XXII

267 13 3
                                    

Rahma terkulai lemas di bed rawat. Katanya sembab oleh air mata, ketegarannya sudah hilang saat mendengar ucapan Nala. Dia bisa kehilangan Bagas dengan mudah, tapi Nura, tidak dengan Nura. Rahma mulai menangis lagi. Tara mengenggam tangan wanita itu dengan iba. Mulutnya tak berhenti berdoa untuk kelancaran operasi Nura.

***

Setelah beberapa jam menunggu akhirnya Dokter keluar dari ruang operasi. Bagas dan Nala segera menghampirinya untuk mencari tahu kondisi Nura.

" Gimana dok?" Tanya Bagas cemas.

" Alkhamdulillah operasinya berjalan lancar, kita tinggal menunggu pasien sadar lalu bisa dipindahkan keruang rawat,"

" Alkhamdulillah," Ucap Bagas lega, sembari meneteskan air matanya.

Sepeninggal dokter Bagas dan Nala kembali duduk di kursi tunggu, menunggu Nura kembali sadar.

" Makasih yah Na, kamu sudah lakukan yang terbaik buat Nura," Bagas berujar pelan.

" Papa nggak perlu berterima kasih, sudah kewajiban aku sebagai sesama manusia, kalau bukan Nura juga aku bakal lakuin hal yang sama," Bagas tersenyum sedikit kecewa dengan ucapan Nala. Dia berharap Nala sudah bisa menerima Nura sebagai adiknya.

" Ya papa tetap ingin berterima kasih, sebagai seorang ayah yang anaknya sudah kamu selamatkan,"

" Ck papa jangan mulai lagi deh," Nala terlihat jengah mendengar ucapan papanya.

" Apa papa pulang aja, kasian mama ntar nyariin, lagian udah ada aku sama bu Rahma, aku mau nemuin bu Rahma buat ngasih kabar baik ini," Bagas menghela napas pelan. Sebenarnya dia enggan untuk pergi darisana, tapi Nala juga benar. Rina pasti sedang menunggunya pulang.

" Ntar kalo Nura dah sadar aku kabarin papa,"

" Ya udah deh, pamitin sama Tara dan Rahma nanti yah, papa pulang dulu, jangan lupa kabari papa kalo ada apa apa," Nala mengangguk perlahan. Bagas berdiri dari duduknya dan dengan berat menyeret langkahnya keluar rumah sakit.

***

Rahma bernapas lega mendengar kabar dari Nala, berangsur kekuatannya mulai kembali.

" Ra, kamu pulang aja gak pa-pa, biar aku yang nunggu bu Rahma," Tara menatap Nala dengan pandangan tak tertebak.

" Yakin?" Nala mengangguk pelan.

" Ya udah deh, besok aku kesini sekalian lihat keadaan Nura," Nala kembali mengangguk perlahan.

Tara dengan sopan berpamitan pada Rahma, mencium punggung tangan Rahma dan membisikan sebuah doa untuk kesembuhan Nura. Nalapun berpamitan untuk mengantar Tara keluar.

" Ra, makasih yah, udah mau nemenin aku," Tara menatap Nala kemudian menghela napas.

" Makasih yah udah mau nolongin Nura," Ucap Tara kemudian.

" Terima kasih udah ngakuin Nura sebagai adik," Tambah Tara.

" Aku bangga karena dipilih jadi pacar kamu," Nala tersenyum lembut. Diusapnya pipi Tara, gadis didepannya itu tampak sangat lelah.

" Kamu nggak pa-pa pulang naik ojol," Tara mengangguk dengan mantap. Sekali lagi Nala mengusap pipi Tara. Sebelum gadis itu berlalu dari hadapannya.

***

Nura mengerjapkan matanya. Rasa pening terasa menusuk dikepalany. Badannya sakit semua, sangat sulit untuk digerakan. Sekali lagi Nura mengerjapkan matanya, berusaha mencerna keadaan sekelilingnya yang berwarna serba putih. Nura merasakan sedikit nyeri ditangan kanannya, Dia juga merasakan sebuah tangan menggenggam tangan kanannya erat. Nura menggerakan tangan kanannya mencoba lepas dari genggaman tangan itu. Dan hal itu membuat sang pemilik tangan sadar dari tidurnya. Nala mengangkat kepalanya perlahan. Gerakan tangan Nura mengusik tidurnya yang sedikit lelap. Hampir 2 hari ini dia tidak tidur.

" Nur, kamu dah sadar?" Ucap Nala dengan mata berbinar. Dia sangat senang gadis didepannya itu akhirnya membuka mata.

" Mas Nala, aku haus," Ucap Nura pelan. Nala bangkit dari duduknya dan mengambil segelas air putih.

" Ibu?" Tanya Nura, saat tak mendapati Rahma ada bersamanya. Dia berusaha untuk bangkit dari tidurnya, tapi buru buru Nala mencegahnya.

" Ada, bu Rahma sedang beli makan sama Tara, kamu jangan banyak gerak dulu, kamu baru aja sadar kan, aku panggil dokter dulu," Nala memencet tombol hijau disebelah ranjang Nura.

" Mas Nala, kenapa disini?" Nala mengelus puncak kepala Nura sembari tersenyum geli mendengar pertanyaan Nura.

" Aku yang bawa kamu ke rumah sakit, cepet sembuh yah, kasian bu Rahma kuatir melulu tiap hari," Tiba tiba air mata meleleh dari sudut mata Nura.

" Kok nangis?" Tanya Nala sedikit heran.

" Maaf karena selalu nyusahin mas Nala," Jawab Nura pelan. Nala menghela napas panjang.

" Udah jangan ngomong macem macem, kamu baru sadar fokus sama kesembuhan kamu dulu," Nala memberanikan diri mengelus kepala Nura. Ada getar didadanya. Tapi dia merasakan sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak sama lagi seperti beberapa bulan yang lalu. Nala sedikit bernapas lega, karena perasaannya pada Nura perlahan lahan mulai berubah.

***

Assalamualaikum.

Maaf yah apdetnya pendek dulu.

jangan lupa vote dan komen yah makasih.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang