XXIV

202 17 2
                                    

Nala menatap pantulan wajahnya didalam cermin. Cakep, batinnya dalam hati. Tuxedo hitam yang dikenakannya malam ini memang membuat kegantengannya naik 100%. Nala tersenyum sendiri. Dia tidak pernah menyangka hari ini akan datang. Sekalipun tidak pernah terpikirkan bahwa dia dan Tara akan menikah. Tiba tiba seseorang mengetuk pintu kamarnya.

" Masuk," Ujarnya. Pintu itu terbuka perlahan.

" Na, ayo pak penghulu dah datang," Aris, adik kandung papanya muncul dari balik pintu.

" Iyah om," Nala menarik napas panjang. Menata debaran hatinya yang tiba tiba meningkat seiring semakin dekatnya waktu untuk akad nikah.

Perlahan Nala keluar dari kamarnya dan berjalan dengan langkah pasti menuju tempat akad akan dilangsungkan. Saat tiba rupanya Tara sudah duduk ditempat yang sudah disediakan untuk mereka, didepan Tara duduk pak Penghulu, Papa Tara dan beberapa saksi ada disekitar mereka. Nala menyapukan pandangannya, kemudian menghela napas panjang. Dia cukup kecewa karena tidak melihat Nura diantara mereka. Nala melangkah mendekati Tara, gadis itu langsung menoleh kearah Nala saat menyadari calon suaminya datang. Nala menatap Tara dengan pandangan takjub. Gadis yang sudah dikenalnya selama bertahun tahun itu terasa menghipnotis semua perhatiannya. Kebaya putih yang dikenakannya hari ini membuat dia terlihat semakin mempesona.

" Na, Nala," Panggil Tara setengah berbisik melihat pria didepannya itu berdiri mematung seperti orang linglung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Na, Nala," Panggil Tara setengah berbisik melihat pria didepannya itu berdiri mematung seperti orang linglung.

" Hah?" Nala sedikit terkejut dengan panggilan Nala, sumpah untuk sesaat otaknya benar benar kosong karena pesona Tara.

" Kamu harusnya duduk disini," Tara memberi isyarat dengan tatapan matanya. Nala mengangguk mengerti kemudian segera duduk disamping Tara.

" Nah, Mas Nala sudah datang, apa bisa kita mulai acaranya?" Pak penghulu bertanya pada sebagian yang hadir. Sebenarnya Nala ingin menunggu kedatangan Nura, tapi dia juga tidak ingin membuat Tara menunggu terlalu lama, lagi. Hampir sebagian yang hadir menyetujui ucapan pak Penghulu. Nalapun akhirnya menganggukan kepalanya perlahan. Harusnya Nura sudah sampai disini kalau dia berangkat bersama mobil yang dia kirim. Nala menghela napas pelan. Dia tidak ingin lagi memikirkan Nura. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana acara akad ini akan berjalan dengan lancar.

" Saya terima nikah dan kawinnya Eliza Tara Binti Rusto Wahyudi dengan mas kawin sebuah cincin berlian dan seperangkat alat sholat dibayar tunai," Ucap Nala dengan mantap meskipun hatinya berdegup sangat kencang dan gugup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

" Saya terima nikah dan kawinnya Eliza Tara Binti Rusto Wahyudi dengan mas kawin sebuah cincin berlian dan seperangkat alat sholat dibayar tunai," Ucap Nala dengan mantap meskipun hatinya berdegup sangat kencang dan gugup. Namun dia begitu lancar mengucapkan kalimat akad.

" Bagaimana para saksi? Sah?" Ucap pak penghulu sembari mengedarkan pandangannya.

" Sah," Sambut beberapa orang yang ditunjuk sebagai Saksi.

" Alkhamdulillah," Ucap semua yang hadir dengan perasaan lega.

" Mas Nala, pegang ubun ubun mbak Tara dan ucapkan doa yang sudah bapak ajarkan," Nala mengangguk pelan. Dengan sedikit bergetar kanannya bergerak menyentuh ubun ubun kepala Tara yang tertutup selendang putih.

" Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih," Lantunan doa Nala terasa menggetarkan hati Tara. Tanpa terasa gadis itu meneteskan air mata.

" MasyaAllah, Alkhamdulillah mas Nala lancar sekali doanya," Gurau pak penghulu yang membuat kedua mempelai tersenyum malu.

" Silahkan disematkan cincin pernikahannya kejari mbak Tara," Nala mengangguk pelan, dengan lembut disematkannya cincin bermata berlian itu kejari manis Tara.

" Alkhamdulillah, Allohumma barokallohu laka, wa baroka a'laika, wa jama'ah bainakuma fi khoirin, Allohumma rabbana atina fi dunya khasanah, wa fil akhiroti khasanah, wa qina adzabannar," Pak penghulu mengakhiri doanya.

" Aamiiin,"

Nala kembali menyapukan pandangannya, berharap bahwa dia akan menemukan Nura diantara para tamu undangan. Tapi nihil, dia sama sekali tidak bisa menemukan gadis itu. Nala menghela napas pelan.

" Na, kamu baik baik aja?" Tara menggenggam tangan kanannya sedikit cemas, melihat pemuda yang kini jadi suaminya itu tampak gusar.

" Yeah, im fine," Jawab Nala sembari meremas tangan Tara dengan lembut.

" Nura?" Tebak Tara.

" Aku hanya berharap dia bisa datang," Ucap Nala dengan nada sedikit mengandung kesedihan.

" Entah kenapa aku merasa kami memperlakukan dia dengan tidak adil, Bu Rahma sudah mendapat ganjaran selama 20 tahun ini, i think its enough for them," Tara menghela napas miris.

" Suka ataupun nggak, dia adikku kan?" Tara mengangguk perlahan.

" Bisakah kita lupakan sejenak Nura, kita harus fokus pada acara ini sampai selesai," Tara menatap Nala penuh harap. Nala tersenyum lembut kemudian mengangguk pelan.

" Yeah, you are right, kita harus fokus sama pernikahan kita, termasuk mempersiapkan malam pertama kita nanti," Goda Nala sembari menyentil hidung Tara.

Seketika pipi Tara bersemu merah mendengar ucapan Nala.

***

Nura tersenyum lega akad nikah Nala dan Tara berlangsung dengan lancar. Beberapa kali dia mendapati Nala menyapukan pandangannya kesemua arah. Dia tahu kalau Nala pasti sedang mencarinya. Rupanya phasmina yang dia kenakan membuat Nala tidak mengenalinya. Padahal beberapa kali Nala memandang kearahnya. Tapi dia bersyukur Nala tidak mengenalinya sehingga dia tidak perlu repot repot menghadapi keluarga besar papanya. Dan mungkin akan membuat kegaduhan diacara pernikahan Nala.

Nura beranjak dari tempat duduknya. Janjinya pada Nala telah selesai, dia sudah hadir dipernikahan kakak laki lakinya itu. Tiba tiba hatinya merasa kosong. Hatinya terasa sakit dan pedih. Mungkin ada baiknya dia tidak pernah tahu bahwa papanya masih hidup. Mungkin semuanya bakal lebih baik kalau rahasia yang selama ini disimpan rapat oleh ibunya tetap menjadi rahasia. Tanpa terasa Nura meneteskan air matanya, saat melihat papanya memeluk Nala dan Tara secara bergantian, mereka tersenyum dan tertawa dengan sangat bahagia. Dan dia bukanlah bagian dari kebahagiaan mereka. Dia hanyalah anak yang mungkin tidak diinginkan kehadiranhya. Mungkinkah papanya akan memeluknya juga saat dia menikah nanti. Mungkinkah senyumnya juga akan sebahagia Nala saat ini. Nura menghela napas panjang, mencoba menata hati dan perasaanya yang semakin tidak menentu. Kebahagiaan Nala dan papanya terasa menusuk hatinya. Nura menghapus air mata yang menetes dipipinya kemudian beranjak pergi.

Assalamualaikum.
Alkhamdulillah mas Nala dan Mbak Tara akhirnya menikah. How bout Nura, tunggu part selanjutnya yah. Jangan lupa vote dan komen, terima kasih.

RAHASIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang