67. Rindu

823 34 2
                                    

Mariska menoleh ke arah Ares, masih bingung bagaimana Ares bisa memiliki foto gadis itu. Lalu dia menyadari ada yang aneh pada ekspresi Ares sebelum pria tersebut berbalik badan dan berjalan menjauh. Mariska hendak menyusulnya, namun dicegat oleh salah satu polisi untuk diberikan rangkaian pertanyaan sebagai saksi. Dilihatnya Ares berjalan keluar dari gerbang dan bertanya-tanya, kemana mobilnya?

Setelah rumah sepi kembali, Mariska lemas sendiri mendapati lantai satu rumah tersebut jadi sangat berantakan dan kotor. Beberapa barang yang tadinya hendak dimasukkan ke dalam mobil oleh komplotan pencuri, teronggok di teras dan jejak sepatu kotor sepertinya ada di mana-mana, termasuk karpet.

Tak ambil pusing, Mariska mencolokkan ponselnya ke charger dan mulai berbenah. Dia benar-benar tak suka menunda pekerjaan, apalagi bila tempatnya tinggal jadi berantakan dan kotor.

Ares tak kembali bahkan setelah pagi menjelang siang. Sarapan yang disiapkan Mariska untuknya sudah dingin, sementara piringnya sendiri sudah kosong. Pesan yang dikirimnya pada Ares belum terbaca, dan nomor ponsel Ares masih saja tidak aktif. Dia sudah kelelahan dan butuh istirahat, tapi rasa cemas pada Ares membuatnya tetap terjaga.

Mariska memberi makan Pippo sebelum berlalu ke teras depan. Dikirimnya satu pesan lagi pada Ares. Saat ini Mariska betul-betul kesepian dan tanpa terasa, air mata jatuh ke pipinya. Dia duduk di lantai, melipat tangannya di atas meja kopi, lalu meletakkan kepala di atas lipatan tangannya dan tertidur.

***

"Mar, lu ngapain tidur di sini?"

Suara Monik, disusul dengan goncangan pelan di bahunya membangunkan Mariska. Dia langsung memeluk Monik yang bereaksi dengan tawa renyah.

"Gue tau, gue emang ngangenin. Tapi gak biasanya lu peluk orang begini," canda Monik yang tak menyadari bahwa Mariska sedang menangis.

Anna yang sedang membawa dua buah koper besar di masing-masing tangannya, mengerutkan alis saat melihat wajah Mariska yang sedang memeluk Monik.

"We're home. Are you okay?" tanyanya khawatir sambil meletakkan koper-koper tersebut dan menghampiri mereka.

Monik dan Anna yang baru saja tiba, tak nampak lelah walau harus bergantian menyetir dari Bali ke Surabaya selama lebih dari 9 jam.

Monik yang merasa ada yang aneh, melepaskan dirinya dari pelukan Mariska untuk melihat wajahnya. Mariska yang terisak, mengusap air matanya. "Ares ...," lirihnya.

"Kenapa Ares?" tanya Monik bingung.

"Ares pergi," ucapnya sebelum air matanya turun kembali.

Monik dan Anna saling berpandangan. "Ares pergi? Ke mana?" tanya Monik lagi, sementara Anna berinisiatif untuk langsung menelepon Ares.

"I can't reach him," ucap Anna setelah beberapa saat.

Mariska menceritakan pada mereka tentang apa yang terjadi semalam, juga bagaimana Ares menatapnya sebelum berjalan keluar dari rumah. "Masa Ares marah karena aku ngga becus jaga rumah?" tanyanya, tak jelas pada siapa.

Monik memijat keningnya. "Ares gak pernah kayak gini, Mar."

"He won't be angry to you about that, Mariska. That man loves you, and willing to trade all of his belonging, even his live, for you," ujar Anna, berusaha menghibur Mariska.

"I miss him, Ann. I can't even call him," lirih Mariska lagi.

"Nanti kita coba cari dia, ya? Sekarang kita masuk dulu, lu kelihatan capek banget, Mar. Istirahat dulu," titah Monik, Mariska mengangguk dan mereka masuk ke dalam rumah.

Anna dan Monik harus kembali ke Surabaya lebih dulu karena Anna sudah tak bisa lagi menunda pekerjaannya, sementara Ivan, Mishka, dan Layla masih harus mengurus beberapa hal di Bali.

Mariska memilih untuk kembali ke kamarnya sendiri. Malam itu, Monik dan Anna menunggu Mariska terlalu lama saat waktu makan malam, padahal mereka yakin sekali bahwa dia telah melewatkan makan siang. Monik mengetuk pintu kamar Mariska dan tak ada jawaban, dan pada akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintunya dan masuk. Benar dugaannya, Mariska jatuh sakit, dia menggigil dan demam.

Untuk pertama kalinya sejak waktu yang sangat lama, Mariska membiarkan orang lain merawat dirinya. Tak hanya itu, Anna juga menelepon semua temannya yang mungkin mengenal Ares untuk mencari pria tersebut, karena orang yang terakhir ditemuinya, yakni Nobel, tak bisa memberikan keterangan apa pun. Meski begitu, Nobel berjanji akan membantu Anna untuk mencari Ares setelah dirinya pulih.

***

Keesokan harinya, Mariska sudah merasa lebih baik meskipun dia masih merasa sedikit kedinginan. Mengenakan cardigan di luar piyamanya, dia turun ke lantai satu untuk memasak makan siang untuk mereka bertiga. Monik sedang mengisi mangkuk makanan Pippo ketika dia sampai.

"Udah baikan?" tanya Monik. Mariska mengangguk dan berjalan lesu ke arah dapur.

"Ga usah masak, Mar. Anna bentar lagi pulang kerja, dia beli makanan sekalian," ucap Monik.

Mariska tersenyum dan mengangguk, lalu mengambil sebuah apel dan menuang segelas susu sebelum duduk di pantry. Monik duduk di sampingnya.

"Aku kangen dan kuatir sekali sama Ares ...," lirih Mariska. "Mungkin Ares akan pulang kalau aku gak di sini lagi, besok aku akan cari kos baru."

Monik menghela napas. "Jangan, Mar. Rumah ini gak sama tanpa lu, kita temukan Ares dulu, kita denger apa alasannya berbuat begini, baru nanti kalian putusin bareng apa yang terbaik," usulnya.

Mariska mengangguk. "Aku nyesel nggak nerima dia lebih awal, Nik. Sekarang kalaupun mau marah, aku nggak punya hak karena aku bukan siapa-siapanya Ares," sesalnya.

Monik yang tahu benar bagaimana perasaan Ares sejak dua tahun yang lalu, menyanggah. "Lu salah, Mar. Bagi Ares, lu segalanya. Kita lihat aja apa alasan si Bego itu nanti. Kalau dia aneh-aneh, gue sendiri yang akan gebukin Ares buat lu."

***

Hari berikutnya, Ares belum juga bisa dihubungi, dan masih belum terlihat batang hidungnya. Mariska benar-benar tak ingin menyerah untuk memperjuangkan hubungan mereka, tapi juga merasa sangat lelah menunggu dalam ketidakpastian.

"Kalau besok Ares belum datang juga, aku mau pulang aja ke Banyuwangi," ucap Mariska pada Anna dan Monik setelah mereka makan malam bersama.

"Naik apa? Gue anter, ya?" tawar Monik yang cemas, pasalnya dia tahu bahwa Mariska belum sehat betul.

Mariska menggeleng. "Aku bawa motor aja," ucapnya.

"Mar, elu tuh belom sehat. Bodo amat lah sama Ares, elu udah kayak adek gue sendiri. Kalo lu kenapa-kenapa di jalan, bisa gila gue," omel Monik.

"Ya udah, aku bawa mobil aja. Minta tolong kalau Ares balik, kabarin aku, nanti aku ke sini buat balikin semua barang sama uangnya dia," ucap Mariska yang sudah yakin akan keputusannya.

Sementara itu, Anna yang duduk di samping Monik sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia baru saja menerima pesan broadcast di group chat pelanggan Ramshorn. Isinya adalah undangan untuk party malam ini, dengan bintang tamu seorang DJ ternama asal Amerika. Entah mengapa, dia yakin sekali akan menemukan Ares di sana. Tak lama kemudian, sebuah pesan dari Nobel masuk ke ponselnya.

_____
Sebastian
| Sayang, sepertinya nanti malem Ares bakal di Ramshorn. Aku gak bisa samperin krn lagi tugas luar kota.
10.57 am

Om KosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang