasin pak, dia harus segera dibawa ke rumah sakit," Ucap Nala panik.
" Tunggu ambulan sama polisi dek," Ucap yang lain kembali mencegah Nala.
" Sekarang! udah gak ada waktu lagi, dia ADEK aku," Bentak Nala. Membuat beberapa orang yang menahannya melemahkan pegangan mereka. Nala segera melepaskan diri dan berlari kearah Nura.
" Nur," Panggil Nala makin panik.
" Cepat Na, angkat dia bawa ke rumah sakit," Nala segera menggendong tubuh lemah Nura.
" Bawa mobilnya Ra, cepetan," Tara dengan sigap menuju kemudi beberapa orang membantu Nala membuka pintu mobil dan mencarikan jalan agar mobil Nala bisa segera keluar dari kemacetan.
***
" Keluarga pasien Nura," Nala segera beranjak mendekat.
" Anda keluarga pasien Nura?" Nala mengangguk perlahan.
" Saya kakaknya," Jawab Nala dengan wajah cemas.
" Silahkan menemui dokter," Nala segera bergegas mengikuti perawat tadi sementara Tara memutuskan untuk menelpon Bagas untuk memberitahunya.
" Anda keluarga pasien Nura?" Tanya dokter saat melihat Nala.
" Iyah, saya kakaknya," Jawab Nala.
" Kami harus segera melakukan operasi, ada beberapa tulang rusuk yang patah dan sepertinya mengenai liver, dan pasien mengalami syok karena kehilangan banyak darah, kami harus segera mengambil tindakan, pasien terlalu lama dibiarkan tanpa ada penanganan, kami tidak bisa menjanjikan apa dia bisa selamat setelah operasi," Tubuh Nala lemas seketika.
" Tolong selamatkan adik saya dok, lakukan apa saja untuk selamatkan dia," Ucap Nala dengan nada sedikit putus asa.
" Kami akan berusaha, tapi kami butuh donor darah karena stok darah yang sama dengan pasien sedang habis, apa ada keluarga yang bisa menjadi donor?"
" Apa golongan darahnya dok?"
" AB+ kalau menunggu stok dari pmi mungkin akan memakan waktu yang lama, mungkin nggak akan sempat," Nala menghela napas pelan.
" Saya AB+ saya siap jadi donor," Dokter tampak tersenyum lega.
" Kalau begitu apa mas Nala bisa menandatangani berkas berkas yang diperlukan sebeluk operasi?" Nala mengangguk dengan tegas. Kemudian dokterpun memberikan berkas berkas yang diperlukan sebelum operasi dimulai.
***
Dengan tergesa gesa Rahma dan Bagas menuju ruang operasi sesuai petunjuk Tara. Di depan ruang operasi tampak Tara dan Nala sedang duduk dengan cemas.
" Na," Panggilan Bagas membuat Tara dan Nala menoleh berbarengan.
" Apa yang terjadi?" Tanya Bagas dengan raut wajah kuatir.
" Nggak tahu pa, saat aku lewat Nura sudah tergolek nggak sadarkan diri dibahu jalan, aku langsung bawa kesini," Rahma tampak berkaca kaca mendengar penuturan Nala.
Tara memeluk bahu Rahma kemudian mengajak wanita itu untuk duduk dikursi tunggu. Nala mengajak Bagas untuk sedikit menjauh dan menceritakan semua yang dikatakan dokter pada papanya. Dia sengaja mengajak Bagas menjauh agar Rahma tidak mendengar apa yang dia ucapkan sehingga membuat wanita itu khawatir.
" Tidak ada jaminan operasi ini bakal bisa menyelamatkan nyawa Nura," Bagas tercekat mendengar ucapan Nala.
" Apa?" Bagas dan Nala serentak menoleh kearah datangnya suara, sementara Rahma yang mendengar ucapan Nala tidak sanggup lagi menopang tubuhnya dan jatuh pingsan.
***
Assalaimualaikum.
Aduh Nura, semoga kamu baik baik aja yah. :'(
Jangan lupa vote dan komen yah, makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA
Romance"Sepandai apapun manusia menyimpan sebuah rahasia, Tuhan tidak pernah tidur" Nura tidak menduga pertemuannya dengan Nala justru membuka sebuah rahasia besar yang selama ini disembunyikan rapat rapat oleh ibunya. " Kalian tidak bisa menikah," Ujar pa...