11. The Start of A Poem

581 101 5
                                    


Luka mencuri lirik pada Tera di sela kegiatannya berdiskusi dengan anggota-anggota klubnya yang lain. Hari ini adalah jadwal klub mereka melakukan survey lokasi untuk kegiatan akhir tahun mereka, dan sudah hampir seminggu terhitung sejak malam di mana Tera kehilangan pertahanannya di depan Luka dan menyuarakan isi hatinya. Mereka masih bicara, seperti biasa, seperti tidak ada yang terjadi di antara mereka, seperti Tera tidak pernah mengucapkan apa yang ia ucapkan waktu itu. Hanya saja, ada rasa janggal yang sebelumnya tidak ada di sana.

Di pikiran Luka, ada satu hal yang paling menonjol dibandingkan yang lainnya. Daripada seseorang yang tidak ingin jatuh cinta, Tera lebih kelihatan seperti seseorang yang takut jatuh cinta. Dan hal itu jauh lebih buruk, karena rasa takut selalu menjadi dasar hal-hal buruk lainnya.

"What do you think? It's better than the last place we visited."

Luka melihat lagi daftar-daftar tempat yang tadi sudah mereka kunjungi dan mengangguk setuju pada Aimee di sebelahnya.

"The price is more reasonable too, and the place itself is already well known," timpal Luka setelahnya.

"The down side is there's no bus running here. So it can be reached only by car from the university and it will take thirty minutes. And I can guarantee you that no one wants to walk six hours, or ride a bike for one and a half hours just to come here." Grace angkat bicara mendengar argumen-argumen adik tingkatnya.

Luka dan Aimee tampak berpikir ulang. Grace benar.

"Arts at the Palace, huh? You guys picked a great place," komentar Tera dengan matanya yang terus menelusuri gedung pertunjukan kecil itu. Ia jadi teringat penampilan spoken word pertamanya yang secure kebetulan juga diadakan di sini saat acara klubnya dulu. Jadi nostalgia.

Luka menoleh pada Tera yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelahnya.

"Iya, tapi masalahnya nggak ada kendaraan umum dari kampus ke sini dan jauh banget lokasinya sebenarnya. Kayaknya harus cari yang lebih deketan deh," keluh Luka pelan pada Tera. Grace dan Aimee hanya ikut memandang Tera dan Luka serius meski tak mengerti Luka bicara apa.

"You know, if we combine our clubs budget, we can actually provide like some sort of car or minivan, operating from campus, so that anyone that wants to go from Hamilton, can use it. But for other people not from campus, well, they'll find their own way. I mean, our main target is Hamilton's students right?" usul Tera.

Grace memanggutkan kepalanya mendengar usul dari Tera. Usul yang sempurna mengingat pasti sangat membantu jika mereka bisa menyediakan kendaraan khusus dari kampus. Belum lagi mahasiswa yang memang ingin datang jadi tidak perlu memikirkan terlalu ribet mengenai transportasi. Setiap acara yang diadakan Poetry Slam dan SPAC selalu berakhir dengan tempat duduk yang hanya tersisa barang 4 sampai 5 bangku di tiap pertunjukkan, jadi mereka cukup optimis bahwa biaya yang mereka sisihkan untuk transportasi tidak akan terbuang sia-sia.

Grace menyikut pelan lengan Luka dengan mata yang tertuju lurus ke arah Tera, "You're chasing over a brainer here, huh? Time for me to give up." Dan tersenyum menggoda pada Luka dan Tera. Keduanya hanya tersenyum kikuk, tidak membalas perkataan kakak tingkat mereka itu. Tiba-tiba saja rangkaian adegan minggu lalu dan percakapan mereka bermain kembali di kepala keduanya, membuat Tera secara perlahan tapi pasti, melangkahkan kakinya menjauh dengan alasan harus mengurus yang lain.

Luka hanya tersenyum setengah hati dan berlalu, membuat Grace menggaruk kepalanya bingung. Seperti salah bicara, tapi tak mengerti bagian mananya.

Pria jangkung bermata cokelat gelap gitu memandang dari kejauhan panggung yang akan dinaikinya dalam hitungan bulan itu. Dalam otaknya, berlarian beberapa bayangan akan apa yang ingin ditunjukkannya, kali ini dengan satu kepastian bahwa Tera akan ada di sana. Kali ini, Tera akan benar-benar melihatnya tampil, untuk pertama kalinya. Dalam satu kedipan mata, rasanya tidak ada peran yang cukup baik untuk ia perankan di depan Tera. Tidak ada jalan cerita yang cukup indah bagi penulis handal macam Tera untuk ia jalani di depan Tera. Tidak ada pertunjukkan yang akan cukup untuk menggugah hatinya. Luka tidak pernah malu akan mimpinya, namun baru pertama kali ia ingin tampil bukan hanya untuk dirinya sendiri. Baru kali ini rasanya ia harus tampil untuk orang lain.

Luka sudah lama tidak jatuh cinta. Sudah lama tidak memedulikan hal lain selain peran yang dimainkannya, Luka baru ingat bahwa perasaan yang diagung-agungkan itu tidak selalu menyenangkan. Ia baru ingat bahwa jatuh cinta dan membagi fokus, jatuh cinta dan hidup dalam cemas serta takut tak akan cukup bagi orang lain, tidak selalu menghadirkan kupu-kupu di perutnya.

Jadi kalau Tera minta padanya baik-baik untuk tidak membuatnya jatuh cinta, sebenarnya Luka egois tidak sih kalau tidak mengindahkan permintaan itu?

"Kamu udah berapa kali, Ka, bikin orang lain nangis karena mimpi kamu?" Tera muncul begitu saja di sebelah Luka, mengeluarkan pertanyaan yang selalu saja jadi kejutan.

"Satu kali," jawabnya kemudian.

"Siapa?"

"Papa."

Tera memanggutkan kepalanya lalu tersenyum tipis — hampir tak terlihat — dan menjulurkan tangannya seperti ingin menggapai panggung yang jauh di depannya itu. "Kalau aku sering, Kaluka. Mama, papa, semua orang yang lihat aku lebih dari teman, dan semua orang yang pernah dengan bangganya jalin hubungan sama aku. Untuk berdiri di depan situ, aku udah korbanin banyak banget air mata, Ka. Jadi nggak boleh ada lagi. Aku nggak boleh gagal dan bikin mereka nangis lagi."

"Kenapa sih, Ra, yakin banget kalau jatuh cinta, kamu bakal gagal? Kenapa selalu mikir kalau kamu luangin sedikit waktu untuk hal lain, kamu nggak akan gapai mimpi kamu?"

"Aku nggak selalu mikir gitu kok. I just don't want to risk it," jawab Tera masih belum menatap Luka.

"Dan kalau kamu beneran jatuh cinta?"

"Aku udah pernah bilang kan waktu itu? Aku nggak akan ngapa-ngapain. Kalau aku jatuh cinta sama kamu, kamu cuma bakal berakhir jadi barisan dałam bait tulisan aku."

Luka diam. Tangannya lalu menunjuk ke arah panggung, mencoba untuk tidak terkejut akan pernyataan menohok Tera. "Jadi suatu hari nanti, kamu bakal ngomong tentang aku di panggung itu?"

"Kalau kamu berhasil bikin aku nggak jatuh cinta sama kamu, enggak. Kalau iya, yes, you'll be my poem."

Kali ini, alih-alih menanggapi dengan serius, Luka terkekeh kecil. "Rasanya gimana ya, jadi bait tulisan kamu?"

"When someone become my poem, that means that person is going to stay there and only there, Ka. That's why I don't write about my family, I rarely write about my friends. Most of my poems about love are about things and people I captured just to be an old memory. When I put someone into my poem, that means it's the ending. Aku berharap kamu nggak akan pernah tahu rasanya jadi tulisanku, Luka."

Luka berhenti tersenyum, tidak tahu akan ditanggapi setajam itu oleh gadis di sebelahnya yang sudah tidak lagi merentangkan tangannya ke arah panggung.

Selalu saja.

Semua percakapan dengan Tera, entah kenapa selalu berakhir pilu.

"Kamu mau jadi penulis hebat kan, Ra?" Luka menatap Tera.

Tera mengangguk. Pertanyaan macam apa itu?

"Then take chances. Ambil kesempatan untuk sakit hati. Ambil kesempatan untuk gagal. Ambil kesempatan untuk nulis tentang cinta, tapi tentang bahagianya. Ambil kesempatan untuk disakiti, bukan cuma jadi yang menyakiti. I can't fullfil what you asked me last week. Fall in love with me, Ceritera. Jadiin aku sarana kamu belajar, jadiin aku orang pertama yang bahagia dalam tulisan kamu."

Tera tersentak. "Kamu lagi main peran antagonis yang egois, Ka?"

"Yang antagonis kan kamu. Protagonisnya juga kamu. Di dunianya kamu, cuma ada kamu kan?"

Tera diam.

"Kamu bilang selalu capek karena harus dorong mimpi kamu sendirian? Tahu nggak bahagianya jatuh cinta sama orang yang tepat? Kamu nggak capek sendirian. Dalam meraih mimpi, perannya cinta itu untuk jadi dorongan, Ra," lanjut Luka.

"Dan kalau kamu bukan orang tepat?"

"Then I will your best heartbreaking poem."

W.K.T.E

Vomments are highly appreciated☺️

We Know the Ending (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang