19. Tanggung jawab.

920 66 174
                                    

Aku berjalan ke arahnya, tersenyum, dan memeluk wanita yang tak lagi muda tapi masih terlihat sangat cantik dengan gen blasteran Belanda yang diwariskan oleh Nana, caraku memanggil almarhumah nenekku.

"Iya, Ibuk cantik." Ucapanku sukses mengembalikan senyum di wajah ayunya.

Ibuk mengelus rambutku dengan sayang, dan kami berjalan beriringan ke ruang makan.

***

Kulihat Ares tertidur kembali, rupanya tadi dia hanya mengigau. Kuusap air matanya lalu kukecup keningnya, mumpung dia nggak sadar. Kembali kupandangi wajah maskulinnya tanpa bosan hingga lelah mengantarku ke alam mimpi.

❤MARISKA'S POV OUT❤

***

Rara keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga ke lantai dua. Hari ini dia harus menghadiri kelas pagi, yaitu pukul 8 nanti. Dia ingin tiba di kampus lebih awal supaya bisa mendapat tempat duduk yang paling belakang.

Sebelum sampai di lantai dua, didengarnya suara Monik, "Monik cakep."

Rara sampai di lantai dua dan dari pintu kamar yang terbuka melihat Anna dan Monik yang sedang ngobrol sambil duduk di tepi ranjang queen size di kamar mereka.

Anna menggeram frustrasi. "Why should I do this? We could always talking in English," katanya dengan nada kesal. (Kenapa aku harus lakukan ini? Kita bisa ngomong pakai bahasa Inggris.)

"Monik cakep," ulang Monik setengah memaksa.

Rara berhenti di depan kamar yang posisinya persis di samping tangga tersebut dan tertawa terbahak-bahak. Pasangan tersebut menoleh ke arahnya, sedetik kemudian Anna ikut tertawa sementara Monik cemberut.

"You won't believe what's this monkey trying to do to me," kata Anna geli. "Off to campus?" tanyanya pada Rara. (Kamu gak akan percaya sama apa yang monyet ini coba lakukan padaku. Mau ngampus?)

"Yep," jawab Rara.

"I'm going to work, let me drop you first, Sis," kata Anna sambil berjalan keluar dari kamar mereka. Rara mengangguk senang. (Aku mau berangkat kerja, sekalian kuantar yuk.)

"Okay, aku mandi dulu. See you later, Babe, dadah Rara," pamit Monik sambil memasuki kamar mandi.

Mereka berbalik badan untuk berjalan ke arah tangga menuju lantai satu. Beberapa langkah kemudian Rara berhenti tiba-tiba, membuat Anna otomatis menabraknya. Rara yang bertubuh cungkring hampir saja terpental setelah tertabrak tubuh kekar Anna kalau saja Anna tidak refleks menahan lengannya.

"Whoa, there! Why the sudden stop—" Anna berhenti bicara saat Rara menoleh padanya dengan ekspresi aneh, kemudian melihat ke arah tangan Rara menunjuk. (Whoa! Ngapain berhenti tiba-tiba?)

Di karpet, yang sebelumnya tak terlihat oleh mereka karena terhalang sofa, Ares dan Mariska sedang tertidur pulas. Posisi mereka berbaring miring dan saling berhadapan, puncak kepala Mariska berada di ceruk leher Ares, yang lengannya memeluk Mariska.

Rara dan Anna saling lihat kemudian meraih ponsel masing-masing dan mulai memotret mereka.

"Aww, aren't they the cutest?" gumam Anna. (Cocok banget ya, mereka.)

"Hu'um, serasi banget," kata Rara.

Mereka berjalan menjauh. "Guess Ares found the cure for his acute insomnia," kata Anna pada Rara. (Kayaknya Ares sudah nemu obat untuk Insomnia akutnya.)

🌼🌼🌼


Ares terbangun tanpa rasa gelisah dan keringat dingin seperti sebelum-sebelumnya. Dua hari ini tidurnya nyenyak dan cukup, bahkan tanpa mimpi memuakkan yang biasanya tak pernah absen, dan dia yakin ini semua berkat Mariska. Dieratkannya dekapannya dan diciumnya puncak kepala Mariska. 'Nggak akan kulepas,' batinnya.

Om KosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang