9. The Forgotten Promise

533 112 5
                                    


Luka berdiri di tengah panggung ketika lampu sorot ruangan itu menyorotnya seorang diri ketika akan menutup penampilan itu dengan kalimat-kalimat terakhirnya.

"It is not the question 'Have you eaten?' but the one that follows, 'Why haven't you eaten?'"

"It is not the the way someone says 'I love you' but the way the feeling stays the same the day that follows."

"It is not a perception, not an equation, not an instruction."

"And most of the times, love is not about what is. But about what is not."

Riuh tepuk tangan menggelora begitu semua lampu mati dan beberapa detik kemudian menyala secara serentak, menampilkan semua pemeran dan yang bertugas di belakang layar, berdiri bersama di atas panggung. Pertunjukan terakhir dari 7 kelompok yang tampil hari itu sukses menjadi penampilan paling memukau dalam sejarah kelas produksi dari tahun ke tahun. Naskah yang ditulis ajaib, pemerannya sempurna, kerja kelompoknya baik yang di atas panggung maupun tidak benar-benar luar biasa. Tanpa menunggu akhir semester pun, dari senyum dan seruan yang ada dalam ruangan itu, sudah dipastikan kelompok itu mendapat nilai melebihi rata-rata.

"We nailed it," bisik Sam pelan pada Luka.

Pria pemeran utama pertunjukkan itu hanya mengangguk kecil dengan mata mencari seseorang di antara penonton yang ada. Seseorang yang katanya akan duduk di barisan paling depan, namun belum muncul batang hidungnya sejak lagu pertama Luka nyanyikan di atas panggung sebagai pembuka penampilan mereka.

Mungkin Tera tidak dapat tempat di barisan paling depan, pikir Luka. Mungkin gadis itu mendapat kursi di belakang, yang tidak dapat ditangkap mata Luka.

Setelah memberi satu hormat terakhir, semua yang berdiri di atas panggung secara berurutan turun, mendapat kesempatan untuk bercengkrama dengan mereka yang datang menonton. Luka mengalihkan pikirannya dengan tersenyum dan tertawa menerima pujian dari beberapa temannya yang lain, serta beberapa orang dosen mata kuliahnya yang lain.

"The recording of your performance is definitely going to be featured in an introduction to my class next semester. You did great as always, Luka. Congratulations." Jennifer, dosen mata kuliah produksinya menepuk punggung Luka pelan, dan menyelipkan bangga.

Luka tersenyum lebar, menunjukkan deretan gigi putihnya. "Thank you, Jennifer. So, an A plus is a sure thing right?" pria itu lalu mengedipkan sebelah matanya.

Jennifer memutar bola mata pada salah satu mahasiswa kesayangannya itu. "It is, if you did well on the finals."

"I will," ujar Luka yakin.

Membiarkan dosennya itu menghampiri teman-temannya yang lain, Luka kembali sibuk berusaha menemukan Tera. Belum lagi, Samuel yang pecicilan ini tidak henti-hentinya menanyakan perihal keberadaan gadis yang akhir-akhir ini selalu disebutnya dengan 'Poetry Girl', entah dia tahu nama aslinya atau memang tidak.

"Ini nggak bakal jadi yang terakhir kalinya dia biarin lo nunggu, Ka."

Luka terperanjat mendengar suara berat yang masih sedikit asing di telinganya tiba-tiba muncul begitu dekat dengannya. Luka memutar tubuhnya, mendapati Bimo berdiri tak jauh di belakangnya, dengan tatapan menusuk miliknya. Luka tidak tahu kenapa pria yang terakhir ditemuinya saat bertemu mahasiswa Indonesia lainnya itu bisa ada di sini. Mungkin ia datang untuk menonton seseorang. Namun kalimatnya barusan mengganggu Luka.

"Maksudnya?"

"Lagi nunggu Tera kan? Dia bilang bakal datang?"

Luka mengerutkan dahinya. Dari mana Bimo tahu?

We Know the Ending (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang