Hectic.
Sepertinya kata itu saja tidak cukup menggambarkan kondisi Safi sekarang. Di tengah kesibukan kantornya untuk launching produk makanan kelinci jenis terbaru, sepertinya keberuntungan benar-benar tidak berpihak kepada perempuan itu. Ia terserang tifus yang mengharuskannya di-opname di rumah sakit.
Dengan sebelah tangan kebas akibat diinfus, Safi masih sempat-sempatnya mengadakan rapat bersama para bawahannya. Bahkan Nina, sekretarisnya, sudah ketar-ketir karena takut keadaan bosnya malah makin parah.
"Mungkin lebih baik kalau kita istirahat dulu, Bu," saran Nina begitu menyadari suasana layar Zoom itu mulai sunyi. Ekspresi ketakutan bercampur kekhawatiran tampak jelas di wajah perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu.
"Bereskan masalah ini dalam dua hari." Safi bertitah sebelum menutup laptopnya lumayan kencang dan mengurut pangkal hidungnya. Ada keterlambatan di bagian pengemasan sehingga jumlah produk baru yang sudah siap jual masih belum memenuhi target, padahal rencananya produk itu akan launching dalam lima hari.
Nina perlahan mengambil laptop berwarna abu-abu itu dari hadapan Safi dan mengamankannya dari jangkauan sang atasan.
"Kamu gak kabarin siapa-siapa kan kalau saya ada di sini?" tanya Safi. Nina menggeleng tegas. Sudah menjadi kebiasaan kalau ketika sakit, Safi tidak akan memberitahu siapa pun. Termasuk kedua orang tuanya.
Safi memejamkan mata. Astaga, ia merasa sangat lemah. Kepalanya berdenyut, sendinya terasa ngilu dan sensasi hangat menjalar di seluruh tubuhnya. Nina membantu menurunkan ranjangnya sehingga ia dapat beristirahat dengan nyaman.
"Saya pamit makan dulu, Bu." Safi mengangguk paham.
Keheningan menyelimuti ruangan Safi selepas kepergian Nina. Namun tidak sampai sepuluh menit, suara pintu terbuka terdengar lagi.
"Ada yang ketinggalan Nin?" tanya Safi tanpa membuka matanya.
Namun bukannya jawaban yang didapat Safi, melainkan punggung tangan seseorang yang menyentuh dahinya. Safi lantas membuka matanya yang berat. Hal pertama yang dilihatnya adalah seorang Tyler Candranata sedang menatapnya dengan tatapan khawatir.
"Tyler?" lirih Safi kaget. Manik coklat itu melebar seketika.
Tapi tunggu! Siapa yang memberitahu pria ini kalau ia sedang dirawat di rumah sakit?
"Badan lu masih demam," komentarnya lalu menurunkan tangan dari dahi Safi.
"Kok lu bisa ada di sini? Tau dari mana?" tanya Safi terkejut. Apa mungkin Nina berkhianat darinya?
"Shh, I have my own way to find out. Gue khawatir karena lu gak bales-bales chat gue," jelas Tyler seraya mengeluarkan handphone dan menyodorkan layar berisi chat Whatsapp centang dua miliknya.
Safi terpekur sejenak mendengar penjelasan Tyler. Ada sedikit rasa kasihan menyelinap di relung hatinya mengingat ia dengan sadar sengaja tidak membalas chat tersebut. Hal itu membuat Safi kembali berpikir,
Untuk apa seorang Tyler penasaran dengan kabar perempuan yang baru ia temui beberapa kali dan bahkan mengabaikan pesannya?
"Sorry banget. Chat lu tenggelem. Gua lagi hectic-hecticnya," Safi berkelit dengan lancar.
Tyler mengangguk mengerti. "Gue pasti ganggu lu istirahat ya? Sorry, gue langsung panik soalnya pas denger kabar lu lagi di rumah sakit."
Lah kenapa panik? Emangnya dia siapa? Safi merutuk dalam hati. Maklum, orang sakit biasanya lebih sensitif.
"Gua mau istirahat dulu ya, lemes banget. Thanks for coming, Candranata," usir Safi halus dan memejamkan matanya kembali.
Dalam hati Safi menghitung butuh berapa lama pria itu keluar dari ruang rawatnya. Sampai hitungannya yang ke 60 detik, ia tidak mendengar suara langkah maupun pintu terbuka. Penasaran, ia pun membuka sedikit matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
aficionado
RomanceSiapa yang tidak mengenal Sapphire Ixora Ganendra? Perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu sudah dua tahun berturut-turut masuk ke dalam jajaran Forbes 30 Under 30 berkat kesuksesan perusahaan produsen makanan hewan miliknya. Ia juga seorang so...