16. Worth It.0

892 76 184
                                    

"Gak bisa ditahan?" tanya Mariska dengan polosnya.

"Hotel deket sini, ya?" Ares menjawab pertanyaan Mariska dengan pertanyaan lain yang langsung disesalinya. "I'm sorry, I've never want someone this way (Aku gak pernah menginginkan seseorang separah ini). Yuk keluar, keburu kamu telat."

"I can wait, Ares," jawab Mariska.

"Gakpapa, yuk," Ares berkata sambil memasukkan tangan ke dalam celananya untuk membetulkan posisi miliknya sebelum membuka sabuk pengamannya.

"Ih, gak ada malunya, deh," omel Mariska, yang disambut tawa renyah Ares.

"Ngapain malu? Lupa ya, tadi pagi mulutku di mana?" goda Ares.

Mariska tak menjawab dan keluar dari mobil untuk menghindari gurauan Ares, wajahnya semerah tomat.

Ares menyangklong tas laptopnya dan berjalan di belakang Mariska yang memasuki kafe.

"Pagi Bos, pagi Mbak Lia!" sapa Mariska pada Dimas, bosnya, dan Lia, chef di kafe tersebut.

Dari jendela open kitchen, Lia tersenyum dan melambai. Dimas yang wajahnya cerah seketika, menjawab, "Pagi, Cantik!" yang disambut kekehan Mariska.

Ares yang kesal dengan cara Dimas memandang dan menyapa Mariska, memilih duduk di meja sudut kafe yang menyuguhkan pemandangan di luar kafe melalui jendela kaca di sampingnya sementara Mariska berjalan ke arah dapur untuk membantu Lia.

"Cantik, pagi ini anter pesenan hors d'oeuvres buat resepsi di Empire Palace, ya? Sampai sana tanya ke petugas catering harus ditata di meja yang mana, kamu tata lalu tinggal balik ke sini aja," titah Dimas.

"Siap, Bos!" sahut Mariska, yang kemudian sibuk membantu Lia mengepak kue-kue kecil berdekorasi warna-warni pastel dan bunga-bunga tersebut dalam container-container khusus kue.

Lia dan Dimas memasukkan kontainer-kontainer kue ke dalam mobil putih dengan logo Bonita cafe, sementara Mariska mengenakan apron seragam dan berjalan ke arah Ares, kemudian duduk di sampingnya.

"Aku tinggal delivery dulu, ya?" ucap Mariska setelah menerima kunci mobil dari Dimas.

"Sendirian?" tanya Ares, Mariska mengangguk. "Nyetirnya ati-ati, ga usah lirik-lirik cowok lain."

"Iya," jawab Mariska singkat sambil menahan tawa.

"Cium dulu," pinta Ares.

Entah mendapat keberanian dari mana, Mariska mencondongkan kepalanya dan mencium pipi Ares, yang dibuat syok olehnya. Hal ini tak luput dari perhatian Dimas yang baru saja memasuki pintu kafe.

Setelah kepergian Mariska, dari sudut matanya Ares yang sibuk dengan pekerjaan di laptopnya, menangkap gerakan seseorang duduk di seberang meja. Ares segera menyimpan lembar kerjanya sebelum menutup laptopnya. Di hadapannya, ada Dimas yang menatapnya dengan pandangan menilai.

Dimas memang tak setinggi Ares, tapi penampilan rapi dengan kemeja dan kaca mata, ditunjang dengan wajah tampannya, sukses membuat Ares merasa posisinya sebagai 'calon' pacar Mariska terancam.

Dimas memang tak setinggi Ares, tapi penampilan rapi dengan kemeja dan kaca mata, ditunjang dengan wajah tampannya, sukses membuat Ares merasa posisinya sebagai 'calon' pacar Mariska terancam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Om KosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang