16. The House in Dean Street

401 76 2
                                    


Tera memasang tutup hoodie-nya ketika keluar dari kamar mandi. Bahkan pemanas ruangan yang ada di kamar tempat Gea, Pat dan dirinya akan tidur malam ini, terasa seperti tidak berfungsi jika dibandingkan dengan dinginnya udara menyambut Januari. Ini musim dingin pertama Tera setelah lahir dan besar di Indonesia, jadi wajar kalau ia tak terbiasa.

Matanya menangkap dua sahabatnya yang sedang telentang di kasur entah membicarakan apa. Namun Tera medengar satu nama keluar dari mulut Gea; Samuel.

"Udah punya cewek. Mending nyerah sekarang," tembak Tera tajam sembari menggantung handuknya di dekat pintu kamar mandi dan lanjut mengoleskan satu dari berbagai macam produk wajah yang sudah ia taruh di atas meja rias kamar itu saat sampai tadi.

"Hah? Demi apa lo? Nggak jomblo lagi si Sam?!" seru Gea. Antara tak percaya dan tak mau terima.

Tera menggeleng tanpa menoleh.

"Ya elah tiba-tiba pengin balik ke Indo," rengek Gea menuai cibiran Tera.

"Tetip semanggat," Patricia tiba-tiba angkat bicara. Mengucapkan kata yang membuat Gea mengerutkan dahinya bingung. Ia meminta Pat mengulang kalimat itu sekali lagi, namun setelah Gea tetap tidak dapat mengerti. Tera menahan tawanya.

"Tetap semangat," ujar Tera mengulang Patricia.

"Hah?"

"Iya itu. Tetap semangat. Satu-satunya kalimat Indo selain terima kasih sama maaf yang si Pat tahu," jelas Tera menyudahi acara skin-care malam itu.

"BAHAHAHAHA," Gea terpingkal.

"Lucu aja lo bule," komentarnya kemudian sambil menggeleng pada Pat yang hanya tersenyum tiga jari tanpa dosa meski tak mengerti Gea bicara apa.

"Udah sana mandi, kita harus ke bawah lagi kan?" suruh Tera pada Gea karena memang hanya gadis itu yang belum dapat giliran mandi sejak sampai tadi.

Setelah Gea mandi, mereka masih harus turun ke ruang tamu untuk bertemu dengan mamanya Luka karena tadi hanya sekadar bertukar sapa. Selain itu, mereka masih harus membicarakan akan pergi ke mana mereka besok.

"Aaron asked me whether we're going to join you in Montauk or not."

Tera meringis. Seharusnya ia ingat pasti ada yang mendengar percakapannya dengan Luka. Gadis itu kemudian mengambil tempat Gea yang sudah ditinggal ke kamar mandi. Tera telentang dan menutip mata dengan lengannya.

Ah, permasalahan Montauk.

"Should I go?" Kini mata Tera membulat, menatap Pat. Yang ditanya mengendikan bahunya.

"Do you want to go?" Pat bertanya balik.

Tera mendesah. Orang gila mana yang diajak bermalam di Montauk dan menolak?

Ia lalu mengangguk.

"Then go. It's not like spending a day in your dream place will make you fall in love with him," tutur Pat. Tera dengan jelas menangkap sarkasme dalam suaranya, meninggalkan jeda hening cukup lama setelahnya.

"Kak Bimo pasti ketar-ketir banget dah lihat lo sepenuh pertimbangan ini mau nerima ajakannya Luka, padahal dulu kalau Kak Bimo ngajak pasti langsung ditolak. Gue bisa banget bayangin kalau dia tahu langsung ngirimin lo berdua santet online." Gea berlontar sambil mengusak rambut basahnya dengan handuk begitu keluar dari kamar mandi.

Tera hanya memutar bola matanya. Makin sering Gea membicarakan Bimo makin ingin juga Tera mempertanyakan hubungan sahabat dengan kakak tingkatnya itu.

Membalas lontaran Gea dengan lemparan bantal, ketiganya kemudian turun menuju ruang tamu yang sepertinya sudah dihuni teman-temannya itu. Terdengar suara tawa Aaron disambut gurauan ibunda Luka.

We Know the Ending (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang