Tera membaca lagi dan lagi deretan pesan dari Luka yang tak dibacanya waktu itu. Waktu sudah berlalu seperti biasa, namun Tera masih menyempatkan diri untuk merasa bersalah setiap harinya, sejak ia mengingkari janji untuk kali yang kedua pada Luka. Buktinya, sekarang Tera sedang berjalan menuju kelas gabungannya sembari teman-teman sekelompoknya bercanda tawa di sampingnya, namun Tera tidak tertarik sama sekali untuk ikut menimpali.Hari ini kelasnya dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok akan pergi ke kelas yang berbeda untuk kelas gabungan. Kelas seperti ini tidak banyak dilakukan, hanya saja beberapa mata kuliah dari jurusan berbeda yang memiliki silabus hampir mirip, biasanya melakukan kelas gabungan dua kali dalam satu semester.
Kelas gabungan pertamanya semester ini adalah dengan mata kuliah produksi dari jurusan Teater. Tera sempat menahan napas saat mendengar hal itu, namun secepatnya menghembuskannya lagi ketika mengingat Luka sudah mengambil kelas ini semester lalu, sehingga tidak mungkin Tera akan menemui Luka di kelas ini.
Begitu masuk ke kelas yang dituju, Tera dan teman-temannya duduk menempati bangku di barisan cukup depan, berberapa menit sebelum kelas itu kemudian penuh.
"Good morning everyone! I hope you're all having a pleasant morning. Today, some of our friends from the Creative Writing major is here to join us. Professor Garcia have already told you guys the assignment, right? Because she didn't tell me and just sent her students." Wanita tinggi menjulang itu terkekeh kecil, membuka kelas pagi itu sembari tersenyum ramah, bertanya pada 6 orang mahasiswa yang kelihatan jelas dalam jarak pandangnya.
"Yes. We kind of have to make a more than one thousand words essay about how romance is portrayed in the theatre industry, and how it is an important cross-major learning material." Tera menjawab.
Dosen kelas itu memanggutkan kepala. "Perfect," gumamnya.
"Because today's collaborative class is with the Romance Writing course of the Creative Writing major, I figure that we have to start by watching a romance theatre just so we all have the same point of view of what we're going to talk about."
Layar LCD kelas itu menyala, menunjukkan halaman utama laptop milik sang dosen.
"By the way I'm Professor Hill, but I usually go by Jeniffer." Jeniffer memperkenalkan dirinya kembali kepada 6 murid barunya, sambil mencari sesuatu dalam laptop-nya. Tak berapa lama kemudian, layar penuh oleh gambar tirai berwarna merah. Jeniffer menekan tombol yang kemudian membuat layar bergerak, dan pementasan dalam video dimulai.
"This is last semester production class' best project. The theme of it is luckily 'Love' so it's a perfect video for today's class. The title itself is Love Letter: A Song."
Kedua alis Tera bertaut di tengah, merasa pernah mendengar judul tersebut. Tapi di mana?
Saat Jeniffer mematikan lampu kelas agar dapat melihat pertunjukkan teater dalam video tersebut dengan lebih khidmat, suara yang Tera kenal betul — suara yang yang sedikit berat namun tetap halus, diselingi sedikit serak dałam tiap tarikan nadanya — memenuhi ruangan tak terlalu besar itu. Suara khas yang rasanya memiliki jalan masuknya tersendiri di telinga Tera, beralaskan karpet merah.
Tera menggigit dinding mulutnya gugup begitu tirai merah dalam video tersebut terbuka, menampilkan Luka dalam balutan kaus santai dan celana jins belel, satu-satunya orang yang ada di atas panggung dengan lampu sorot tertuju padanya. Ia duduk, dengan gitar akustik putih sempurna dalam pelukannya. Lagu yang pria itu nyanyikan mengalun sendu seiiring tiap petikan senarnya.
Teater musikal itu menceritakan tentang Adam — yang diperankan Luka — yang merupakan seorang penulis lagu yang terlalu terobsesi dengan cinta. Tak peduli tentang makan dan minum, tak bisa membedakan lagi siang dan malam karena jendela kamarnya tak pernah terbuka, tak suka bicara selain dengan diri sendiri. Si gila romansa yang sayangnya, tak pernah jatuh cinta. Itu sebabnya tak pernah ada jiwa dalam tiap lagu yang ditulisnya. Adam tidak pernah menemukan cinta sampai akhir cerita, tapi itulah inti alurnya. Bahwa tidak semua kisah cinta memiliki cinta di dalamnya. Kebanyakan waktu, yang dibutuhkan hanya bayangan tentang cinta yang ada dalam kepala para tokohnya. Seperti Adam dan bayangannya akan cinta, padahal sampai akhir cerita tak pernah mencinta.
![](https://img.wattpad.com/cover/274801266-288-k516468.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
We Know the Ending (Completed)
Novela JuvenilSeseorang pernah berkata pada Luka, bahwa yang terpenting tentang mencintai adalah pengorbanannya. Tapi Luka kemudian jatuh cinta pada Tera, si ambisius yang tidak mau mengorbankan apapun dalam hidupnya untuk cinta. "Jatuh cinta itu mudah. Asal pad...