23. Rapuh.

614 60 112
                                    

Trigger warning!
Terdapat konten mengandung kekerasan.


Tanpa terasa Mariska sudah menyelesaikan pekerjaannya. Tak menyadari jika sedari tadi, Dimas yang bersandar di pintu dapur memperhatikannya.

Mariska mengeringkan tangannya dengan lap, lalu melepas apron dan menggantungnya di rak yang tersedia.

"Mariska," panggil Dimas.

Mariska menoleh. "Iya, Kak Dim?" jawabnya.

Dimas menghela napas panjang. "Boleh tanya sesuatu?" tanyanya. Mariska mengangguk.

"Mas-mas yang datang ke sini kemarin, dia ngakunya calon suami kamu. Bener?" tanyanya lagi.

Sungguh Mariska yang capek, sebenarnya malas ngobrol tentang hal ini karena sebetulnya itu bukan urusan Dimas.

"Ares minta aku nikah sama dia, tapi aku belum bisa jawab sampai bulan depan," jujur Mariska, yang kemudian merutuki dirinya sendiri karena hal itu tak seharusnya dikatakan pada Dimas.

"Kamu suka sama Ares?" tanya Dimas.

"Iya, Ares bikin aku nyaman," jawab Mariska.

"Apa dia perlakukan kamu lebih baik daripada aku?" Pertanyaan Dimas mulai membuatnya kesal.

"Jujur, iya." Jawaban Mariska meninggalkan rasa perih di hati Dimas.

"Kalau aku nembak kamu, kamu bakal tolak aku buat pertahanin Ares?" Pertanyaan Dimas kali ini menimbulkan rasa marah di hati Mariska, yang kemudian menjawab iya.

Mariska menyadari perubahan ekspresi pada wajah Dimas, yang semula ramah seperti biasanya, menjadi menyeramkan. "Wrong answer, Mariska," tukasnya.

🌼🌼🌼

Ponsel di meja bergetar, menunjukkan nama Anna di layarnya. Ares yang masih berada di rumah Dominic dan sedang mengemasi barang-barangnya, berhenti sejenak untuk mengangkat telepon tersebut.

"Yep, An," sapa Ares.

"Hi, bro. I'm at Golden gym, your favorite bakso is passing outside, you want me to buy some (Aku di Golden Gym, penjual bakso kesukaanmu lewat. Mau nitip)?" tanya Anna, sambil memperhatikan bapak penjual bakso yang mendorong gerobaknya mendekat ke arah gedung gym. Ares, Anna, dan Monik sering datang ke Golden Gym untuk work out kala mereka bosan melakukannya di rumah. Dan bakso tersebut adalah kesukaan Ares, karena gorengan 'klasik'nya.

"Bungkusin lima, ya?" kata Ares sambil cengengesan. "I'm abaut to go there, by the way, to pick Mariska up from work." (Aku mau ke arah sana, jemput Mariska dari kerja.) Letak Golden Gym hanya beberapa gedung dari Bonita Cafe.

"Dude, let's be practical. Why not me picking her up? You can wait at home," jawab Anna sambil memutar bola matanya. (Repot amat, aku aja yang jemput, kamu bisa tunggu di rumah.)

"Okay. Thank you, Sisooo!" seru Ares yang menganggap wanita berusia 31 tahun itu kakaknya sendiri.

Anna segera memanggil si bapak penjual bakso, memesan, dan memasukkan makanan ke dalam mobil Monik yang dibawanya sejak pagi tadi, lalu berjalan kaki ke arah Bonita Cafe yang sudah sepi pengunjung tapi lampunya masih menyala.

Anna mendorong pintu kaca dan memasuki kafe tersebut. Baru saja dia akan duduk dan menelepon Mariska, saat didengarnya sebuah teriakan.

🌼🌼🌼

"Wrong answer, Mariska," tukas Dimas yang tanpa aba-aba menerjang Mariska, menghimpit tubuh mungil Mariska di antara tubuhnya dan dinding dapur.

Mariska memukuli dada Dimas dengan kepalan tangannya, tapi itu tak membuatnya bergeming. Dipegangnya tangan Mariska dan ditahannya di atas kepalanya. Lalu diciumnya bibir gadis itu secara paksa.

Om KosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang