10. The Bus Conversation

553 104 4
                                    


Ibu jari Tera tidak berhenti bergerak di layar ponselnya, melihat semua berita dan komentar luar biasa yang diberikan bagi Luka tentang pertunjukannya kemarin. Tera berusaha menemukan potongan video lainnya selain video 1 menit yang ada di dalam sosial media kampusnya, namun selain video lain yang berdurasi kurang dari 30 detik dan kumpulan foto-foto, Tera tidak dapat menemukan apa-apa. Meskipun dari itu semua saja Tera sudah mengerti jelas bahwa Luka tampil menakjubkan kemarin, membuatnya semakin merasa menyesal dan bersalah.

Luka meninggalkannya dengan kata-kata yang cukup membuatnya sedih kemarin, dan ia sama sekali belum melihat pria itu hari ini. Tera sama sekali tidak punya niat untuk mengingkari perkataannya, namun memang seharusnya sadar ia bukan yang terbaik dalam menepati janji.

Ini.

Hal seperti ini yang Tera hindari.

Sekarang ia ada di sini, duduk diam di meja dining hall kampusnya meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore. Dan ia belum mencoret satu pun daftar hal-hal yang harus dilakukannya hari ini dari buku jurnalnya. Semua itu hanya karena ia tidak bisa memikirkan hal lain selain rasa bersalahnya pada Luka.

Tera meremas pulpennya gemas, melihat kertas kosong yang seharusnya penuh dengan tulisannya. Ini alasan Tera tidak perdah mau terlibat begitu dalam dengan seseorang, atau sekadar membuat janji pada siapapun. Karena dengan begitu pikirannya akan kacau, dan ia tidak punya waktu untuk disisihkan hanya untuk mengembalikan pikirannya ke tempat seharusnya.

Tera menutup buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas, berniat melanjutkan review materinya di asrama. Baru berdiri, Tera menepuk dahinya, lupa bahwa ia harus pergi ke Burke Library — perpustakaan Hamilton — untuk meminjam buku bahan bacaan salah satu mata kuliahnya. Ternyata banyak sekali yang dilupakan Tera hari ini.

Gadis itu menggeleng dan mencoba fokus sembari melangkah ke luar gedung.

Menembus dingin selama 8 menit, Tera melangkah pasti melewati asramanya dan menuju ke perpustakaan. Tera menempelkan kartu mahasiswanya untuk membuka pintu perpustakaan, menerima dengan lega terpaan udara hangat dalam ruangan itu. Padahal musim dingin masih beberapa bulan lagi. Musim gugur saja belum tersentuh.

Melihat lagi judul buku yang harus dipinjamnya, Tera kemudian melangkah ke mesin pencarian untuk mengetik nama buku tersebut.

Sedang dipinjam.

Tera menggaruk kepala kasar. Kenapa hari ini tidak ada yang berjalan sesuai kehendaknya sih?

Tera mengedarkan pandangan ke penjuru perpustakaan, kebingungan. Tapi jelas tidak ada yang didapatinya, selain satu kelompok mahasiswa di meja dekat rak jurnal. Kekurangan bahan bacaan tentu akan berpengaruh pada partisipasinya dalam kelas secara keseluruhan, yang akan berdampak pada nilai akhirnya. Tera mengerang kesal.

"Kamu nggak apa-apa?"

Seseorang menaruh tangannya di pundak Tera hati-hati, mengira gadis itu kesakitan. Tera menoleh sedikit, menemukan pria yang dari pagi tak dilihatnya dalam pandangan.

"Luka?"

"Hai. Are you okay?" Luka mengulang pertanyaannya.

"Ah, iya. Nggak apa-apa, lagi agak pusing aja. Kamu ngapain di sini malem-malem?"

Luka tersenyum kecil dan menunjuk kelompok kecil yang tadi Tera lihat. "Tugas kelompok."

Tera memanggut.

"Kamu sendiri? Nyari sesuatu?"

"Iya, tapi lagi dipinjem," gerutu Tera pelan.

Luka melirik komputer yang tadi digunakan Tera untuk mencari bukunya, tidak sengaja membaca judul tersebut. The Forest for the Trees? tanya Luka dalam hati, mencoba mengingat di mana ia melihat judul itu baru-baru ini.

We Know the Ending (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang