21. Calon Istri.

749 59 135
                                    

Dua jam rasanya berjalan begitu singkat. Ares yang sedang mengawasi pemasangan karpet di dinding studio musik sebagai peredam suara, cukup puas dengan hasil kerja timnya yang kini sudah mencapai 50%.

"Res, hape geter-geter mulu, nih. Ada telepon dari ... calon istri?" tanyanya ragu.

Seluruh kru sontak berhenti dengan aktivitas mereka masing-masing dan menoleh ke arah Ares. Ares hanya tersengir.

"Sejak kapan punya calon istri?"

"Kok gak pernah dikenalin?"

"Wah kayaknya bakal ada acara makan-makan, nih."

"Bused, Bos. Kalem gitu tau-tau udah mau nikah aja."

"Kayak dia dong, Tom. Gak gembar-gembor tapi pasti, kamu mah, bolak-balik bilang mau nikah, tapi ditikung mulu."

Lantai tiga tempat mereka bekerja yang semula hanya ramai dengan alat pertukangan, kini ramai dengan celotehan dan tawa mereka berenam yang mulai saling meledek.

"Dah ah, mau angkat telepon dulu," ujar Ares sambil menyomot ponselnya dari atas meja dan berjalan ke arah balkon.

"Iya, Sayang ...," sapa Ares.

"Ares masih sibuk? Aku udah keluar dari kampus, nih. Kalau sibuk kirim alamat aja, aku jalan ke situ nggak papa. Deket kan?" cerocos Mariska.

"Aku jemput aja, tunggu bentar, paling 5 menit," ucap Ares.

"Okay," jawab Mariska sambil mengangguk dan tersenyum ke arah Astrid yang melambaikan tangan padanya kala mobilnya berlalu.

Mariska duduk di teras post satpam sambil membaca novel secara online di ponselnya.

"Tumben nggak langsung pulang, Mbak Cantik?" sapa Pak Pomo, si satpam.

Mariska menoleh padanya dan tersenyum. "Bentar lagi dijemput, Pak."

"Wih, udah ada pawangnya sekarang?" goda si bapak.

Mariska tertawa. "Belum Pak, doain aja."

"Belum jadi suami maksudnya, Pak. Saya lamar dia masih belum mau," sahut Ares yang entah dari kapan sudah berdiri di samping Mariska tanpa gadis itu menyadarinya.

Pak Pomo tertawa. "Ya jual mahal lah, Mas. Cantik begini."

"Padahal saya ganteng loh, Pak," ucap Ares dengan ekspresi teraniaya.

"Sabar ya, Mas. Mungkin Mbak Cantik cari yang lebih ganteng," jawab Pak Pomo kalem. Mariska tertawa sementara Ares mencebik.

"Kami duluan ya, Pak," pamit Mariska seraya berdiri. Ares mengangguk pada si bapak.

"Monggo Mbak Cantik dan Mas Ganteng, hati-hati," ucap Pak Pomo.

"Makan siang sama temen-temen kerjaku dulu, gakpapa?" tanya Ares. Mariska mengangguk. "Kenapa nggak bales pesan yang aku kirim?" tanyanya lagi.

"27 hari lagi, Ares. Aku akan jawab 27 hari lagi," jawab Mariska sambil mengenakan helm yang diserahkan oleh Ares.

"27 hari lagi aku mau langsung ketemu orang tuamu." Ucapan Ares membuat Mariska seketika menelisik wajah seriusnya.

"Ares serius?" tanya Mariska ragu.

"Nggak pernah seserius ini," Jawab Ares sambil mengenakan helmnya.

"Oke," timpal Mariska.

"Lalu, seminggu kemudian kita nikah," titah Ares lagi, lalu naik ke atas motor dan menstarternya.

'Ya Tuhan, dia serius. Bisa dibunuh aku sama Bapak, pulang-pulang bawa cowok,' batin Mariska. Kali ini, tanpa disuruh, dia melingkarkan tangannya di pinggang Ares.

Om KosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang